Antara Gus Dur dan The Wahid Institute

Gus Dur, siapa yang tak kenal dengan nama ini. Sosok yang bernama asli Abdurrahman Wahid ini adalah seorang yang pernah menduduki orang nomor satu di Indonesia, alias pernah menjadi presiden RI yang ke-4.

Sosok Gusdur

Namun, bukan hanya karena dia seorang presiden yang membuat Gus Dur menjadi sosok “fenomenal” di bumi Indonesia ini, terkhusus di kalangan umat Islam, tetapi karena aksi-aksi serta lontaran-lontaran nyelenehnya lah yang terkadang membuat orang-orang menggeleng-geleng kepala tak habis pikir. Dari yang biasa sampai yang bernada kufur telah menjadi bagian dari kenyelenehan dirinya.

Seperti apa? Ya, beberapa diantaranya dia pernah melontarkan saran agar Indonesia mengakui Israel, dan dia mengatakan bahwa Israel berperang dengan akal, sedang HAMAS berperang dengan nafsu. Pernyataan itu disampaikan Gus Dur dalam lawatan ke AS untuk menerima penghargaan sebuah LSM Yahudi yang sangat Zionistik, Simon Wiesenthal Center.

Pernyataan seperti di atas, mungkin bisa kita kategorikan masih “biasa” jika dibandingkan dengan pernyataan dia tentang ketidakkafiran Yahudi dan Kristen. Menurut dia, seperti yang pernah dikutip dari wawancara kajian Islam Utan Kayu di radio 68H Jakarta, bahwa “Menurut al-Qur’an, orang Kristen dan Yahudi itu bukan kafir, tapi digolongkan sebagai ahlul kitab. Yang dibilang kafir oleh al-Qur’an adalah ”orang-orang musyrik Mekkah, orang yang syirik, politeis Mekkah”. Sementara di dalam fikih, orang yang tidak beragama Islam itu juga disebut kafir. Itu kan beda lagi. Jadi, kita jelaskan dulu, istilah mana yang kita pakai.”

Ketika marak penghinaan terhadap Rosululloh  dengan karikaturnya, Gus Dur adalah orang yang termasuk bereaksi cepat, namun bukan pernyataan pembelaan terhadap kehormatan Rasulullah, tetapi dia justru malah lebih memilih mendiamkan dan menganggap sebagai persoalan biasa saja.

Ketika menjabat sebagai Presiden, dia mengeluarkan anjuran untuk merayakan Natalan bersama. Kemudian juga dia menetapkan hari raya imlek umat Kong Hu Cu. Dan setelah itu, atas dukungannya, marak bermunculan praktik ibadah do’a bersama.

Selepas diturunkan paksa dari kursi presiden, ternyata tidak menyurutkan lisannya untuk mengeluarkan hal-hal yang kontroversial, bahkan kala itu sudah membuat sakit hati umat Islam. Dia mengatakan bahwa al-Qur’an adalah kitab paling porno. Kontroversi “Al-Qur’an porno” ini bermula ketika dalam sebuah wawancara yang direlease dalam situs Islam Liberal, dengan beraninya Gus Dur menghina al-Qur‘an sebagai kitab suci terporno di dunia. “Sebaliknya menurut saya. Kitab suci yang paling porno di dunia adalah al-Qur’an, ha-ha-ha…” katanya sambil tertawa terkekeh-kekeh.

Selain itu, pembelaan terhadap Ahmadiyah atau ajaran-ajaran lainnya yang jelas-jelas telah menghina Islam juga termasuk pernyataan kontroversial yang dia lontarkan.

Tidak cukup hanya di ranah pernyataan-pernyataan kontroversial, aksi-aksinya pun banyak yang mengundang tanda tanya. Seperti aksi cium medali Yahudi yang dilakukan pada acara penghargaan sebuah LSM Yahudi yang sangat Zionistik, Simon Wiesenthal Center seperti yang kita sebutkan di atas.

Dan masih banyak sebenarnya aksi-aksi lainnya yang tidak dapat kita sebutkan satu persatu di tempat yang terbatas ini. Mungkin satu yang paling menghebohkan dan mengundang banyak tanda tanya, adalah ketika secara mengjutkan, Gus Dur hadir dalam acara umat Kristen di Istora Senayan, Jakarta.

Menjelang disahkannya RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pada tanggal 12-16 Mei 2003 umat Kristiani mengadakan National Prayer Conference (NPC) dengan tema “Indonesiaku, Kesatuan Umat Menuju Transformasi Bangsa” di Istora Senayan, Jakarta. Salah satu pembicara dalam acara tersebut adalah Gus Dur, bekas presiden RI. Rekaman pidato Gus Dur dalam acara tersebut beredar luas ke masyarakat dan menghebohkan media. Melalui VCD yang mungkin sebagian kita sudah melihatnya tergambarkan adegan nyeleneh sebagai berikut:

Seperti kebiasaan dan ciri khasnya, di tengah pertarungan aspirasi umat Islam dan Kristiani soal pro-kontra RUU Sisdiknas, Gus Dur dalam pidatonya mendukung aspirasi Kristen. Saat dukungan itu terlontar dari mulut Gus Dur, seluruh jemaat Kristiani serempak bertepuk tangan riuh memberikan aplaus dengan wajah-wajah penuh suka cita.

