Malaysia – (www.hasmi.org) | Pemerintah Malaysia sepertinya memang sudah benar-benar serius dalam menangani masalah “Kelompok Kecil” (syi’ah) yang sering berulah di Negeri Jiran tersebut. Program demi program terlihat bermunculan baik dari kalangan sipil Malaysia maupun pemerintah untuk mengganyang “Kelompok Kecil” ini.
“Jika Pak Cik dan Mak Cik melihat pergerakan Syiah di sekitar rumah, lapor saja polisi biar langsung ditangkap!” Ungkap seorang Ustadz yang sedang mengadakan bedah buku “Zionis dan Syi’ah Bersatu Hantam Islam” di Malaysia.
Tak pelak, salah seorang tokoh pemuka Syiah Malaysia, Abdullah Hasan, pernah merasakan ganasnya jeruji besi pemerintah Malaysia. “Saya dipenjara selama dua tahun karena aktivitas Syiah,” katanya.
Bukan hanya itu, jika kita menelusuri beberapa masjid yang ada di Malaysia maka dengan mudah kita akan mendapati beberapa pamflet tentang kesesatan agama syi’ah dan perbedaan pokok ajaran antara Syi’I dan Sunni. Dan menariknya lagi himbauan itu dilengkapi dengan fatwa dari ulama Negeri (Provinsi) terkait kesesatan ajaran Syiah. Bagaimana dengan pemerintah Indonesia?
Perhatian masyarakat untuk membendung penyebaran Syia’h juga begitu tinggi. Jika di Indonesia kita masih jarang mendengar Khotbah Jum’at mengangkat kesesatan Syiah, maka di Malaysia fenomena itu justru menjamur di tiap-tiap masjid.
Di Kedah misalnya, Ahli Jawatan Kuasa Persatuan Ulama Kedah, Abdullah bin Din, justru mengajak masyarakat Malaysia mewaspadai bahaya Syia’h dalam Khutbah Jum’atnya di Masjid Al Hadi, Kedah.
Ulama Muda lulusan Yordania ini menilai ajaran Syia’h bertentangan dengan Islam. Dengan ideologi takfirinya, Syiah justru mengkafirkan para sahabat Nabi yang mulia seperti Abu Bakar, Umar, dan Usman.
“Mereka juga menuduh para istri Nabi Muhammad telah melakukan Zina,” katanya di hadapan lima ratus jamaah.
Ketua Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) Kedah ini menilai Ahlussunah dan Syiah adalah dua ajaran yang berbeda. Karena ajaran Syia’h jelas bertentangan dengan Islam dari segi pokok ajaran.
Sementara itu Ketua Pertubuhan Solidariti Masyarakat Malaysia, Musthafa Mansor menjelaskan penjelasan bahaya Syiah lewat mimbar Jum’at memang menjadi pemandangan umum di Malaysia.
“Itu berlaku di seluruh Malaysia untuk menyadarkan bahaya Syi’ah kepada warga Malaysia,” ujar pria kelahiran Negeri Perak ini kepada Islampos.
Relawan Mavi Marmara asal Malaysia ini mengungkapkan masyarakat memiki peran penting dalam membentengi akidah Ahlussunah Wal Jama’ah dari inflitrasi Syi’ah. Pernah beristri seorang Syi’ah, Mustafa menyadari betul ajaran ini dapat merusak keutuhan keluarga.
“Mantan Istri saya mengenal Syi’ah di Kampusnya, lambat laun dia mulai meragukan Al Qur’an,” katanya.
“Bagaimana mungkin Saya membina anak-anak saya dengan ibu yang meragukan Al Qur’an?” tambahnya.
Tak lama kemudian Musthafa memutuskan untuk bercerai setalah dialog menemui jalan buntu. Musthafa menekankan agar pemerintah lebih serius membendung penyebaran Syiah di Kampus-kampus. Karena kampus menjadi tempat yang sangat strategis bagi orang-orang Syiah untuk menyebarkan pemahamannya.
“Mantan istri saya kuliah di Kampus yang banyak melahirkan tokoh-tokoh anti liberal, tapi tetap masih kena pengaruh Syiah,” akunya yang sempat belajar di Suriah dan menyaksikan kekejaman Presiden Syiah Bashar Assad.
Hal menarik lainnya adalah keterlibatan penuh Ulama Malaysia untuk membersihkan Syiah dari Malaysia. Jika di Indonesia, kita memiliki laskar dari ormas-ormas Islam dalam melakukan perlawanan terhadap ajaran Syiah, ketahuilah di Malaysia hal itu justru dilakukan oleh Majelis Ulama Malaysia atau lebih dikenal dengan sebutan Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM).
Sebagai negara yang menganut Mazhab Imam Syafi’i, Malaysia menetapkan Syiah adalah ajaran yang membahayakan negara.
Tekad Majelis Ulama untuk mempidanakan penyebar ajaran Syiah dapat dibuktikan saat Laskar dari Jabatan Agama Islam Pahang (JAIP) Malaysia, menahan seorang petinggi Syiah. Imam Syiah tersebut dijerat pasal 165 dan 170 Ketentuan Administrasi Agama Islam dan Adat Melayu Pahang tahun 1982.
Upaya serius membendung pengaruh ini dilakukan seiring perkembangan Syiah di Malaysia. Sekretaris Kementerian Dalam Negeri Malaysia Datuk Seri Abdul Rahim Mohamad Radzi menyatakan bahwa pengikut Syiah 10 tahun yang lalu hanya komunitas sekarang justru mencapai 250.000, termasuk 10 kelompok aktif, di seluruh Malaysia.
“Perkembangan teknologi informasi adalah salah satu faktor pertumbuhan penyebaran ajaran sesat mereka melalui berbagai situs sosial,” kata Radzi.
Namun Pemerintah Malayasia tidak tinggal diam. Merasa “kecolongan”, pemerintah langsung tancap gas untuk menyiapkan berbagai elemen dalam mengawasi gerakan “Kelompok Kecil”.
Maka langkah-langkah pemberantasan Syiah di Malaysia melibatkan berbagai pihak baik Kementerian Dalam Negeri, Polisi, Registrar of Societies, maupun kontrol publikasi di bawah UU Percetakan dan Publikasi. UU ini berfungsi membatasi produksi CD dan DVD oleh Dewan Sensor Film serta pemantauan oleh Departemen Imigrasi.
Kontrol ketat itu dibuktikan dengan keberanian Kementerian Dalam Negeri Malaysia melarang peredaran tiga buku terbitan Indonesia di antaranya : Pengantar Ilmu-ilmu Islam karangan Murtadha Muthahari cetakan Pustaka Zahra Jakarta, Dialog Sunnah-Syiah karangan A Syarafuddin Al-Musawi cetakan Mizan, dan Tafsir Sufi Al-Fatihah Mukadimah karangan Jalaluddin Rakhmat cetakan Remaja Rosda Karya. Alasannya buku itu mengandung materi yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Di Malaysia saja sudah sebegitu serius pemerintah mereka dalam mengganyang paham sesat Syi’ah dan buktinya pun sudah ada. Lalu, bagaimana dengan Indonesia…? [Red-HASMI/IslamPos]