Menurut etimologi (bahasa), ilmu berasal dari bahasa Arab yang berarti naqidh al-jahl (lawan kata dari jahil atau bodoh). Sedangkan beberapa pakar bahasa Arab sering mengartikan ke dalam 4 pengertian, yaitu:
- Idrak al-syai`i bi hakikatih (Mengerti hakekat sesuatu),
- Al-Yakin (Keyakinan),
- Nur yaqdzifuhu Alloh fi Qolbi man yuhib (Cahaya yang dihantarkan Alloh ke dalam lubuk jiwa orang yang dicintaiNya), dan
- Al-Ma`rifah (Pengetahuan). [1]
Jika di dalam Al Qur`an dan hadis terdapat penyebutan kata ilmu secara mutlak, maka yang dimaksud adalah ilmu syar`i. Marilah kita perhatikan dua ayat berikut ini:
Alloh [swt] berfirman:
…niscaya Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat... (QS. Al Mujadilah [5]8:11)
Alloh [swt] berfirman:
…Katakanlah:”Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui…” (QS. Az-Zumar [39]:9)
Rosululloh [saw] bersabda:
“Menuntut ilmu itu fardhu bagi setiap muslim” (HR. Ibnu Majah) [2]
Rosululloh [saw] bersabda:
“Barangsiapa yang menempuh perjalanan meraih ilmu, niscaya Alloh mudahkan baginya dalam menempuh jalan surga”. (HR. Muslim)[3]
Ilmu yang wajib dicari oleh seorang mu`min, baik yang bersifat wajib maupun anjuran adalah ilmu yang menghantarkan dirinya kepada kebenaran dan menjauhkannya dari kesesatan dan kebatilan. Ilmu yang paling terhormat adalah ilmu yang dapat menunjukkan tentang Alloh [swt] dan menghantarkannya untuk mengetahui dan mentauhidkan Alloh. Ibnu Qayyim [rahimahu] berkata:
“Seandainya seorang hamba mengenal semua hal, akan tetapi dia tidak mengenal Tuhannya, maka dia seperti tidak mengenal apapun.
Seandainya dia meraih segala bentuk bagian dunia, kelezatan dan kesenangannya. Akan tetapi dia tidak memperoleh kecintaan Alloh, kerinduan dan kesejukan bersamaNya, maka seakan dia tidak meraih kelezatan, kenikmatan dan keindahan apapun”. [4]
Ilmu yang bermanfaat berarti ilmu yang menghantarkan seseorang untuk mengabdi kepada Alloh [swt], suatu pengabdian dalam arti yang totalitas dan paripurna seperti yang dijelaskan oleh Alloh [swt] dalam firmanNya:
Katakanlah:”Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Alloh, Robb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Alloh)”. (QS. Al An`am [6]:163)
Ibadah dalam perspektif al-Qur`an adalah manhaj al-hayat al-kamil al-syamil (sistem kehidupan yang total dan paripurna). Ibadah dalam pengertian ini mencakup seluruh segi syi’ar-syi’ar ibadah shalat, shaum, menyembelih karena Alloh, bahkan seluruh sisi kehidupan dan kematian manusia. Alloh [swt] telah menjadikan ibadah sebagai tujuan diciptakan jin dan manusia. Alloh [swt] berfirman:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Adz-Dzariyat [51]:56)
Jika sudah menjadi keniscayaan bahwa tujuan asasi kehidupan seorang muslim adalah mewujudkan pengabdian murni hanya kepada Alloh [swt], dengan menegakkan manhaj-Nya di muka bumi dan syari`at-Nya yang merupakan tuntutan syahadat la ilaha illalloh dan Muhammad Rosululloh [saw], maka setiap ilmu yang menghantarkan seseorang kepada tujuan ini dan mempelajari target-targetnya itulah ilmu yang wajib dicari dan dipelajari oleh setiap individu ummat. [5]
Telah banyak nash-nash yang menerangkan keutamaan ilmu dan orang yang menerangkan keutamaan ilmu dan orang yang berilmu, Keutamaaan dan kedudukan ini semakin bertambah sesuai dengan kemuliaan apa-apa yang di pelajari, pendalaman dan mengamalkan ilmu serta dan dampak positif terhadap para pengusung ilmu tersebut.
Dan tatkala keutamaan ilmu ini sudah diketahui semua orang apalagi orang-orang tertentu (orang-orang yang berilmu) maka tidak dibutuhkan lagi untuk menjelaskan secara detail dalil-dalil yang menunjukkan hal itu ataupun menjelaskan kembali kebaikan-kebaikannya, karena memang sudah banyak buku-buku yang ditulis tentang hal ini secara tersendiri, akan tetapi kita hanya akan menyebutkan (keutamaan-keutamaan) yang bisa membangkitkan semangat dan menguatkan kembali rasa semangat.
Ibnu Qayyim [rahimahu] menyebutkan lebih dari 153 sisi tentang keutamaan ilmu dan kemuliaan orang yang berilmu baik di dunia ataupun di akhirat, dan saya akan meringkas sebagian yang disebutkan oleh beliau:
- Alloh [swt] menjadikan orang-orang yang berilmu sebagai saksi atas persaksian teragung, yaitu persaksian keesaan-Nya. Alloh [swt] juga menggandengkan persaksian mereka orang-orang berilmu dengan kesaksianNya sendiri. Semua ini merupakan pernyataan keadilan dan sertifikasi khusus dari Alloh [swt] untuk mereka, karena Alloh [swt] tidak memberikan persaksian kecuali kepada orang-orang yang dipandang adil.
- Alloh [swt] menolak persamaan antara kedudukan orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu
- Alloh [swt] memerintahkan nabi-Nya agar memohon kepada-Nya tambahan ilmu sebagaimana Alloh [swt] berfirman (QS. Thoha : 114) maka cukuplah ini sebuah kemuliaan tentang ilmu.
- Alloh [swt] berfirman mengangkat derajat (orang-orang) yang berilmu dan beriman secara khusus.
- Alloh [swt] bersaksi bahwa orang yang telah diberi ilmu berarti telah diberi kebaikan yang melimpah.
(Red-HASMI/grms/Dr. Muhammad Sarbini, M.H.I.)
[1] Ibrahim Unais, al-Mu`jam al-wasit, (Kairo, Majma` al-Lugoh al-`Arabiyyah, tt), hal : 655
[2] Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, (Libanon, Dar al-Fikr, 1995), nomor: 224
[3] Muslim bin al-Hajjaj, Shohih Muslim, (Riyad, Dar al-Adzkar al-Duwaliyah, 1998), nomor:2699
[4] Muhammad ibnu al-Qayyim, Igatsat al-Lahfan, (Beirut Dar al-Ma`rifah, 1997), hal : 1/68
[5] Muhammad al-Ulyani, Manhaj Kitabat al-Tarikh al-Islami, (Riyad, Dar al-Tayyibah, tt), hal : 30-31