HAKIKAT THOHAROH DALAM ISLAM
Thoharoh secara bahasa bermakna membersihkan kotoran. Baik kotoran yang berwujud atau hissiy maupun kotoran yang tidak berwujud atau maknawi. Adapun makna thoharoh secara istilah adalah menghilangkan hadats, najis, dan kotoran dengan menggunakan air atau tanah yang suci.
Jadi, yang dimaksud dengan istilah thoharoh adalah menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat di badan yang membuat tidak sahnya ibadah sholat dan ibadah-ibadah yang mensyaratkan kesucian lainnya.
Dalam Islam, thoharoh terbagi menjadi dua kategori, yaitu thoharoh secara maknawi dan thoharoh hissiy.
Thoharoh maknawi adalah bersuci dari segala bentuk kesyirikan, bid’ah, dosa, sifat tercela, maksiat, dan kotoran-kotoran iman lainnya. Pada hakikatnya, thoharoh maknawi adalah bentuk menyucikan diri dari noda-noda yang merusak diri dan iman seseorang. Thoharoh maknawi juga disebut pula dengan thoharohbatin.
Secara tegas, Alloh subhanahu wata’ala menyebutkan bahwa orang-orang kafir adalah najis. Ini menunjukkan bahwa seluruh keyakinan yang menyimpang dari ajaran Islam adalah najis yang wajib dibersihkan. Hal ini sebagaimana firman Alloh subhanahu wata’ala dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 28 berikut:
يَاأَيُّهَاالَّذِينَ آمَنُواإِنَّمَاالْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis…”
(QS. at-Taubah: 28)
Berkaitan dengan ayat ini, Syekh Abdurrohman as-Sa’di menjelaskan maksud kata najis dalam ayat tersebut adalah kotor dalam akidah dan amal perbuatan mereka dan peribadatan kepada selain Alloh subhanahu wata’ala adalah perbuatan yang jauh lebih kotor dari najis biasa.
Dalam hal ini, Imam Muhammad bin Ali asy-Syaukani juga menjelaskan bahwa jumhur ulama dari kalangan salaf yaitu ulama terdahulu dan kholaf yaitu ulama kontemporer, termasuk di antaranya ulama empat mazhab. Mereka berpendapat bahwa orang kafir tidaklah najis secara dzatnya. Sebab Alloh subhanahu wata’ala menghalalkan makanan mereka untuk umat Islam, dan Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam pun bermuamalah dengan mereka. Seperti berwudhu, makan, dan minum dengan menggunakan bejana mereka.
Dengan demikian, penyimpangan keyakinan adalah najis, bahkan jauh lebih najis dibanding najis lainnya. Tetapi, yang dimaksud najis tersebut adalah najis secara maknawi. Oleh karena itu, thoharoh maknawi ini lebih penting dari pada thoharoh hissiy.
Ada beberapa bentuk thoharoh maknawi ini. Di antaranya adalah:
Yang Pertama, Menauhidkan Alloh subhanahu wata’ala. Yaitu mengikhlaskan ibadah hanya kepada Alloh subhanahu wata’ala dengan memfokuskan tujuan beribadah hanya kepada-Nya. Tidak mencampur-adukan ibadah dengan kesyirikan dalam bentuk apapun. Alloh subhanahu wata’ala berfirman dalam surat al-Bayyinah ayat ke 5:
وَمَاأُمِرُواإِلَّا لِيَعْبُدُوااللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Alloh dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus.”
(QS. al-Bayyinah: 5)
Yang Kedua adalah Ittiba’ yaitu mengikuti Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam dalam memahami dan mengamalkan Islam. Baik berkaitan dengan akidah, ibadah, muamalah, akhlak, maupun seluruh sendi kehidupan. Ittiba’ merupakan bentuk thoharoh secara maknawi karena ibadah yang tidak sesuai dengan tuntunan Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam akan ditolak.
Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda dalam hadis riwayat Imam Muslim:
« مَنْ عَمِل َعَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَرَدٌّ».
“Barangsiapa yang melakukan amal ibadah yang tidak ada dasar perintahnya dari kami maka amalan tersebut ditolak.”
(HR. Muslim)
Yang Ketiga, Beramal sholih, yaitu mengerjakan kewajiban dan menjauhi larangan Alloh subhanahu wata’ala dan Rosul-Nya shollallohu’alaihi wasallam. Amal sholih ini bisa menjadi sebab meraih ampunan dari Alloh subhanahu wata’ala. Alloh berfirman dalam surat al-Maidah ayat 9:
وَعَدَاللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُواالصَّالِحَاتِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌعَظِيمٌ
“Alloh telah menjanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal sholih bahwa mereka akan diampuni semua dosanya dan mendapatkan pahala surga yang sangat besar.”
(QS. al-Maidah: 9)
Yang Keempat adalah Bertaubat, yaitu meminta ampun kepada Alloh subhanahu wata’ala dari seluruh dosa dan maksiat. Seperti sifat benci, hasad, iri, dengki, marah, dan sifat tercela lainnya. Berkaitan dengan perintah taubat dari segala macam dosa dan maksiat, Alloh subhanahu wata’ala berfirman dalam surat at-Tahrim ayat 8 yaitu:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
“Wahai orang-orang beriman, bertaubatlah kalian kepada Alloh dengan taubat yang sungguh-sungguh. Mudah-mudahan Tuhan kalian menghapuskan dosa-dosa kalian dan memasukan kalian ke dalam surga-surga.”
(QS. at-Tahrim: 8)
Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam yang dosa-dosanya telah diampuni baik yang lalu maupun yang akan datang pun senantiasa bertaubat dan meminta ampun setiap harinya? Imam Muslim meriwayatkan hadits bahwa Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:
يَاأَيُّهَاالنَّاسُ تُوبُواإِلَى اللَّهِ فَإِنِّى أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَمَرَّةٍ
“Wahai manusia, bertaubatlah kalian kepada Alloh dan memohon ampunlah kepada-Nya, karena sesungguhnya aku bertaubat sebanyak seratus kali dalam sehari.”
(HR. Muslim)
Selain seorang muslim dituntut untuk memerhatikan thoharoh maknawi setiap saat, ia pun harus memerhatikan thoharoh hissiy agar ibadah yang dilaksanakannya diterima oleh Alloh subhanahu wata’ala.
Kategori thoharoh yang kedua yaitu thoharoh hissiy. Maksud thoharoh hissiy adalah membersihkan diri dari kotoran berupa najis dan hadas. Najis adalah kotoran yang wajib dijauhi oleh seorang muslim dan wajib dibersihkan bila mengenai badannya.
Alloh subhanahu wata’ala berfirman dalam surat al-Muddatstsir ayat 4:
وَثِيابَكَ فَطَهِّرْ
“Pakaianmu itu bersihkanlah!”
(QS. al-Muddatstsir: 4)
Thoharoh hissiy ini, dilakukan dengan cara-cara yang telah ditentukan oleh Alloh subhanahu wata’ala dan Rosul-Nya. Yaitu berwudhu, mandi, tayammum, dan membersihkan najis dari badan, pakaian, dan tempat sholat. Suci dari hadas ini merupakan syarat sahnya ibadah sholat dan bagian dari cabang keimanan. Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim:
لاَيَقْبَلُ اللَّهُ صَلاَةَأَحَدِكُمْ إِذَاأَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
“Alloh tidak menerima sholat seseorang di antara kalian ketika berhadats hingga ia berwudhu.”
Wallohu Ta’ala a’lam…