Alasan Mengapa Tasyabbuh Dilarang

TasyabbuhSegala puji bagi Allah . Hanya kepada-Nya kami me-muji, memohon pertolongan, memohon ampunan serta ber-taubat.
Allah  berfirman: “Tidak akan rela orang-orang Yahudi dan Nashrani kepadamu hingga kamu mengikuti millah (agama) me-reka” (QS.Al-Baqarah: 120)

Juga Rasulullah  bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR.Ahmad)

Larangan bertasyabbuh terhadap hal yang bersifat umum ada empat perkara, antara lain:

Pertama, Masalah Aqidah

Perkara ini adalah perkara yang paling besar dalam tasya-bbuh. Bertasyabbuh dalam perkara ini hukumnya kufur dan syirik. Seperti mensucikan orang-orang sholeh, sharf, yakni salah satu cara beribadah kepada selain Allah . Kemudian seperti mendakwahkan “Anak” atau “Bapak” kepada Allah  terhadap salah satu ciptaan-Nya. Hal itu sebagaimana dakwa-an orang-orang Nashrani yang mengatakan bahwa Al-Masih anak Allah , atau seperti dakwaan orang-orang Yahudi bahwa Uzair adalah anak Allah . Demikian juga at-Tafarruq (berpecah belah) dalam agama (dien), berhukum atau menghukumi dengan undang-undang yang tidak diturunkan Allah . Dan perkara-perkara lain yang dapat digolongkan dalam bentuk kekufuran dan kemusyrikan. Sebab semua itu merupakan masalah aqidah. Sebagai catatan bahwa yang dimaksud at-Tafarruq (berpecah belah dalam agama adalah memisahkan diri dari kebenaran dan dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Tidak termasuk dalam Tafarruq bila berselisih dalam perkara-perkara ijtihadiyah, karena hal ini tidak akan sampai dalam derajat memecah belah agama.

 

Kedua, Yang Berhubungan Dengan Hari Besar Atau Perayaan-perayaan

Hari-hari besar (perayaan-perayaan) walau sebagian besar termasuk dalam perkara ibadah, tetapi kadang-kadang ada beberapa bagian yang termasuk adat istiadat. Kecuali yang dikhususkan dalam syari’at dengan dalil-dalil yang banyak dan mengingat pentingnya, maka dikhususkan pelarangannya dengan alasan ada unsur tasyabbuh di dalamnya.

Ketika Syaikh Al-Utsaimin Rahima-hullah ditanya tentang Natal, Tahun Baru Masehi, Valentine’s Day dan hari-hari yang serupa, ia mengatakan:

Merayakan hari-hari tersebut itu tidak boleh, karena: Pertama: ia merupakan hari raya bid’ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari’at Islam. Kedua: ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita) –semoga Allah  meridhai mereka-. Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya. Hendaknya setiap muslim bersyukur dan merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan. Semoga Allah  melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya.

Maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’ dan bara’ (loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar aqidah yang dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu mencintai orang-orang mu’min dan membenci serta menyelisihi (membedakan diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.

 

Ketiga, Masalah Ibadah

Khusus bagi kaum muslimin, bahwa dalam satu tahun hanya ada dua hari raya saja. Adapun hari-hari besar lainnya seperti Maulid Nabi, hari-hari besar, hari-hari besar nasional, perayaan-perayaan rutin yang mengambil satu hari dalam setahun, satu kali dalam sebulan, dua hari sekali atau seminggu penuh yang selalu diperingati masyarakat, semua itu termasuk tasyabbuh sebagaimana yang dimaksud dalam nash-nash.

Seperti yang termaktub dalam syari’at bahwa Nabi saw secara terperinci melarang bertasyabbuh dengan orang-orang kafir dalam perkara peribadatan. Di antaranya, seperti mengakhirkan shalat Maghrib, meninggalkan makan sahur, mengakhirkan berbuka puasa dan sebagainya.

 

Keempat, Masalah Tradisi, Akhlak, Ting-kah Laku

Seperti pakaian, misalnya. Ini dinama-kan sebagai petunjuk lahiriah. Dan petunjuk lahir tersebut diamati dari rupa, bentuk, pola tingkah laku, dan akhlak. Telah dinyatakan pula secara nyata dan jelas tentang keharaman bertasyabbuh dalam beberapa perkara, baik secara keseluruhan maupun secara sebagian-sebagian. Seperti larangan mencukur jenggot, memakai bejana atau piring dari emas, memakai pakaian yang merupakan syi’arnya orang-orang kafir, bertabarruj (menampakkan perhiasan tu-buh kepada lelaki yang bukan mahram), ikhtilath (bergaul campur antar lawan jenis kelamin yang bukan mahram), laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki, dan segala bentuk tradisi kafir lainnya.

