Hari Idul ‘Adha adalah salah satu hari raya umat Islam selain Idul Fithri, karena Islam hanya memiliki dua hari raya, yaitu Idul Fithridan Idul Adha. Idul Adha akan segera tiba, namun kita sebagai kaum Muslimin hendaknya senantiasa introspeksi diri dari amalan-amalan yang telah kita perbuat, apakah amalan-amalan tersebut mendatang-kan pahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau sebaliknya..??!!. Kita menyaksikan beberapa amalan yang biasa dilakukan oleh kaum Muslimin yang menyelisihi kebiasaan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya (tidak di-syari’atkan) di saat hari raya, baik hari raya Idul Fithri maupun Idul Adha, dan setelahnya. Dari kebiasaan yang bersifat mubah (diboleh-kan), sampai kebiasaan-kebiasaan yang mengandung unsur kezha-liman. Kebiasaan-kebiasaan tersebut kurang diperhatikan oleh mayo-ritas kaum Muslimin tentang batasan-batasan syari’at Islam, sehingga mereka tidak menyadari bahwa kebiasaan yang mereka lakukan tidakdisyari’atkan dalam Islam, bahkan akan mendapat ancaman dari Allah ubhanahu wa Ta'ala, maka terjadilah suatu pelanggaran syari’at dan amalan ter-sebut tidak diterima oleh Allah ubhanahu wa Ta'ala. Beberapa amalan yang biasa di-lakukan oleh mayoritas kaum Muslimin pada hari raya, dan setelah-nya, antara lain:
Berhias dengan mencukur jenggot banyak dilakukan oleh mayoritas kaum Muslimin pada hari raya. Padahal mencukur jenggot adalah perkara yang diharamkan dalam Islam, karena Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk menjaga dan memanjangkannya, demikian juga yang berisi larangan mencukurnya. “Maka biarkanlah (peliharalah) jenggot-jenggot itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Memelihara jenggot pun adalah suatu yang disukai oleh Allah ubhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya. Jenggot dalam syari’at termasuk perkara yang difithrahkan oleh Allah ubhanahu wa Ta'ala yang tidak diperkenankan untuk merubahnya. Nash (dalil) tentang pengharaman mencukurnya ada di dalam kitab-kitab madzhab yang empat. (lihat Fathul Barri 10/351, Al-Ikhtiyaarot Al-Ilmiyyah:6, Al-Muhalla:2/220).
2. Berjabat Tangan dengan Wanita yang Bukan Mahram
Berjabat tangan dengan wanita yang bu-kan mahramnya merupakan amalan yang diharamkan dalam Islam, karena Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya juga orang-orang yang beriman sangat takut sekali terhadap fitnah kaum wanita, dan beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam mem-peringatkan secara keras masalah menyentuh wanita yangbukan mahram secara senga-ja. Ini merupakan musibah bagi kaum Mus-limin. Tidak ada yang selamat darinya, ke-cuali orang yang dirahmati oleh Allah ubhanahu wa Ta'ala. Berja-bat tangan dengan wanita yang bukan mah-ramnya adalah perbuatan yang diharamkan sesuai dengan sabda Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam:“Sungguh ditancapkannya kepala seseorang dengan jarum besi, itu masih lebih baik daripada dia menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya.” (HR.Thabrani).
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam merupakan suri tauladan kita beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam selama hidupnya tidak pernah menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Aisyah Radhiallahu anha istri Beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam mengatakan: “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh sama sekali tangan wanita di waktu saling berbai’at. Beliau tidak membai’at mereka (wanita) kecuali denga pekataannya, “Saya telah membai’at kamu atas hal itu.” (HR. Bukhari).
Dan pengharaman ini dinashkan dalam kitab-kitab madzhab yang empat.
3. Tasyabbuh (Menyerupai) dengan Lawan Jenis atau Orang Kafir Dalam Berpakaian, Mendengarkan Alat Musik, dan Kemungkaran lainnya.
Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang me-nyerupai suatu kaum , maka dia termasuk golongan mereka.” (HR.Ahmad).
Dan juga sesuai dengan sabda Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: “Niscaya akan ada dari umatku sekelompok orang yang akan menghalalkan perzinaan, sutra (bagi laki-laki), khamer (minuman keras dan sejenisnya), dan alat-alat musik. Dan sung-guh akan turun suatu kaum dari puncak gu-nung, lalu pergi kepada orang-orang yang memiliki ternak untuk meminta shadaqah, ka-rena mereka telah ditimpa kefaqiran. Para pemilik ternak lalu berkata: “Kembalilah kepa-da kami besok.” Kemudian Allah membinasa-kan mereka, dan menghancurkan/ menimpa-kan gunung itu kepada mereka dan Allah men-jadikan lainnya sebagai monyet dan babi-babi sampai hari Kiamat.” (HR. Al-Bukhari).
