Indahnya Mutiara Kejujuran

Indahnya Mutiara Kejujuran – Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, jujur artinya lurus hati, tidak curang dan disegani. Orang yang berkata atau bersikap atau berbuat yang sebenarnya, sesuai dengan kata hatinya, disebut orang jujur. Berkata apa adanya, perkataannya jujur. Berbuat tidak curang, jujur namanya. Kejujuran menjadi hilang apabila seseorang berkata atau berbuat tidak sesuai dengan kata hati, atau sudah berganti dengan kecurangan ataupun kebohongan. Demikian pula orang yang suka berbuat curang pastinya tidak jujur. Orang yang suka mengingkari kata hatinya, juga dikatakan tidak jujur.

Indahnya Mutiara Kejujuran

Bercerita tentang kejujuran, banyak cerita yang bisa menggambarkan betapa kejujuran sangat melekat di kalangan orang-orang soleh terdahulu, walaupun bukan dari kalangan orang terpandang atau terhormat. Suatu hari, al-Hajjaj bin Yusuf berkhutbah Jum`at sangat panjang, lalu salah seorang yang hadir berkata: “Solat! Waktu tidak bisa lagi menunggumu dan Tuhan tidak lagi menerima alasanmu”. Maka, laki-laki itupun ditangkap. Lalu, kaum laki-laki itu mendatangi al-Hajjaj dan menuduh laki-laki itu sebagai orang gila. Maka, al-Hajjaj berkata: “jika dia mengakui bahwa dia gila, aku akan bebaskan dia”. Tapi, laki-laki itu berkata: “Tidak ada alasan bagiku untuk mengingkari nikmat yang telah Alloh berikan untukku dan tidak pantas aku mengaku gila, padahal Alloh bersihkan itu dari diriku”. Ketika, al-Hajjaj melihat kejujuran laki-laki itu, maka dia pun membebaskannya.

Dalam ajaran Islam, jujur diidentikkan dengan kata as-Sidqu, yang makna aslinya adalah “benar”. Memang berkata atau berbuat benar berarti pula berkata atau berbuat jujur. Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah rohimahulloh mengatakan bahwa sidq mencakup sidq dalam perkataan, amal perilaku dan al-ahwal. As-Sidq dalam perkataan berarti lurusnya lisan dalam berkata seperti lurusnya tangkai di atas batangnya. Sidq dalam perbuatan berarti lurusnya perilaku sesuai perintah dan suri tauladan seperti lurusnya kepala di atas badan. Sedangkan sidq dalam al-ahwal berarti lurusnya amal-amal hati dan perilaku anggota tubuh di atas keikhlasan. (Baca Tahdzib Madarijus Salikin: 356)

Sidq dalam kata berarti jujur

Sidq dalam niat dan tekad berarti serius, tangguh dan bercita-cita mulia

Sidq dalam amal berarti ikhlas, benar, sungguh-sungguh dan perfect

Sidq merupakan sifat atau karakter yang mulia, tinggi dan indah. Bukankah Alloh subhanahu wata’ala Yang Maha Mulia dan Tinggi mensifati diri-Nya dengan as-Sidq?

Alloh subhanahu wata’ala berfirman:
“Katakanlah: “Benarlah (apa yang difirmankan) Alloh”.. (Qs. Ali-`Imron [3]: 95)

Ibnu Katsir rohimahulloh mengatakan bahwa Alloh subhanahu wata’ala memerintahkan Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam untuk mengatakan: “Maha Benar Alloh tentang apa yang difirmankan-Nya dan apa yang disyariatkan-Nya di dalam al-Qur`an”.

Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam menyampaikan bahwa sidq akan memberi petunjuk manusia kepada surga, karena sidq-lah yang mendorong manusia melakukan berbagai kebaikan. Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

“Jujurlah kalian, sesungguhnya sidq akan mengantarkan kepada kebaikan dan kebaikan itu akan mengantarkan ke surga. Di saat seseorang selalu jujur dan menjaga kejujurannya, niscaya Alloh swt akan menetapkannya sebagai orang yang jujur”. (HR. Bukhori dan Muslim)

An-Nawawi rohimahulloh mengatakan: “menurut para ulama arti hadis ini adalah bahwa as-sidq memberi petunjuk kepada amal-amal solih yang bersih dari semua hal yang tercela”. Lalu, dalam keterangan lanjutan, an-Nawawi rhm mengatakan juga bahwa di dalam hadis ini mengandung anjuran untuk serius dalam sidq yang artinya sangat bertekad kuat dan serius menjaga kejujuran”. (Lihat Syarh Sohih Muslim, karya Imam an-Nawawi)

Untuk itu, Alloh subhanahu wata’ala memerintahkan orang-orang yang beriman untuk selalu bersama orang-orang yang sidq.

