Dalam lembaran sejarah, Islam di masa keemasannya tidak pernah sunyi dari kisah heroik para pahlawan yang gagah berani. Keberanian dan ketangkasan mereka di medan laga yang senantiasa terhiasi oleh keindahan ikhlas dan sabar menjadi episode gemilang yang takkan terlupakan. Di antara sosok yang mengisi lembaran episode gemilang tersebut adalah Ar-Robi’ bin Ziyad al-Harits [ranhu].
Untuk mengetahui kisah kepahlawannya, kita bisa menyimaknya pada masa awal kekholifahan ‘Umar bin Khoththob [ranhu]. Setelah peperangan melawan nabi-nabi palsu yang dipelopori oleh kholifah sebelumnya yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq [ranhu], kini fokus khalifah baru, ‘Umar bin Khoththob [ranhu] adalah melakukan perluasan wilayah kekuasaan Islam dan membebaskan negeri-negeri dari kekufuran dan kesyirikan.
Pada waktu itu tersebutlah pemimpin tertinggi pasukan kaum Muslimin, Abu Musa al-Asy’ari [ranhu] telah menyiapkan pasukan untuk membuka kota Manadhir di daerah Ahwaz atas perintah Amirul Mukminin Umar bin Khoththob [ranhu]. Di dalam pasukannya terdapat pahlawan pilihan, ar-Robi’ bin Ziyad [ranhu].
Medan perang Manadhir ternyata tidak mudah untuk ditaklukkan. Penduduk setempat memberikan perlawanan yang sengit. Jumlah korban dari kubu Muslimin pun cukup besar, termasuk di dalamnya saudara ar-Robi’ , yaitu al-Muhajir bin Ziyad [ranhu]. Abu Musa [ranhu] kemudian menyerahkan komando pasukan kepada ar-Robi’ [ranhu] untuk menaklukkan kota Manadhir, sedangkan ia sendiri berangkat bersama pasukan lainnya untuk menaklukkan kota lain.
Panglima Terkemuka
Bersama pasukannya ar-Robi’ [ranhu] menyerbu bagaikan badai yang menerjang. Kali ini mereka tidak memberikan kesempatan kepada musuh untuk berbuat banyak. ar-Robi’ [ranhu] dan pasukannya dengan gagah berhasil menerobos pertahanan lawan. Kemenangan pun diraih oleh kaum Muslimin, mereka memperoleh ghonimah dalam jumlah besar.
Dengan keberhasilan dalam misi pertamanya tersebut, ia menjadi panglima terkemuka yang mampu mengatasi masalah dan tugas berat dengan baik.
Begitu dipancangkan rencana untuk membebaskan Sajistan, kepemimpinan pasukan diserahkan kepada ar-Robi’ [ranhu] dan kaum Muslimin mengharapkan kemenangan melalui tangannya setelah meminta pertolongan kepada Allah [swt].
ar-Robi’ [ranhu] dan pasukannya segera berangkat menuju Sajistan. Mereka melewati lereng-lereng terjal yang tak mampu dilewati meskipun oleh binatang buas. Hal ini dilakukan agar pasukan kaum Muslimin dapat mempersingkat jarak tempuh.
Rintangan pertama yang harus dihadapi adalah sebuah kota indah bernama Rustak Zalik di perbatasan Sajistan. Kota ini penuh dengan istana-istana megah yang dikelilingi oleh benteng-benteng berdinding tinggi.
Sang panglima pertama-tama mengirim pasukan sandinya ke Rustak Zalik. Dari pasukan ini diperoleh laporan bahwa penduduk kota akan mengadakan suatu upacara di malam hari. Berdasarkan informasi tersebut, ar-Robi’ [ranhu] merencanakan untuk memulai serbuan mendadak pada saat upacara berlangsung.
Strategi Panglima
Strategi ar-Robi’ [ranhu] ternyata berhasil dengan gemilang. Dia berhasil meringkus 20.000 orang dan menawan tokoh-tokoh mereka yang disebut dughan. Dari masing-masing dhugan tersebut, ar-Robi’ menuntut mereka mengisi batas garis yang telah dibuatnya dengan emas dan perak sebagai persyaratan kebebasan mereka.
Perjalanan pun dilanjutkan. ar-Robi’ [ranhu] mulai menyusup ke Sajistan. Satu demi satu benteng-benteng dikuasai oleh pasukan Muslimin laksana daun-daun kurma yang berguguran diterpa angin topan. Bersamaan dengan itu, penduduk dari kota-kota dan desa-desa datang meminta perlindungan dan menyerah sebelum berhadapan dengan pedang-pedang pasukan Muslimin.
Pasukan terus maju ke Zaranja, ibukota Sajistan. Telah nampak musuh sudah siap dengan persenjataan dan bala tentara yang besar. Sepertinya mereka bertekad mempertahankan wilayahnya mati-matian. Pertempuran pun berkecamuk dengan dahsyat. Masing-masing pihak seakan tak peduli berapa banyak korban yang jatuh.
Tatkala tampak tanda-tanda kemenangan memihak ke kubu Muslimin, pimpinan musuh yang bernama Barwiz berupaya menawarkan perdamaian meskipun sebenarnya ia masih memiliki kekuatan. Ia mengirim utusan kepada ar-Robi’ , meminta agar diadakan perundingan damai. Ar-Robi’ pun menyetujuinya.
Barwiz berupaya untuk melunakkan kaum Muslimin dengan perundingan, sehingga ia terhindar dari kekalahan telak. Namun, ia tidak mengetahui bahwa pangliman pasukan Muslimin adalah seorang yang cerdik dan berpengalaman dalam menyusun strategi.
Ar-Robi’ memerintahkan pasukannya untuk menyiapkan tempat perundingan. Diaturnya agar di sekitar tempat itu tampak mayat-mayat prajurit Persia berserakan. Juga di sepanjang jalan yang akan dilalui oleh Barwiz, mayat-mayat disebar tak teratur.
Ar-Robi’ sendiri adalah orang yang bertubuh tinggi besar berkulit merah. Tentu saja hal ini menimbulkan rasa takut pada Barwiz. Begitu ia melihat ar-Robi’ , kontan tubuhnya gemetar ketakutan. Belum lagi di sepanjang jalan ia menyaksikan tumpukan mayat prajurit Persia, juga di sekitar tempat pertemuan.
Barwiz tak berani walau hanya mengulurkan tangan untuk berjabatan. Tenggorokannya seolah tercekik ketika berbicara. Alih-alih memperoleh keuntungan dari perundingan tersebut, Barwiz malah menawarkan perdamaian dengan menyerahkan seribu orang yang masing-masing memikul emas di kepalanya. Akhirnya, ar-Robi’ bin Ziyad [ranhu] memasuki kota Zaranja disambut oleh seribu orang yang memanggul emas, berbaur dengan takbir dan tahlil kaum Muslimin.
Setelah meraih keberhasilan yang mengagumkan dalam membebaskan kota Sajistan, Ar-Robi’ tetap berperan sebagai pahlawan. Ia membuka kota demi kota dan menjadi wali untuk beberapa wilayah.
Setelah berhasil menegakkan panji tauhid dan menumbangkan tonggak-tonggak kesyirikan serta kezhaliman, datanglah padanya apa yang telah ditetapkan untuk seluruh jiwa, yaitu kematian.
Kematian menjemput pada hari jum’at. Saat senja, ruh ar-Robi’ berpisah dengan jasadnya dan kembali kepada Robb-Nya [swt].
(Red-HASMI)