بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
FATWA
MENJAMAK SHALAT MAGHRIB DAN ISYA
KARENA HUJAN
Lajnah Ilmiah dan Fatwa Harakah Sunniyyah untuk Masyarakat Islami (HASMI) dalam sidangnya pada tanggal 04 Dzul Qa’dah 1431 H/27 November 2010 M, setelah membaca dan menelaah permintaan DPP HASMI tanggal 27 Oktober 2010 M kepada Lajnah Ilmiah dan Fatwa untuk membahas dan memutuskan hukum jamak shalat Maghrib dan Isya di waktu hujan, dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. (1) pada asal atau dasarnya shalat harus didirikan pada waktunya; (2) kebanyakan hujan yang terjadi di waktu Maghrib sudah reda sebelum waktu Isya; (3) tersedianya payung; (4) terlalu seringnya hujan; dan (5) seringnya hujan ringan.
2. (1) jamak Maghrib dan Isya waktu hujan adalah keringanan (rukhshah); (2) kondisi jalan sewaktu dan setelah hujan serta gelapnya malam; dan (3) sensitifnya banyak orang yang terganggu kesehatannya jika terkena hujan.
Berdasarkan hal tersebut, kemudian Lajnah Ilmiah dan Fatwa Harakah Sunniyyah untuk Masyarakat Islami (HASMI) melakukan kajian pembahasan sebagai berikut:
Landasan Dalil
1. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Maka apabila kalian telah menyelesaikan shalat (kalian), ingatlah Allah di waktuberdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kalian telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang ber-iman.”(QS. an-Nisa’ [4]: 103)
Maksud “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”, bahwa setiapshalat telah memiliki waktunya masing-masing, yang kemudian akan disusul dengan waktu shalat lain berikutnya. (HR. al-Bukhārī, al-Tirmidzī, al-Nasā’ī, Ibnu Hibbān, Ahmad dan lainnya)
2. Dalam banyak riwayat dinyatakan bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam sangat memelihara shalat tepat pada waktunya secara berjama’ah bersama kaum Muslimin (para Shahabat Radhiallahu Anhu).
Namun beliau Shalallahu Alaihi wa Sallam memberikan keringanan (rukhshah) bagi musafir untuk menjamak dua shalat, antara shalat Zhuhur dengan Ashar, dan antara shalat Maghrib dengan Isya.
3. Dalam riwayat Ibnu ‘Abbas Radhiallahu Anhu dinyatakan bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam menjamak shalatantara Zhuhur dengan Ashar dan antaraMaghrib dan Isya ketika berada di Madinah, tanpa sebab ketakutan ataupun hujan. (HR. al-Bukhārī, Muslim dan lainnya)
4. Diriwayatkan dalam atsar dari sebagian as-salaf ash-shaleh, seperti Ibnu ‘Umar Radhiallahu Anhu (HR. Mālik) bahwa ia pernah menjamak shalat antara Maghrib dengan Isya karena hujan, dan tidak ada seorangpun yang mengingkari perbuatannya tersebut.
Pandangan (ra’yu) Umum Berbagai Madzhab
1. Pandangan (ra’yu) madzhab Hanafī, bahwa menjamak shalat tidak pernah disyariatkan bahkan secara mutlak, baik saat bepergian (safar) maupun mukim (muqīm) atau ketika tidak dalam perjalanan(hadhar), kecuali menjamak shalat Zhuhur karena wuqūf di Arafah dan shalat Maghrib dengan Isya’ ketika mabīt di Muzdalifah.
2. Pandangan (ra’yu) madzhab Mālikī, bahwa hukum menjamak antara dua shalat adalah boleh manakala ada hajat kebutuhan (syar’i), namun hanya antara shalat Maghrib dan Isya, bukan antara Zhuhur dan Ashar.
3. Pandangan (ra’yu) madzhab Syāfi’ī, bahwa jamak antara Zhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya karena hujan adalah dibolehkan bila hujannya menyebabkan pakaian basah dan menimbulkan kesulitan bagi orang yang ke luar rumah menuju masjid untuk menunaikan shalat, serta tidak berlaku bagi orang yang menuju masjid yang melewati jalanan beratap atau masjidnya terletak di dekat rumahnya.
4. Pandangan (ra’yu) madzhab Hanbalī, bahwa dibolehkan menjamak shalat Maghrib dengan Isya karena hujan yang membasahi pakaian, alas kaki atau badan dan juga menimbulkan kesulitan.
Namun kebolehan ini tidak berlaku untuk menjamak antara shalat Zhuhur dengan Ashar.
Beberapa Pertimbangan
1. Pandangan (ra’yu) umum dari berbagai madzhab tersebut di atas.
2. Belum tersosialisasinya permasalahan jamak antara dua shalat karena hujan.
3. Persepsi tentang perbedaan pendapat yang sering disalahartikan dan disikapi dengan sangat berlebihan.
4. Persepsi adanya kesulitan ketika hujan, khususnya bila hujan turun dengan lebat.
5. Persepsi adanya kemudahan di masa sekarang.
6. Persepsi bahwa kesulitan yang dialami ketika hujan di waktu Maghrib dengan Isya adalah lebih berat daripada antara waktu Zhuhur dan Ashar.
Pada akhirnya Lajnah Ilmiah dan Fatwa Harakah Sunniyyah untuk Masyarakat Islami (HASMI) sampai pada kesimpulan untuk memutuskan:
1. Bahwa menjamak shalat Maghrib dengan Isya karena hujan adalah rukhshah yangboleh diambil manakala ada hajat kebutuhan yang memang benar-benar menghendakinya; dan boleh juga tidak diambil.
2. Ketika hendak menjamak shalat Maghribdan Isya karena hujan tersebut, terlebihdahulu harus dicari kepastian (tatsabbut) tentangkriteria atau realitas turunnya hujan yang membolehkan jamak, seperti (a) hujan yang membuat pakaian basah kuyup; (b) air menggenangi jalan; (c) menimbulkan kesulitan (masyaqqah) lain untuk keluar menuju masjid; dan (d) hujan masih terjadi hingga takbiratul ihram saat shalat Isya’ walaupun setelah itu reda.
3. Yang berhak melakukan tatsabbut tentang realitas hujan dan memerintahkan jamak adalah imam rawatib, bukan makmum.
4. Menjamak shalat Maghrib dengan Isya karena hujan tersebut hendaknya tidak dija-dikan kebiasaan yang terus-menerus.
5. Sikap menyepelekan atau menggampangkan dalam masalah menjamak shalat Maghrib dan Isya karena hujan tersebut menyebabkan seseorang mengerjakan shalat tidak pada waktunya tanpa sebab yang membolehkan.
6. Orang yang menjamak dua shalat tanpa udzur, maka ia telah terjatuh pada salah satu dosa besar yang berbahaya.
7. Karena itu, bila hujan rintik-rintik (gerimis) dan tidak menimbulkan kesulitan, atau karena kondisinya masih memungkinkan keluar masjid untuk menunaikan shalat secara berjama’ah, misal jalan ke masjid yang terlindungi (beratap), rumah tempat tinggalnya berdekatan dengan masjid atau karena hal lainnya, maka ia tidak boleh menjamak shalat karena hujan tersebut.
Bogor, 27 Dzul Qa’dah 1431 H/04 November 2010 M
HARAKAH SUNNIYYAH UNTUK MASYARAKAT ISLAMI LAJNAH ILMIAH DAN FATWA
Ketua : Rahendra Maya, S.Th.I
Sekretaris : Hamdan Sobandi
Anggota Lajnah Ilmiah dan Fatwa:
1. H. Ibrahim Bafadhal, S.H.I
2. Arifin, S.H.I
3. H. Sholahudin, Lc
4. H. Abdul Wahid, Lc
5. Ade Wahidin, Lc
6. Ahmad Jamaludin, Lc
7. Anfalullah, Lc
8. E. Hasan Al Bana, Lc
9. Faishal Hamzah, Lc
10. H. Haryono, Lc
11. Nurbadri Mutamam, Lc
12. Wawang Julianto, Lc
13. Zainal Arifin, Lc
(Fatwa 1)
(Fatwa 2)
(Fatwa 3)
(Fatwa 4)
(Fatwa 5)