Waktu adalah kehidupan, karena hidup kita tidak lain adalah waktu yang kita miliki semenjak kita terlahir sampai kita dijemput kematian. Jika kita menyia-nyiakan waktu kita, berarti kita menyia-nyiakan hidup kita sendiri.
Jika ada orang yang mengatakan, “Mari kita bunuh waktu dengan bersenang-senang,” maka sebetulnya mereka telah membunuh hidupnya sendiri, tetapi mereka tidak sadar.
Waktu memiliki beberapa tabiat. Pertama, waktu berlalu sangat cepat, apalagi ketika zaman semakin akhir. Di antara tanda-tanda dekatnya hari kiamat adalah semakin terasa singkatnya waktu. Kedua, jika waktu sudah berlalu, ia tidak akan mungkin bisa kembali lagi. Selasa pekan depan berbeda dengan Selasa pekan ini. Pukul 10.00 besok berbeda dengan pukul 10.00 hari ini.
Dalam Islam, waktu memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Alloh [swt] sendiri tidak jarang bersumpah atas nama waktu. Salah satu maksud dari sumpah-sumpah tersebut adalah agar kita memperhatikan waktu.
Jika kita memperhatikan ibadah-ibadah yang disyariatkan dalam agama, kaitannya juga sangat erat dengan waktu. Ibadah sholat diatur pelaksanaannya berdasarkan waktu, dan ada waktu-waktu dimana kita dilarang untuk sholat. Tidak hanya sholat, ibadah-ibadah lain juga diatur dengan waktu. Ini semua tidak lain agar kita perhatian dengan waktu.
Mengenai pentingnya waktu, dalam sebuah hadits shohih (dengan syarat Bukhori-Muslim ) yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dari Ibnu Abbas [ranhu], Rosululloh [saw] berpesan kepada kita: Ightanim khamsan qabla khamsin “Manfaatkanlah oleh kalian lima perkara sebelum datangnya lima perkara yang lainnya.”
Yang pertama, syababaka qabla haramika (masa mudamu sebelum masa tuamu).
Masa muda penuh dengan potensi dan kekuatan. Badan dan otot sedang kuat-kuatnya. Pikiran dan ingatan masih tajam. Semangat dan idealisme sedang menggebu-gebu. Akan tetapi godaan di masa muda juga besar, sehingga tidak heran banyak yang terjerumus dan menyia-nyiakan masa mudanya.
Semestinya generasi muda Muslim bisa mencontoh generasi muda para pendahulu kita, seperti Ali bin Abi Tholib, Mush’ab bin Umair, Usamah bin Zaid, Muhammad Al-Fatih, dan yang lainnya. Bukan malah menggandrungi dan mencontoh idola-idola yang justru menjerumuskan, seperti penyanyi, bintang film, bintang sepakbola dan sebagainya.
Ingatlah bahwa salah satu di antara tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Alloh [swt] pada hari kiamat adalah: syaab nasya-a fii ibadatillah “Seorang pemuda yang tumbuh besar dalam ibadah dan ketaatan kepada Alloh [swt]” (HR. Bukhori dan Muslim)
Yang kedua, shihhataka qabla saqamika (masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu).
Seringkali kita baru menyadari besarnya nikmat sehat ketika sudah sakit. Bayangkan pula orang yang banyak harta tetapi sakit keras dan hanya bisa terbaring di atas dipan rumah sakit. Apakah ia akan bisa menikmati harta bendanya? Kadang untuk makan dan minum saja ia tidak bisa.
Sebetulnya amat mengherankan bagaimana kita bisa tetap sehat, karena menurut para ahli sistem dan mekanisme dalam tubuh manusia sangatlah kompleks dan rumit. Jika bukan karena pemeliharaan dan kasih sayang Alloh [swt], niscaya amat sulit sistem dan mekanisme tersebut bisa terus terjaga dalam keadaan baik.
Yang ketiga, ghinaka qabla faqrika (masa kayamu sebelum datang masa fakirmu)
Kecenderungan manusia adalah bakhil (kikir). Pada saat yang sama setan juga akan selalu membisiki manusia untuk bersikap bakhil. Maka kapanpun kita diberi kelapangan harta kekayaan oleh Alloh, mari betul-betul kita manfaatkan untuk bersedekah. Kita tunaikan zakat kita. Bahkan bukan hanya zakat, tetapi juga infaq-infaq yang lainnya.
Sebetulnya kekayaan pun bukan hanya berupa harta benda. Jikapun kita tidak memiliki kekayaan harta benda, bisa jadi kita memiliki kekayaan dalam bentuk yang lainnya seperti kedudukan dan ilmu. Tentu saja itu semua juga bisa disedekahkan.
Yang keempat, faraghaka qabla syughlika (masa luangmu sebelum datang masa sibukmu).
Rosululloh [saw] bersabda, “Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia menyia-nyiakannya: sehat dan waktu luang.” (HR. al-Bukhori, Ahmad, Tirmidzi, Darimi, dan Ibnu Majah)
Memang demikian. Justru kebanyakan manusia malah terlena ketika sedang senggang. Di waktu-waktu senggang, kebanyakan orang justru suka melakukan hal-hal yang sia-sia, bahkan yang maksiat. Padahal Rosululloh [saw] berpesan, “Di antara indikasi bagusnya keislaman seseorang adalah kemampuannya meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. at-Tirmidzi)
Yang kelima, hayataka qabla mautika (hidupmu sebelum datang kematianmu)
Kematian bisa datang kapan saja. Tidak harus menunggu tua. Tidak jarang pula kematian datang secara mendadak dan tidak terduga. Disamping itu, kematian jika datang tidak mungkin bisa diundur barang sejenak pun.
Hidup kita ini, seberapapun lamanya, adalah waktu yang sangat pendek – jika dibandingkan dengan lama dan kekalnya akhirat. Karena itu, marilah kita sedikit bersabar dan menahan diri dalam hidup ini – sabar untuk taat, sabar untuk tidak melanggar aturan Alloh, sabar dengan berbagai hal yang tidak menyenangkan – karena hidup ini hanya sebentar. Jika kita tidak bisa menggunakan hidup kita dengan baik, maka kita akan menyesal untuk selama-lamanya. Namun penyesalan ketika itu tidak lagi berguna.
Karena itu, marilah kita gunakan hidup kita semata-mata untuk beribadah kepada Alloh [swt], karena sebenarnya tidaklah kita diciptakan kecuali untuk beribadah kepada-Nya.
(Red-HASMI)