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Alloh, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang sidq.” (Qs. At-Taubah [9]: 119)

Ayat ini menurut Ibnu Katsir rohimahulloh mengandung arti “sidqlah kalian dan konsekuenlah dalam ke sidq-an, niscaya kalian akan bersama para siddiqin, selamat dari berbagai kehancuran dan diberikan jalan keluar serta kemudahan dalam setiap urusan kalian”.

Bagaimana kita bisa Membangun sikap keujujuran dalam diri kita?

  1. Muroqobah
    Merasa selalu diawasi oleh Alloh subhanahu wata’ala dalam setiap saat di kehidupannya. Keyakinan seperti inilah yang mendorong kuat seseorang untuk selalu berkata dan bersikap jujur, karena dia begitu yakin bahwa tak ada satupun bagian kehidupannya yang luput dari pengawasan Alloh subhanahu wata’ala.
  1. Malu
    Rasa malu pernah mendorong seorang Abu Sufyan yang saat itu masih musyrik untuk berkata jujur tentang Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam, saat dia ditanya oleh Heraclius. Untuk itu Abu Sufyan berkata: “Seandainya aku tidak memiliki rasa malu yang mengalahkan keinginanku untuk berdusta, niscaya aku akan berdusta tentang Muhammad”. Diriwayatkan oleh Bukhori.
  1. Bersahabat dengan Para Siddiqin
    Sahabat memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk karakter seseorang, bahkan agamanya. Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam bersabda:

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ

“Seseorang itu amat terpengaruh dengan adat hidup sahabat dekatnya, untuk itu lihatlah siapa orang yang menjadi sahabat dekatnya”. (Hr. Ahmad)

  1. Membudayakan Sidq dalam Keluarga
    Abdulloh bin `Amr bercerita: Suatu hari Ibuku memanggilku, sedangkan di saat itu Rosululloh sedang ada di rumahku. Ibuku memanggil: “Anakku, ke sini! Aku ingin memberimu sesuatu”. Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam bertanya kepada Ibuku: “Apa yang hendak engkau berikan kepada putramu?” Ibuku menjawab: “Aku ingin memberinya kurma”. Maka, Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam pun mengatakan: “Seandainya engkau tidak memberikan apa-apa, niscaya engkau akan dicatat sebagai seorang pendusta”. Hadits sohih riwayat Abu DaudRosululloh sholallohu’alaihi wasallam mengajarkan keluarga Abdulloh bin `Amir, terutama sang Ibu untuk membudayakan sikap jujur dalam keluarganya, dalam urusan sekecil apapun.
  1. Doa
    Selain Doa itu adalah ibadah kepada Alloh subhanahu wata’ala, Doa juga merupakan senjata ampuh bagi seorang muslim. Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam diajarkan doa:
    “Dan Katakanlah: “Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku ke tempat keluar yang benar…” (Qs. Al-Isro [17]: 80)
  1. Mengetahui tentang ancaman yang Alloh subhanahu wata’ala akan timpakan kepada para pendusta
    Jika seseorang mengetahui betapa ngerinya ancaman yang akan menimpa pendusta, maka hal itu akan mendorong dia semakin perhatian dengan kejujuran. Seorang pendusta akan mendapatkan ancaman yang sangat mengerikan, di antaranya: menghitamnya wajah pendusta karena terpanggang api neraka, mendapatkan ancaman wayl (sebuah kerak api Jahannam) dan dicap memiliki salah satu sifat kemunafiqan.

Kejujuran itu menentramkan jiwa, meningkatkan amal dan memperbaiki kualitasnya, memberikan dorongan kuat untuk selalu naik ke tangga-tangga puncak keagamaan yang semakin tinggi dan mulia. Ada yang lebih membahagiakan jiwa kita jika kita jujur dalam kehidupan? Yaitu kehidupan mulia dan penuh kenikmatan di surga bersama para siddiqin, kelompok orang-orang terhormat sesudah para Rosul dan Nabi, mengenyam berbagai kebahagiaan yang tiada tara.

Baca juga Artikel Sebuah Gerakan Kebangkitan

Check Also

IMRAN BIN HUSHAIN/Seperti Malaikat

IMRAN BIN HUSHAIN Seperti Malaikat   Pada tahun Perang Khaibar, ia datang kepada Rasulullah ﷺ …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot