Potret keterpurukan pada masa jahiliyyah mencapai titik nadir. Mayoritas manusia ketika itu menganut ajaran paganisme (penyembahan kepada berhala). Moralitas manusia hancur berantakan. Aktifitas kesyirikanpun sangat melekat pada diri mereka. Memohon perlindungan kepada berhala, meminta rezeki di hadapan berhala, menyembelih binatang ternak dengan menyebut nama berhala, dan meminta kesembuhan kepada berhala, semua itu menjadi pemandangan kehidupan sehari-hari yang senantiasa terus berulang. Minuman keras menjadi hidangan harian. Perjudian merebak dimana-mana. Pelacuran menjadi tradisi yang dilegalkan.
Potret Keterpurukan Pada Masa Jahiliyyah
Kondisi religuitas yang sangat parah itu, Alloh [swt] mengutus seorang Rosul, Muhammad [saw]. Inilah merupakan anugerah dan nikmat yang sangat besar bagi kehidupan manusia.
Alloh [swt] berfirman:
“Sungguh Alloh telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Alloh mengutus di antara mereka seorang Rosul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Alloh, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali ‘Imron [3]:164)
Dr. Safar Hawali berkata, “Bagaimana halnya dengan sebuah masyarakat yang tidak beragama dan tidak ada Rosul di sisi Alloh [swt] yang diutus untuk mereka. Jikalau bukan karena Alloh [swt] mengutus para nabi, niscaya manusia tidak mampu membedakan antara yang benar dan salah, kebaikan dan keburukan, mereka tidak memperoleh hidayah, mereka tidak mengetahui jalan menghantarkan ke surga dan neraka. Inilah nikmat agung yang Alloh [swt] anugerakan kepada manusia.”
Dalam ayat di atas, Alloh [swt] menjelaskan bahwa salah satu tugas yang diemban oleh Rosululloh [saw] adalah membersihkan jiwa-jiwa manusia. Tugas ini sebagaimana yang Alloh [swt] jelaskan dalam firman-Nya:
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rosul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. al-Jumu’ah [62]: 2)
Dr. Safar Hawali berkata, “Tazkiyah adalah pensucian diri dari berbagai macam noda dan kotan hati, anggota badan, syi’ar-syi’ar, pikiran, akal, dan segala sesuatu. Alloh [swt] Tabaraka Ta’ala mengutus Nabi Muhammad [saw] mengemban misi mensucikan hati dalam aspek tauhid. Mensucikan hati dalam aspek tauhid yaitu; berlepas diri dari kesyirikan, dosa, kemaksiatan, menuruti hawa nafsu, terjerat oleh syubhat, segala noda yang melekat dalam jiwa manusia, baik berupa noda akidah, prilaku, pandangan, dan nilai.”
Dr. Sholih bin ‘Ali Abu ‘Arod dalam saad. net “ berkata, “Istilah ‘tazkiyyah’ digunakan oleh sebagaian salaf ash-Sholih untuk menunjukkan tarbiyyah islamiyyah secara sempurna, evaluasi jiwa, perhatian kepada jiwa, beramal untuk meningkatkan jiwa kepada jenjang tertinggi dalam aspek fisik, ruhani, dan akal. Adapun tafsir firman Alloh [swt]‘ mensucikan jiwa kalian’, yaitu (Nabi Muhammad [saw]) mensucikan akhlak dan jiwa kalian dengan mertabiyyah jiwa menuju kepada akhlak yang terpuji dan membersihkan diri dari akhlak tercela.”
Jika kita mencoba merenungi dan memperhatikan pendidikan berbasis kesucian jiwa ala Rosululloh [saw] kita akan kagum dan takjub. Alumni pendidikan pensucian jiwa ala Nabi [saw] mampu merubah tipe manusia berprilaku jahat menjadi beradab, tipe manusia bermusuhan menjadi berdamai, tipe manusia berakhlak tercela menjadi berakhlak terpuji, tipe manusia pengecut menjadi pemberani dan tipe manusia durhaka menjadi taat.
Lihatlah kaum Aus dan Khozroj, dahulu mereka saling berperang dan bercerai berai. Tak ada kata damai di antara mereka. Setelah mereka di didik dengan cahaya Ilahi oleh Nabi [saw] dengan pendidikan berbasis kesucian jiwa, mereka menjadi bersaudara. Peristiwa ini Alloh [swt] abadikan dalam firman-Nya;
“Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Alloh, dan janganlah kalian bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Alloh kepadamu ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Alloh mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kamu karena nikmat Alloh, orang-orang yang bersaudara…” (QS. Ali Imron [3]:103)