Kurang jelas di mana posisi i’tiqad Gus Dur pada malam itu, karena dia memakai kata ganti (pronomina) “kita” untuk menyebut dirinya dan jemaat Kristen yang hadir. Sedangkan untuk umat Islam yang memperjuangkan RUU Sisdiknas (yang tidak hadir dalam acara), Gus Dur memakai kata ganti “mereka.” Dan Gus Dur menilai umat Islam sebagai orang yang “belum mengerti” dan berada di “jalan yang salah” sehingga harus didoakan supaya kembali ke jalan yang benar.

Usai memberikan pidato, moderator minta izin kepada Gus Dur untuk mendoakannya (tentunya doa kristiani dalam nama Yesus). Gus Dur menjawab dengan anggukan kepala tanda bahwa dia setuju. Lalu, dengan penuh semangat, MC mengatakan bahwa lebih dari sepuluh ribu pendeta, hamba Tuhan dan umat Kristiani akan berdoa memberkati Gus Dur sebagai “Bapak Bangsa.”

Pendeta Sudi Darma kemudian memulai memimpin doa dengan mengangkat tangannya ke atas kepala Gus Dur seolah memberikan berkat dan kekuatan kepada Gus Dur. Seluruh Jemaat pun mengiringi doa dengan berdiri sambil mengangkat tangan kanan dan mengarahkan telapak kanan ke arah Gus Dur, seolah-olah sedang memberikan suatu mukjizat kepada Gus Dur. Pendeta Sudidarma pun memberkati Gus Dur dalam nama Yesus.

Semua aksi serta lontaran-lontarannya tersebut tentu tidak sekedar keluar sebagai wacana semata, tetapi memang murni lahir dari ideologi yang hendak ditularkan pada yang lain, terkhusus umat Islam di Indonesia ini. Jika kenyelenehan yang ingin ditularkan hanya pada masalah-masalah kecil dan umum, tentu tidak terlalu masalah, tetapi masalahnya ini sudah menyangkut akidah atau keyakinan umat Islam. Tentang kafir atau tidaknya Yahudi dan Nashroni, tentang al-Qur’an kitab paling porno sedunia, tentang mengagungkan simbol agama lain, tentang keridhoan dido’akan oleh penganut agama lain, dan tentang-tentang kenyelenehan yang bersinggungan dengan kekufuran lainnya.

Seperti tentang kafir atau tidaknya Yahudi dan Nashroni. Aneh sekali, bagaimana mungkin kafir atau tidak kafir masuk ranah fiqih. Padahal ini soal aqidah. Sepertinya Gus Dur lupa dengan beberapa ayat al-Qur’an seperti, “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Alloh ialah al-Masih putera Maryam.” (QS. al-Maidah: 72)

Kalau soal kepornoan al-Qur’an, ini jelas sudah tidak perlu dipertanyakan lagi bentuk pengistihzaannya terhadap Kalamullah. Padahal telah jelas bagaimana hukum istihza itu.

Dari sini, kita bisa melihat, bahwa sebenarnya, semua yang telah ditelurkan oleh Gus Dur tersebut tidak terlepas dari pemikiran pluralime dan liberal. Sehingga wajar, jika saat ini, dia mendapat gelar Bapak Pluralisme. Suatu kebanggaan semasa hidup yang KINI pasti DISESALI.

Wahid Institut

Nah, lantas sekarang apa hubungannya antara Gus Dur dengan Wahid Institut? Tentu kita sudah dapat menebaknya!! Karena dari namanya saja sudah tampak hubungannya. Ya… Wahid Institut adalah sebuah lembaga yang didirikan oleh Gus Dur semasa hidupnya yang saat ini dikepalai oleh anak perempuannya sendiri, Yenni Zannuba Wahid.

Sebenarnya, yang lebih ingin kita bahas pada tulisan ini adalah tentang lembaga yang berdiri sejak tahun 2004 ini. Namun karena kurangnya referensi yang menyebutkan tentang sepak terjang lembaga ini, maka yang kita bahas adalah tentang sang maestronya, sebab sepertinya sama saja, karena apa yang hendak dicapai oleh lembaga ini, tiada lain dan tiada bukan adalah untuk meneruskan pemikiran-pemikiran yang telah digelontorkan oleh sang maestro tersebut.

Sebenarnya, lembaga ini tidak berbeda jauh dengan lembaga-lembaga liberal lainnya, tapi mungkin begini, lembaga ini adalah lembaga yang didirikan oleh seseorang yang lahir dari tokoh yang sangat dihormati, pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia, sehingga dampaknya, dia kecipratan “kehormatan” yang hampir sama dengan ayahnya. Mungkin di sinilah alasan kenapa banyak orang-orang atau bahkan para ulama Indonesia sendiri yang tidak terlalu “menghebohkan” di kala pendiri lembaga wahid institut ini membuat lontaran atau aksi yang nyeleneh, karena mereka masih segan atas “kebesarannya”.

Nah di sinilah permasalahannya, ketika Wahid Institut ini didirikan oleh Gus Dur sendiri dan namanya pun dibuat sama persis dengan namanya, maka dampaknya, lembaga ini pun sedikitnya masih kebagian jatah “penghormatan” dari sebagian umum masyarakat kita, yang notabene mereka masih memiliki tradisi pengkultusan terhadap tokoh besar. Maka, jadilah lembaga ini berada di tingkatan yang lebih berbahaya dibandingkan lembaga-lembaga liberal lainnya. Ini yang harus kita waspadai..!!

Wallahu a’lam.

(Red-HASMI)

Check Also

Ketika Galau Melanda, Kemanakah Diri Menambal Luka

Ketika Galau Melanda Kemanakah Diri Menambal Luka Tanpa perlu banyak penelitian, sungguh pasti bahwa di …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot