Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin Muhammad bin Hambal asy-Syaibani . Beliau lahir di Baghdad pada masa kholifah Muhammad al-Mahdi dari Bani Abbasiyyah III.
Beliau hidup dimana paham Mu’tazilah telah muncul; walaupun pada masa al-Mahdi paham itu belum menyebar luas dengan cara terang-terangan. Bahkan pengusungnya yaitu Bisyr bin Ghiyats al-Muraisi selalu bersembunyi karena pada masa kholifah ar-Rosyid ia pernah diancam untuk dibunuh. Setelah Ar-Rosyid wafat, ia mulai menampakkan bid’ahnya yang sesat itu dan bahkan paham itu dijadikan sebagai ajaran resmi negara yang mengajarkan bahwa al-Qur’an adalah makhluk. Disaat itulah penguasa memaksa seluruh rakyatnya untuk mengatakan bahwa al-Qur’an makhluk, terutama para ulamanya, sehingga orang-orang yang menolak dan tetap mengatakan bahwa al-Qur’an Kalamulloh bukan makhluk, maka dia akan disiksa dan dimasukkan ke dalam penjara.
Melihat beratnya siksaan dan parahnya penderitaan, ada orang-orang yang menghendaki Imam Ahmad untuk menyembunyikan keyakinannya agar selamat dari segala siksaan dan penderitaan; namun beliau menjawab, “Bagaimana kalian menyikapi hadits Khobbab bin al-Arot yang mengatakan bahwa kami mengadu kepada Rosululloh tentang kondisi kaum muslimin yang tertindas, lalu kami katakan kepada Beliau, ‘Tidakkah Engkau meminta pertolongan dan berdo’a untuk kami?’ Beliau menjawab, ‘Dahulu ada orang-orang yang diseret dan dimasukkan ke dalam lubang, lalu diletakkan di atas kepalanya gergaji yang membuat tubuhnya terbelah menjadi dua bagian dan di sisir dengan sisir dari besi hingga kulit dan tulangnya terpisah; namun hal itu tidak membuat mereka berpaling dari diennya….” lalu Imam Ahmad menegaskan, “Saya tidak peduli dengan kurungan penjara, penjara dan rumahku sama saja”. Dan benar saja, akhirnya beliau harus disiksa selama tiga periode kekholifahan; al-Makmun, al-Muktashim dan al-Watsiq.
Di saat menghadapi terpaan fitnah yang sangat dahsyat dan deraan siksaan yang luar biasa, beliau memberikan satu pelajaran bahwa untuk bisa tsabat di atas sirotul mustaqim kita memerlukan kawan yang akan mentatsbitkan kita. Beliau mengatakan, “Semenjak terjadinya fitnah saya belum pernah mendengar suatu kalimat yang lebih mengesankan dari kalimat yang diucapkan oleh seorang Arab Badui kepadaku, “Wahai Ahmad, jika anda terbunuh karena kebenaran maka anda mati syahid, dan jika anda selamat maka anda hidup mulia”. “Mendengar perkataan itu hatiku bertambah kuat”.
Demikianlah ketegaran dan kesabaran pengusung kebangkitan “Imam Ahlus sunnah”. Semoga Alloh melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya bagi beliau.