Intifadhah, Jalan Pembebasan Bumi Palestina

Jalan Pembebasan Bumi PalestinaTanggal 9 Desember 1987 menjadi hari yang tak terlupakan di bumi Palestina. Hari itu, meletuslah sebuah jihad perlawanan terhadap Zionis Israel. Semua yang ada di Palestina merapatkan barisan, menjadi satu shaff, tua muda, laki-laki dan sebagian perempuan. Media menyebut waktu itu sebagai “Pertempuran terdahsyat sejak proklamasi negara Zionis Israel tahun 1948.

Intifadhah berasal dari kata berbahasa Arab intifadlah dari asal kata nafadla yang berarti gerakan, goncangan, revolusi, pembersihan, kebangkitan, kefakuman menjelang revolusi, dan gerakan yang diiringi dengan kecepatan dan kekuatan. Intifadhah pertama kali dipakai sebagai nama oleh sebuah kelompok perjuangan Palestina yang membelot dari Gerakan Fatah. Namun kini kata itu lekat dengan gerakan kebangkitan baru rakyat Palestina.

Pada dekade 1980-an, rakyat Palestina secara serentak bangkit melakukan perlawanan menentang rezim Zionis Israel. Sejak itu, Intifadhah dipakai untuk menyebut gerakan yang muncul secara tiba-tiba, serentak, independen, agresif, universal, dengan kesadaran dan rasa protes, serta dengan penuh keberanian. Gerakan itu dilakukan oleh rakyat Palestina dalam menghadapi rezim Zionis Israel.

Hebatnya, pada Intifadhah yang pertama kali meletus, Palestina berperang tanpa persenjataan dan tanpa dibantu negara-negara Arab tetangganya. Saat itu, rakyat Palestina tidak memiliki sarana dan fasilitas apapun dalam perjuangan membebaskan negeri mereka melawan tentara Zionis. Mereka bersenjatakan batu untuk membela diri dan menyerang musuh.

Karena itu, Intifadhah dekade 80-an disebut juga dengan revolusi batu. Meski hanya bersenjatakan batu, tetapi Intifadhah ini sangat menakutkan bagi Israel. Sebab dalam kitab suci mereka tercatat kisah Nabi Daud as yang membunuh Jalut, raja yang kejam dan bengis dengan senjata batu.

Tidak heran jika anak-anak Palestina kemudian selama bertahun-tahun sampai kini dikenal dengan sebutan “Children of Stone” atau anak-anak batu.

Penyebab meletusnya Intifadhah Pertama adalah karena sebuah truk militer Israel yang menabrak sekelompok orang Palestina di dekat camp pengungsi Jabalya di Jalur Gaza. Kejadian pada tanggal 8 Desember 1987 itu menyebabkan empat orang terbunuh dan tujuh orang luka-luka.

Gaza adalah sebuah wilayah sempit seluas 9 x 50,4 atau 453,6 kilometer per segi yang dipenuhi warga sebanyak lebih dari satu setengah juta jiwa.

Kebanyakan mereka adalah pengungsi yang sejak tahun 1948 terdesak dari berbagai wilayah Palestina, karena rumah-rumah mereka yang sederhana dihancurkan, kebun dan toko mereka direbut oleh Israel, satu demi satu.

Faktor lain yang memanaskan suasana adalah meningkatnya desakan kaum militan Yahudi terhadap pemerintah Israel agar mengambil alih Masjidil Aqsa alias Haram al-Syarif di Al Quds atau East Jerusalem serta mengklaimnya sebagai Kuil Sulaiman.

Sehari sesudah truk nylonong sampai enam tahun sesudahnya, Intifadhah berkobar hebat di hampir seluruh kawasan Palestina yang dijajah Israel, terutama di Jalur Gaza.