 

Hukum Tasyabbuh

Adapun dalam masalah tasyabbuh ini ada beberapa hukum umum yang meliputi semua jenis tasyabbuh yang bersifat me-nyeluruh, bukan bersifat parsial. Hukum u-mum tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Ada beberapa perkara dari perbuatan ta-syabbuh terhadap orang-orang kafir bisa dihukumi sebagai perbuatan syirik atau kufur. Seperti tasyabbuh dalam bidang keyakinan, beberapa perkara masalah i-badah, misalnya tasyabbuh terhadap orang-orang Yahudi, Nashrani, atau Majusi dalam perkara-perkara yang berhubung-an dengan masalah tauhid dan aqidah. Contohnya seperti ta’thil yakni menafikan dan mengkufuri nama-nama dan si-fat-sifat Allah SWT, meyakini kemanunggalan hamba dengan Allah, takdis (mensucikan) seorang Nabi atau orang-orang shaleh kemudian berdo’a serta beribadah kepada mereka, berhukum deng-an syari’at dan perundang-undangan bua-tan manusia. Semua itu kalau tidak syirik pasti kufur hukumnya.

2. Ada pula dari beberapa perbuatan yang menjeruskan kepada perbuatan maksiat dan kefasikan. Seperti taklid kepada adat istiadat atau budaya kafir. Contohnya, seperti makan dan minum dengan tangan kiri, laki-laki menyerupai wanita (sisay) atau wanita menyerupai laki-laki (tom-boy), dan lain sebagainya.

3. Tasyabbuh bisa dihukumi sebagai perbuatan yang makhruh bila timbul keragu-raguan antara mubah atau haram karena tidak ada kejela-san hukum. Maksudnya, kadang-kadang da-lam beberapa masalah tingkah laku, adat atau kebudayaan, serta beberapa masalah kedunia-an masih diragukan kedudukan hukumnya. A-pakah masalah tersebut termasuk suatu perka-ra yang dibenci ataukah sesuatu yang mubah (dibolehkan). Namun, demi menjaga agar seorang muslim tidak terperosok, maka dihukumi sebagai sesuatu yang makhruh.

Kini timbullah satu pertanyaan, “Apakah a-da perbuatan orang kafir yang dihukumi mubah?” Jawabannya, bahwa dinyatakannya mubah terhadap perbuatan orang kafir, karena perbuatan tersebut menyangkut masalah keduniaan dan bukan pula merupakan ciri khusus orang-orang kafir. Di samping itu, masalah tersebut tidak pula membedakannya dari orang-orang muslim yang shalih. Serta tidak menggiring kepada kerusakan yang besar terhadap kaum muslimin, atau menguntungkan orang-orang kafir sehingga menyebabkan diremehkannya kaum muslimin.

Sebagian perkara yang mubah tersebut hendaknya semata-mata merupakan rekayasa materi murni dan tidak akan menyebabkan kaum musli-min tergiring untuk mengikuti kaum kafir, sehingga bakal membahayakan mereka. Demikian juga dengan ilmu-ilmu murni keduniaan yang tidak menyangkut aqidah dan akhlak, maka semua ini termasuk dalam perkara-perkara mubah.

Jadi dalam perkara-perkara aqidah, ibadah, hari-hari besar, keharamannya telah ditetapkan secara qath’i (tegas). Itu berarti, bahwa keharaman bertasyabbuh terhadap orang-orang kafir, dalam hal-hal tersebut telah ditetapkan secara qath’i.

Kita memohon kepada Allah semoga kita tetap dihidupkan dalam keadaan muslim dan dimatikan-Nya dalam keislaman, serta di kumpulkan di Jannah-Nya, Amiin. Wallahu a’lam

Check Also

IMRAN BIN HUSHAIN/Seperti Malaikat

IMRAN BIN HUSHAIN Seperti Malaikat   Pada tahun Perang Khaibar, ia datang kepada Rasulullah ﷺ …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot