Ketegangan di wilayah Srinagar, ibukota Kashmir-India masih berlanjut. Tentara-tentara India harus menghadapi kemarahan warga Kashmir yang mayoritas muslim atas tewasnya seorang anak sekolah akibat kekerasan yang dilakukan seorang polisi India awal Juni kemarin.
Konflik di wilayah yang berpenduduk 12 juta jiwa itu sudah berlangsung sejak terjadi perpisahan wilayah menjadi India dan Pakistan tahun 1947. Wilayah Kashmir menjadi sengketa, India dan Pakistan sama-sama mengklaim Kashmir sebagai wilayah mereka. Tapi penguasa Kashmir ketika itu yang beragama Hindu, lebih memilih untuk bergabung dengan India, sehingga Kashmir sekarang terbelah menjadi dua, Kashmir Pakistan dan Kashmir India.
Sejak tahun 1989, warga muslim Kashmir India melakukan perlawanan terhadap pemerintah India yang kerap melakukan kebijakan diskriminatif dan kekerasan terhadap muslim Khasmir. Sejak pecah perlawanan itu, Kashmir dianggap menjadi salah satu daerah konflik paling berbahaya di dunia, konflik yang telah menelan korban 47.000 warga Kashmir.
Seiring dengan negosiasi damai antara Pakistan-India yang dimulai tahun 2004, ketegangan dan aksi-aksi kekerasan di Kashmir makin meningkat. Pemerintah India menuding aksi-aksi protes anti-India di Kashmir didalangi oleh kelompok-kelompok ekstrimis dari Pakistan. Namun tudingan itu dibantah para pemuka masyarakat di Kashmir. Mereka menyatakan, aksi-aksi protes yang dilakukan kaum muda muslim Kashmir semata-mata karena mereka merasa tidak memiliki masa depan dibawah kekuasaan India.
Negosiasi dan dialog terkait status wilayah Kashmir mengalami kebuntuan, sementara jumlah pengangguran di kalangan usia produktif di Kashmir terus meningkat. Lebih dari 400.000 anak muda Kashmir saat ini, tidak memiliki pekerjaan tetap. (eramuslim.com)