Di Gaza, Israel memperparah keadaan, karena di tanggal 18 Desember 1987, serdadu-serdadunya membunuh 2 orang dan melukai 20 orang Muslim yang baru selesai shalat Jumat. Para serdadu itu kemudian melanjutkan keganasannya dengan menyerbu Rumah Sakit Syifa, memukuli para doktor dan perawat dan menyeret orang-orang Palestina yang dirawat karena terluka dalam insiden shalat Jumat.

Lemparan batu dibalas peluru tajam. Pada tanggal 21 Desember, Israel melaporkan 15 orang tewas dan 70 orang luka-luka, para pejabat PBB melaporkan 17 terbunuh sedangkan sumber-sumber Palestina menyebut 20 orang terbunuh dan 200 orang luka-luka.

Televisi banyak menyiarkan gambar serdadu Israel bersenjata berat memukuli dan membunuhi warga Palestina. Tayangan-tayangan itu memicu protes dari seluruh dunia.

Keesokan harinya, Dewan Keamanan PBB, lewat sebuah voting pengecaman terhadap Israel yang hasilnya disetujui secara mayoritas dan, “mengecam kebijakan dan tindakan Israel yang melanggar hak-hak asasi manusia rakyat Palestina di wilayah penjajahan”.

Amerika Serikat adalah satu-satunya yang abstain dalam pemungutan suara itu yang seakan-akan mengindikasikan, bahwa Israel adalah bagian dari Amerika atau sebaliknya, sehingga mengecam Israel sama saja dengan mengecam Amerika. Dan betul saja, karena ternyata di hari yang sama, Kongres AS justru mengeluarkan keputusan untuk menambah bantuan kepada Israel dalam bentuk pinjaman sebesar US$ 9 miliar sekaligus mengurangi bunganya. Diantara dana tersebut US$ 550 juta diantaranya untuk segera digunakan menambah anggaran militer dan perlengkapan canggih, US$25 juta untuk perluasan pemukiman Yahudi.

Kebengisan Yahudi yang didukung sepenuhnya oleh AS ini, tentu saja tidak melahirkan rasa takut di dalam jiwa seluruh rakyat Palestina, namun justru gerakan intifadhah semakin meluas dan telah mengobarkan asa yang begitu mendalam, melahirkan ribuan syuhada yang rela mati demi tanah dan dinul Islam. Tak terhitung tokoh yang telah menggoreskan tinta emas dalam sejarah intifadhah ini. Sebut saja Imad Aqil, yang tentara Israel harus mengepung dan membunuhnya menggunakan panser dan helikopter. Yahya Ayyash, sang insinyur yang disebut israel sebagai musuh nomor satu. Syaikh Ahmad Yassin, penggerak perjuangan yang sangat kharismatik dari atas kursi roda. Dan masih banyak lagi lainnya. Bahkan kini terdapat jutaan pejuang-pejuang muda yang tumbuh menggantikan mereka.

Lebih Dua puluh tahun lamanya, semenjak intifadhah pertama kali dikumandangkan seolah baru kemarin gaungnya kita dengar. Semangat dan geloranya terasa lekat kian membahana. Menjadi momentum tersendiri dalam menyemarakkan asa bagi generasi muda. Darinya muncul kesadaran berada dalam satu ukhuwah dan satu ikatan. Dan melaluinya pula hadir keinginan untuk merasakan kepedihan saudara kita yang seiman walaupun jauh di Palestina sana.

Namun demikian, bukan berarti tak ada hal yang bisa kita berikan atau kita lakukan. Dukungan moral, material maupun spiritual tetap mereka butuhkan. Misalnya dengan mendoakannya, memberikan pemberitaan yang tentang situasi sebenarnya di Palestina, hingga penggalangan dana. Sebab seakan menjadi pemandangan yang telah sering kita temukan, umat Islam yang acuh dan tidak peduli padahal mengaku seiman.

 (Sumber: nippontori.multiply.com, nabilmufti.wordpress.com, hidayatullah.com, dakwatuna.com)

Check Also

Tangisan Mata Bunda

Dalam Senyum mu kau sembunyikan letih mu Derita siang dan malam menimpa mu tak sedetik …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot