Mereka Mendamba Keruntuhan Kaum Muslimin

Mereka Mendamba Keruntuhan Kaum Muslimin Salah satu karakter pribadi (khashaa’ish dzaatiyyah) fundamental dan sikap mental asasi kaum munafikin sejati adalah “Mendambakan dan mengidamkan keruntuhan kaum Muslimin.”. Dalam hal ini, Alloh  berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan teman kepercayaan kalian orang-orang yang di luar kalangan kalian (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami), jika kalian memahaminya. Beginilah kalian, kalian menyukai mereka, walau mereka tidak menyukai kalian, padahal kalian beriman kepada semua Kitab. Apabila mereka menjumpai kalian, mereka berkata “Kami beriman!”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kalian karena kemarahan kalian tersebut!”. Sesungguhnya Alloh mengetahui segala isi hati. Jika kalian memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kalian mendapat bencana, mereka justru bergembira karenanya. Jika kalian bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepada kalian. Sesungguhnya Alloh mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 118-200)

 


Dua Macam Dambaan Munafik

Ayat tersebut di atas menuntun kita kepada lentera hidayah yang sangat terang dan gamblang, bahwa kaum munafikin begitu “mengidolakan kaum Muslimin”. Namun jangan salah sangka da-hulu, bukan dambaan positif atau baik, melainkan sebaliknya, yaitu dambaan negatif. Yaitu mereka begitu mendamba agar “keruntuhan” dialami dan menimpa kaum Muslimin dengan sepedih-pedih-nya dan sangat perih.

Secara tegas, dalam ayat Alloh  mendes-kripsikan dua macam “dambaan keruntuhan” tersebut, yaitu:

  1. Mendambakan dan mengidamkan (euforia) mudharat atau kesengsaraan menimpa kaum Muslimin. Bila tidak, maka kaum munafikin akan menampakkan penyesalan mendalam-nya atas luputnya idamannya tersebut (ta-mannii adh-dharar wa al-masyaqqah li al-Mu’-miniin wa at-tahassur idzaa lam yajiduu sabiilan li at-tasyaffii).

Hal ini tercermin dalam firman Alloh :

“Hai orang-orang yang beriman, jangan-lah kalian menjadikan teman keperca-yaan kalian orang-orang yang di luar ka-langan kalian (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudha-ratan bagi kalian. Me-reka menyukai apa yang menyusahkan kalian….” (QS. Ali ‘Imran [3]: 118)

Ibnu Katsir  berkata:

“Dalam ayat ini Alloh melarang keras kaum Mukminin untuk menjadikan kaum munafikin sebagai teman kepercayaan (bithaanah) yang bebas berkeliaran mengamati rahasia-rahasia (strategi) mereka, khususnya data akurat tentang musuh-musuh mereka. Karena dengan sekuat tenaga kaum munafikin tidak sedikitpun pernah ber-henti untuk memudharatkan kaum Mukminin. Munafikin justru begitu antusias untuk menye-lisihi kaum Mukminin dan sangat jeli memanfaat-kan segala kemungkinan untuk memudharatkan. Karenanya, mereka sangat lihai memainkan tipu daya (makar) dan begitu piawai bermuslihat (kho-dii’ah), untuk kemudian mencari timing yang tepat guna menyusahkan kaum Muslimin.”

Rosululloh  bersabda:

(( مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ وَلاَ اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيفَةٍ إِلاَّ كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ: بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ، وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ، فَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَمَ اللَّهُ ))

“Tidaklah Alloh mengutus seorang Nabi atau menggantikannya dengan seorang kholifah, melainkan Dia mempersiapkan pula baginya dua tipologi teman keper-cayaannya. Yaitu: (1) teman kepercayaan (baik) yang memerintahkan dan memoti-vasinya dalam kebajikan; dan (2) teman kepercayaan (jelek) yang memerintahkan dan memotivasinya dalam keburukan. Maka, orang yang Alloh lindungi adalah yang dilindungi-Nya dari yang kedua!” (HR. al-Bukhori)

Konsekuensi logisnya, menjadikan kaum mu-nafikin sebagai tangan kanan kepercayaan mem-berikan indikasi rusaknya suatu urusan, rapuhnya barisan dan berdampak instabilitas kehidupan.

