Di zaman yang telah diselimuti kabut tebal syubhat dan syahwat yang melemahkan iman, cahaya mutiara tawakkal semakin meredup di jiwa-jiwa Muslim. Mereka menggantungkan cita-cita dan harapan hanya pada dirinya sendiri. Sehingga, jadilah mereka orang-orang yang mudah dihinggapi rasa putus asa. Mereka telah melupakan firman Alloh : “…Barangsiapa bertakwa kepada Alloh, niscaya Dia akan menyediakan baginya jalan keluar dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Tholaq [65]: 2-3)
Inilah figur teladan bagi kaum Muslimin dalam keimanan dan tawakkalnya terhadap Alloh , Robi’ah bin Ka’ab .
Robi’ah adalah seorang sahabat yang pancaran iman telah menembus kolbunya dan Islam memenuhi jiwanya semenjak ia masih kecil. Karena kerinduannya yang amat mendalam terhadap Rosululloh , Robi’ah menawarkan diri menjadi pembantu Beliau.
Ia senantiasa menyertai Nabi ke manapun Beliau pergi. Selama siang hari ia terus melayani beliau. Bahkan, hingga malam pun, ia mengurungkan niatnya untuk pulang ke rumah dan lebih memilih duduk di depan pintu rumah Rosululloh demi bisa melayani Beliau.
Termasuk kebiasaan Rosululloh adalah membalas lebih baik pada siapa saja yang berbuat baik kepada beliau. Suatu hari Beliau memanggil Robi’ah bin Ka’ab. Beliau bersabda, “Mintalah sesuatu, aku akan memberikannya padamu.”
Robi’ah terdiam sejenak. Lalu berkata, “Berilah aku tempo untuk berpikir tentang kebutuhan yang kuperlukan atau kuminta, ya Rosululloh.”
Robi’ah berkata kepada dirinya sendiri untuk meminta sesuatu dari kenikmatan dunia yang bisa mengentaskannya dari kefakiran.
Tapi sejenak kemudian pikirannya berubah. Ia berkata dalam hati, “Celakalah engkau, Robi’ah bin Ka’ab! Dunia ini akan binasa, sedangkan engkau sudah punya rizki yang ditentukan Alloh . Rosululloh adalah manusia yang tak tertolak permintaannya di sisi Rabbnya. Mintalah padanya agar memohonkan karunia akhirat kepada Alloh!”
Kemudian Robi’ah berkata kepada Rosululloh , “Wahai Rosululloh, aku mohon mintakanlah kepada Alloh agar aku bisa menjadi kawan Anda di surga.”
Pada saat itu, Robi’ah adalah seorang pemuda miskin. Tak berkeluarga, tak punya uang atau pun rumah. Ia hanya tidur di suffah masjid bersama kawan-kawannya dari golongan fakir.
Orang-orang menamakan mereka “tamu-tamu Islam”. Bila ada seseorang yang memberi sedekah kepada Rosululloh , maka selalu diberikan kepada mereka semua. Dan jika beliau diberi hadiah, maka beliau mengambil sebagian dan sisanya diberikan kepada mereka.
Dalam keadaan yang seperti itu, Rosululloh bertanya kepada Robi’ah, “Hai Robi’ah, tidakkah engkau ingin menikah?”
Robi’ah menjawab, “Aku tidak menginginkan kesibukan lain kecuali berkhidmat kepada Anda, wahai Rosululloh. Lagi pula aku tidak punya sesuatu untuk mahar istriku serta biaya kehidupan.”
Mendengar jawabannya tersebut, Rosululloh hanya terdiam.
Namun, selang beberapa waktu, beliau bertanya lagi, “Robi’ah, tidakkah engkau ingin menikah?”
Lagi-lagi jawaban yang diberikan Robi’ah sama seperti sebelumnya. Tapi setelah itu, ia menyadari sesuatu dan merasa amat menyesal. Ia memarahi dirinya sendiri sambil berujar, “Bodoh engkau ini, Robi’ah! Rosululloh tentu lebih tahu tentang apa yang baik bagimu dan bagi duniamu. Dan lebih tahu tentang apa yang engkau miliki, lebih daripada engkau sendiri.”
Akhirnya untuk ketiga kalinya Rosululloh bertanya, “Tidakkah engkau ingin menikah, Robi’ah?”
Kali ini Robi’ah menjawab dengan pasti, “Ingin, Rosululloh. Tapi siapa yang mau kunikahi sedangkan keadaanku seperti ini?”
Beliau bersabda, “Pergilah kepada keluarga Fulan dan katakan kepada mereka, bahwa Rosululloh menyuruh kalian menikahkan putri kalian, Fulanah denganku.”
Dengan penuh rasa malu Robi’ah datang menghadap keluarga yang dimaksud Rosululloh . Ia mengutarakan apa yang menjadi maksud kedatangan-nya. Ternyata, keluarga yang dimaksud Rosululloh adalah orang-orang yang sangat baik. Mereka menyambut Robi’ah dengan sangat ramah dan bersedia menikahkan putrinya.
Namun, timbul pertanyaan dalam dirinya, “Dari mana ia akan mendapatkan sesuatu untuk maharnya? Dan makanan untuk walimahnya?
Kemudian Rosululloh memanggil Buraidah seorang pemuka kaum Robi’ah sendiri, yaitu Bani Aslam. Beliau meminta Buraidah untuk mengumpulkan emas sebesar biji kurma dan mencarikan seekor kambing kibas bagi Robi’ah. Sedangkan Robi’ah diperintahkan Rosululloh untuk meminta tepung gandum kepada Ummul Mukminin ‘Aisyah .
Emas, kambing kibas dan tepung gandum akhirnya terkumpul. Emas yang menjadi maharnya diserahkan kepada keluarga istri Robi’ah, begitu pula dengan tepung gandumnya untuk diolah. Sedangkan kambing kibasnya disiapkan sendiri oleh Robi’ah dan beberapa orang dari kaumnya.
Semuanya telah disiapkan. Walimah siap digelar. Kegembiraan pun menyeruak dalam diri Robi’ah. Ia mengundang Rosululloh untuk menghadiri walimah-nya. Beliau pun bersedia untuk datang.
Hari itu, menjadi hari yang amat bahagia bagi Robi’ah. Dengan pertolongan Alloh , ia mendapatkan kemudahan untuk melakukan pernikahan. Tidak hanya itu, Rosululloh memberinya sebidang tanah untuk modal biaya kehidupannya.
Terhimpunlah kebahagiaan dalam diri Robi’ah. Ia telah mendapatkan wanita sholihah dari keluarga yang baik yang menjadi penyejuk mata dan hatinya. Ia telah memberikan mahar yang baik kepada istrinya. Ia pun mampu menyelenggarakan walimah meskipun sederhana, sebagai sunnah Rosululloh . Bahkan, sekarang ia telah memiliki modal berupa sebidang tanah, untuk biaya kehidupan bersama istrinya tercinta.
Maha Benar Alloh Yang telah berfirman: “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kalian dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahaya kalian yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, maka Alloh akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Alloh Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.” (QS. An-Nur [24]: 32)