Manusia diciptakan Alloh [swt] sebagai makhluk sosial, ia tidak dapat melangsungkan kehidupannya kecuali dengan saling tolong-menolong satu sama lain. Hal ini dikuatkan dengan adanya perbedaan status sosial, jenis kelamin, kemampuan berfikir, kekuatan fisik dan kepemilikan harta, ini semua merupakan sunnatulloh yang tidak bisa dielakkan, semata-mata agar manusia saling membutuhkan dan tolong-menolong.
Alloh [swt] berfirman yang artinya:
“Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Robbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. az-Zukhruf [43]: 32)
Di lingkungan sekitar kitapun kita saksikan betapa banyaknya makhluk-makhluk Alloh [swt] selain manusia yang hidup saling tolong-menolong, kita ambil contoh koloni semut dan lebah. Kita perhatikan bagaimana naluri semut dan lebah yang hidup saling tolong-menolong dan bergotong royong dalam mencari makan, membuat sarang, berkembang-biak, bahkan mereka tolong-menolong dalam mempertahankan kelompoknya dari serangan musuh. Ini semua pelajaran yang berharga bagi orang-orang yang berfikir.
Tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa merupakan satu kewajiban, dan sebaliknya kita dilarang untuk saling tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Sungguh agung perintah Alloh [swt] ini. Jika hal ini diterapkan dalam kehidupan manusia, pasti akan mendatangkan kebaikan yang banyak.
Alloh [swt] berfirman yang artinya:
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Alloh, sesungguhnya Alloh amat berat siksa-Nya.” (QS. al-Baqoroh [2]: 2)
Dari ayat ini dapat kita ambil faidahnya, diantaranya adalah, pertama: Bahwa tolong-menolong dalam kebaikan merupakan satu kewajiban, hal ini mencakup seluruh kebaikan yang membawa manfaat, baik di dunia maupun akhirat. Termasuk dalam pengertian ini adalah tolong-menolong dalam dakwah, amar ma’ruf dan nahyi munkar.
Dalam tafsirnya Imam al-Qurthubi berkata:
“Tolong-menolong adalah kewajiban bagi manusia. Ulama menolong dengan ilmunya, orang kaya menolong dengan hartanya, orang yang kuat menolong dengan tenaganya, pejabat menolong dengan jabatannya, dan seorang pemikir menolong dengan pemikirannya.
Kedua: tolong-menolong merupakan wujud dari loyalitas seorang Muslim kepada Muslim yang lain. Tidak mungkin seorang yang mengaku beriman kepada Alloh [swt] tetapi ia justru memusuhi orang Mukmin dan bahkan menolong orang kafir. Sudah dipastikan orang yang mengaku beriman tetapi ia menolong orang kafir ia adalah seorang munafik. Orang-orang kafir pun, mereka saling tolong menolong dalam memusuhi Alloh [swt], Rosul-Nya dan orang-orang beriman.
Semakin kuat keimanan seseorang, maka semakin kuat semangat-nya untuk menolong sesama Mukmin yang lain, terlebih menolong dakwah. Ini adalah karakter seorang Mukmin.
Alloh [swt] berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar…” (QS. at-Taubah [9]: 71)
Rosululloh [saw] bersabda:
(( إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا ))
“Sesungguhnya seorang Mukmin dengan Mukmin yang lain seperti sebuah bangunan yang saling menguatkan satu sama lain.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)
Ketiga: tolong-menolong adalah inti kekuatan kaum Muslimin. Khususnya tolong- menolong di dalam dakwah. Kita ketahui bahwa musuh-musuh islam bersatu memerangi Islam. Berapapun banyaknya umat Islam jika tanpa adanya sikap tolong-menolong dalam dakwah, maka ibarat buih di lautan yang banyak tetapi lemah diporak-poranda-kan oleh karang di pantai. Tidaklah umat Islam lemah kecuali karena mereka berpecah belah, saling bersilisih dan tidak saling tolong-menolong.
Alloh [saw] berfirman:
“Dan taatlah kepada Alloh dan Rosul-Nya dan janganlah kalian berbantah-bantahan, yang menyebabkan kalian menjadi gentar dan hilang kekuatan kalian dan bersabarlah. Sesungguhnya Alloh beserta orang-orang yang sabar.” (QS. al-Anfal [8]:46)
Alloh [swt] berjanji jika kalian saling tolong-menolong dalam membela agama-Nya, pasti Alloh [swt] akan menolong kalian dan mengokohkan kalian.
Ulama mengatakan bahwa tolong-menolong dalam dakwah merupa-kan salah-satu rukun dalam berdakwah kepada Alloh [swt]. Betapa pentingnya tolong-menolong dalam dakwah, sampai-sampai Nabi Musa [alayhis] memohon kepada Alloh [swt] seorang penolong dari kalangan keluarganya yaitu Nabi Harun untuk mensukseskan misi dakwahnya kepada Fir’aun. Dalam al-Qur’an Alloh [swt] abadikan do’a Nabi Musa [alayhis] ini yang artinya:
“Dan Jadikanlah untukku seorang penolong dari keluargaku.” (QS. Thoha [20]: 29)
Hendaklah umat Islam saling tolong-menolong dalam dakwah, karena tolong-menolong dalam dakwah akan memperkuat keberhasilan dakwah. Ingatlah ketika Alloh [saw] kisahkan tiga orang utusan yang diutus kepada penduduk suatu kampung.
Alloh [swt] kisahkan di dalam al-Qur’an:
“(Yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: ‘Sesungguhnya Kami adalah orang-orang diutus kepada kalian’.” (QS. Yasin [36]:14)
Tolong-menolong dalam dakwah adalah wajib terlebih jika dakwah dalam keadaan terjepit. Ketika keadaan sulit Alloh [swt] menguji siapakah orang-orang yang benar-benar beriman yang akan menolong agama Alloh [swt]. Para penolong dakwah adalah hamba-hamba pilihan yang betul-betul menyerahkan dirinya hanya untuk Alloh [swt]. Seperti halnya hawariyun (sahabat setia) Isa [alayhis] yang menolong Nabi Isa [alayhis] ketika Bani Isroil mengingkari kenabian Nabi isa [alayhis].
Alloh [swt] berfirman:
“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsroil) berkatalah dia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Alloh?” Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: “Kamilah penolong-penolong (agama) Alloh, Kami beriman kepada Alloh; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang berserah diri.” (QS. Ali Imron [3]: 52)
Dakwah tidak dapat dilakukan secara personal-personal. Dakwah harus dilakukan secara berjama’ah dan terorganisir serta saling tolong-menolong.
(Red-HASMI)