Mengapa demikian?

Karena munafikin tidak akan mampu mena-sehati orang yang mempercayainya (pemimpin) dan tidak akan memotivasinya kecuali dalam ke-burukan dan kerusakan, serta hanya berujung kepada berkobarnya api fitnah di kalangan kaum Muslimin sendiri.

  1. Berduka cita (utopia) manakala melihat kaum Muslimin beroleh kebajikan, seperti keme-nangan, dan bersuka cita ketika kaum Mus-limin ditimpa keburukan (al-huzn li maa yu-shiibu al-Muslimiin min al-khair wa al-farah li maa yasuu’uhum).

Tentang hal ini, Alloh  berfirman:

 “…Jika kalian memperoleh kebaikan, nis-caya mereka bersedih hati, tetapi jika ka-lian mendapat bencana, mereka justru bergembira karenanya….” (QS. Ali ‘Imran [3]: 119)

al-Fakrur Rozi  berkata:

“Ayat ini mendeskripsikan sifat penyempurna bagi kaum munafikin. Alloh memaparkan bahwa dengan beragam sifat buruk dan pelbagai per-buatan keji mereka, munafikin pun senantiasa meneropong kaum Mukminin, apa sajakah mu-sibah dan bencana yang menimpa mereka!”

 

Realitas “Dambaan”

Pelajaran berharga dari realitas yang pernah dialami kaum Muslimin yang mengindikasikan “dambaan” kaum munafikin adalah: (1) penak-lukan Baghdad disertai pembantaian massal 1 juta Muslimin di tangan Hulagu Khan pada tahun 656 H, adalah  karena idaman dan andil dari seorang munafik Syi’ah yang menjabat sebagai perdana menteri, yaitu Muhammad bin al-‘Alqami yang membantu Hulagu dan membocorkan ra-hasia Khilafah ‘Abbasiyah yang saat itu dipimpin oleh al-Mu’tashim Billah; dan (2) penaklukan Khi-lafah ‘Utsmaniyah tahun 1924 M di tangan mu-nafik zindik Yahudi yang berpura-pura masuk Islam, Mushthafa Kemal dan “cecunguk” busuknya dari kalangan Yahudi Daunamah (atau Dunmah).

Itu hanya sebuah contoh (sample), bukan ba-tasan, yang terakhir, yaitu runtuhnya Khilafah ‘Utsmaniyah malah belum begitu jauh waktu ter-jadinya dan masih begitu terngiang di telinga kita.

Renungkanlah Wahai Kaum Muslimin!

Jangankan kepada kaum Muslimin, terhadap Rosululloh  pun kaum munafikin juga berlaku seperti itu.

Alloh  berfirman:

“Jika kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya; dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu ben-cana, mereka berkata: “Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi perang).”. Dan mereka berpaling dengan rasa gembira.” (QS. at-Taubah [9]: 50)

Asy-Syaukani  berkata:

“Sungguh, utopia terhadap pihak yang me-nerima kebaikan dan euforia manakala pihak ter-sebut beroleh bencana, adalah indikasi sangat nyata yang memperlihatkan puncak permusuhan.”

Inilah di antara “topeng kemunafikan”, bah-wa kaum munafikin begitu “mendamba” dan “mengidam-idamkan dan mengidolakan” kerun-tuhan kaum Muslimin, tentunya dalam multi aspeknya, baik ukhrawi maupun duniawi, baik dalam masalah keagamaan, politik, ekonomi, sosial ataupun aspek-aspek lainnya.

Oleh karena itu, selain topeng kemunafikan tersebut harus disingkap, juga harus diyakini oleh seluruh kaum Muslimin, dimanapun dan kapan-pun mereka berada serta sebesar apapun kesu-litan mendera mereka, “jangan sampai menjadi-kan kaum munafikin sebagai orang-orang keper-cayaan!”. Setelah itu, kumandangkan kepada me-reka:

“…Matilah kalian karena kemarahan kalian tersebut!…”

(QS. Ali ‘Imran [3]: 119)

Check Also

Ketika Galau Melanda, Kemanakah Diri Menambal Luka

Ketika Galau Melanda Kemanakah Diri Menambal Luka Tanpa perlu banyak penelitian, sungguh pasti bahwa di …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot