Dia adalah Asy-Syifa’ binti ‘Abdulloh bin ‘Abdu Syams bin Khalaf bin Saddad bin ‘Abdulloh bin Qarth bin Razzah bin Adi bin Ka’ab dari suku Quraisy Al-Adawiyyah.
Asy-Syifa’ masuk Islam sebelum hijrah. Ia termasuk Muhajirah angkatan pertama yang berbai’at kepada Nabi . Dia termasuk wanita yang disebut dalam firman Alloh:
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Alloh, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Alloh untuk mereka. Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. QS. al-Mumtahanah[6]: 12)
Asy-Syifa’ adalah wanita cerdik, memiliki banyak kelebihan. Ia merupakan salah satu tokoh Wanita Islam yang menonjol, dan di dalam dirinya terkumpul pengetahuan dan keimanan.
Dia menikah dengan Abu Hatsmah bin Hudzaifah bin ‘Adi dan dikaruniai seorang anak bernama Sulaiman bin Abu Hatsmah.
Sebelum mentari Islam menerangi kehidupan masyarakat kota Mekkah, saat itu sangat sedikit sekali wanita yang mampu membaca dan menulis. Asy-Syifa’ adalah salah satu wanita yang pandai membaca dan menulis, sehingga setelah dia masuk Islam, dialah yang mengajari para wanita Muslimah dengan tujuan agar mendapat balasan dan pahala dari Alloh. Sejak itulah ia dikenal sebagai “guru wanita pertama dalam Islam”. Dan di antara muridnya adalah Hafshoh binti ‘Umar bi Khoththob, istri Rosululloh [saw].
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rosululloh [saw] meminta Asy-Syifa’ untuk mengajarkan Hafshah tulis menulis dan pengobatan dengan ruqyah (jampi yang dibolehkan secara syar’i). Ia berkata: “Rosululloh [saw] pernah datang menemuiku saat aku sedang bersama Hafshoh, lalu beliau berkata kepadaku:
“Tidakkah engkau mengajarinya cara meruqyah penyakit namlah[1] sebagaimana engkau mengajarinya tulis-menulis?”. (HR. Abu Dawud)
Sebagaimana diketahui Asy-Syifa’ biasa mengobati orang-orang dengan ruqyah pada masa jahiliyah. Ketika telah masuk Islam dan turut berhijrah, dia berkata kepada Rosululloh [saw]: “Sesungguhnya aku biasa mengobati orang dengan ruqyah pada masa jahiliyah dan aku ingin menunjukkannya kepada engkau.”
Rosululloh [saw] bersabda: “Silahkan engkau tunjukkan.” Asy-Syifa’ berkata: “Kemudian aku menunjukkannya kepada beliau.” Asy-Syifa’ pun mengobati penyakit namlah dengan ruqyah. Selanjutnya, Rosululloh [saw] bersabda: “Obatilah dengan ruqyah itu dan ajarilah Hafshah[2].”
Di antara ruqyah yang pernah dipraktekkan Rosululloh [saw] adalah:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ مُذْهِبَ الْبَاسِ اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لَا شَافِيَ إِلَّا أَنْتَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا
“Ya Alloh, ya tuhan sekalian manusia, Dzat Yang Menghilangkan kesusahan, sembuhkanlah (penyakit ini), karena Engkaulah Yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada yang bisa menyembuhkan selain Engkau, yaitu dengan kesembuhan yang tidak lagi menyisakan penyakit.” (HR. Bukhari)
Asy-Syifa’ adalah wanita beruntung karena mendapatkan perhatian dari Rosululloh [saw]. Beliau memberinya sebuah rumah khusus di Madinah yang berdekatan dengan para penderita penyakit gatal. Dia menempati rumah tersebut dengan anaknya, Sulaiman. Rosululloh [saw] biasa mengunjunginya. Begitu pula Asy-Syifa’, ia sangat mencintai dan menghormati Rosululloh sebagaimana kaum Mukmin dan Mukminat lainnya. Asy-Syifa’ juga banyak belajar dari hadits-hadits beliau untuk memahami masalah-masalah agama dan keduniaan.
Dengan berbekal pengetahuan inilah, ia mendakwahkan Islam dan memberi nasihat kepada masyarakat. Asy-Syifa’ tidak pernah mengenal lelah dalam memperbaiki berbagai kesalahan, sehingga anaknya, Sulaiman; cucu-cucunya; bekas budaknya, Abu Ishaq; Ummul Mukminin, Hafshah dan lainnya banyak meriwatkan hadits dari Asy-Syifa’.
‘Umar bin Khoththob sangat menghormati pendapat Asy-Syifa’, menghargainya dan biasa meminta pendapatnya tentang berbagai masalah. bahkan menunjuknya untuk menangani pengaturan pasar.
Begitu pula sebaliknya, Asy-Syifa’ sangat menghormati ‘Umar. Ia memandang ‘Umar sebagai seorang Muslim yang jujur dan teladan yang baik dalam hal keshalihan, ketaqwaan dan keadilan. Asy-Syifa’ pernah melihat beberapa orang pemuda yang berjalan dan berbicara pelan (agar disebut orang yang khusyuk’), kemudian ia bertanya: “Siapakah mereka?” Orang-orang menjawab: “Mereka adalah ahli ibadah.” Asy-Syifa’ berkata: “Demi Alloh, ‘Umar jika berbicara dapat didengar; bila berjalan, jalannya cepat; dan jika memukul, pukulannya menyakitkan.”
Sepeninggal Rosululloh [saw], Asy-Syifa’ tetap memperhatikan keadaan kaum Muslim dan memuliakan mereka sampai ia wafat pada tahun ke-20 Hijriah.
Semoga Alloh [swt] mencurahkan rahmat-Nya kepada Asy-Syifa’ binti ‘Abdulloh, seorang wanita yang telah mempersembahkan yang terbaik kepada masyarakat berupa ilmu dan pengetahuan agama. Dia merupakan teladan yang baik bagi setiap Muslimah. Asy-Syifa’ tidak pelit membagi pengetahuan dan lainnya dalam rangka menegakkan akidah dengan niat semata-mata untuk mengharap ridho dari Alloh [swt]. Semoga Alloh [swt] meridhoinya.
Sumber: Buku “Shahabat wanita utama Rosululloh dan keteladanan mereka” karya Mahmud Mahdi Al-Istambuli, Musthafa Abun Nashri Asy-Syilbi.
(Red-HASMI/grms/Ummu Umair)
[1] Namlah adalah sebuah istilah untuk sejenis penyakit bisul yang keluar di kening atau lambung. Dinamakan namlah (kata namlah dalam bahasa Arab berarti semut), karena orang yang terkena penyakit itu seolah-olah pada dirinya ada semut yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Ketika dibacakan ruqyah, biasanya penyakit itu sembuh dengan izin Alloh .
[2] Baca Al-Ishabah karya Ibnu Hajar al-‘Asqalani VIII/121