4. Mengkhususkan Hari Raya sebagai Hari untuk Berduka Cita dan Saling Memohon Maaf.
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam tidak pernah mengkhusus-kan hri tertentu pengkhususan untuk saling meminta maaf di antara kaum Muslimin, baik di hari raya ataupun di luar hari tersebut.
Barangsiapa yang berbuat dhalim atau bersalah kepada saudaranya, maka diwajib-kan baginya meminta maaf kepada sau-daranya dengan segera, tanpa menundanya hingga hari raya, sebab bisa jadi ajal men-jemputnya sebelum hari raya tiba.
5. Para Wanita Bertabarruj (Berhias)
Ketika keluar untuk sholat hari raya, biasa-nya mayoritas wanita Muslimah bertabarruj (berhias) dan tidak menjaga keamanan bagi keimanan kaum lelaki. Perbuatan ini adalah perbuatan yang diharamkan di dalam syari’at Allah ubhanahu wa Ta'ala. Oleh karena itu Allah ubhanahu wa Ta'ala memerin-tahkan kaum wanita agar senantiasa tetap tinggal di rumahnya kecuali udzur yang syar’i, seperti berangkat ke Mushola (tanah lapang) untuk menghadiri sholat hari raya. Allah ubhanahu wa Ta'ala berfirman: “Dan hendaklah kalian (wanita Mus-limah) tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu, dan diri-kanlah shalat dan tunaikan zakat.” (QS.Al-Ahzab: 33).
6. Mengkhususkan Ziarah Kubur pada Hari Raya
Sebagian kaum Muslimin mengkhususkan ziarah kubur pada hari raya. Tidak ada satu-pun riwayat dari ahli hadits ataupun ahli sirohtentang kebiasaan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan para sa-habatnya di hari raya ziarah kubur dan mem-baca surat Yasin di kuburan. Padahal mereka adalah generasi terbaik yang paling bersema-ngat dalam beribadah. Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah berzia-rah ke perkuburan Baqie’, namun tidak dise-butkan bahwa di sana beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam membaca Al-Qur’an di kubur, sebagaimana dalam hadits Aisyah Radhiallahu anha, ia berkata: “Sesungguhnya Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah keluar menuju Baqie’ untuk men-doakan mereka,” lalu Aisyah Radhiallahu anha menanya-kannya, Beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Aku diperintah-kan untuk mendoakan mereka.” Aisyah pun bertanya kepada beliau apa yang harus di baca di kuburan, maka Beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menga-jarkan salam dan doa, dan tidak menga-jarkan untuk membaca Al-Fatihah, Yasin atau surat lain dari Al-Qur’an.
Kita tidak dilarang untuk ziarah kubur pa-da hari raya, hanya saja adanya pengkhusu-san tertentu, maka hal ini menjadi suatu prak-tek ibadah baru yang tidak dikenal dan diajar-kan oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, belum lagi amalan lain yang tidak disyari’atkan pada saat itu.
7. Menyembelih Hewan Qurban sebe-lum ‘Idul Adha & Setelah Hari Tasyriq.
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melarang menyembelih hewan Qurban sebelum ‘Idul Adha dan sete-lah hari Tasyriq, beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam membolehkan un-tuk menunda penyembelihan pada hari keduadan ketiga setelah Idul Adha. Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersab-da: “Barangsiapa yang menyembelih sebe-lum shalat (‘Id) maka itu bukanlah termasuk hewan qurban sedikitpun. Sesungguhnya itu hanyalah daging yang dipersembahkan untuk keluarganya.” (HR.Bukhari & Muslim).
Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam juga bersabda: “Semua hari Tasyriq adalah hari penyembelihan.” (HR. Ahmad).
8. Meninggalkan Shalat Lima Waktu Berjama’ah di Masjid (Khusus Laki-laki)
Mayoritas kaum Muslimin (khususnya kaum lelaki) meninggalkan shalat berjama’ah di masjid tanpa ada udzur yang syar’i. bahkansebagian dari mereka hanya melakukan shalat Ied saja dan tidak menegakkan shalat lima waktu, ini merupakan perbuatan dosa besar.
Dan masih banyak lagi amalan-amalan yang tidak disyari’atkan, namun biasa dilaku-kan oleh sebagian besar kaum Muslimin.
Semoga Allah ubhanahu wa Ta'ala senantiasa memberi hidayah kepada kita untuk dapat menga-malkan ajaran yang dicontohkan oleh beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam saja. Beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Seburuk-buruk-nya perkara adalah perkara yang baru (dalam ibadah), karena setiap yang baru itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu adalah sesat.” (HR. Muslim).
Allahu a’lam.