India – Tak hanya Indonesia saja rupanya yang ikut terusik keberadaan BlackBerry, Selasa kemarin, produsen BlackBerry, Research in Motion (RIM), minta waktu antara 18 hingga 24 bulan untuk memenuhi tuntutan Pemerintah India, yaitu akses basis data internet dan layanan pesan khusus pada ponsel pintar itu. Alasannya, RIM masih harus membenahi kendala teknis.
Pada Oktober tahun lalu, India mengancam akan memblokir layanan BlackBerry bila tidak bekerja sama dengan menyediakan akses basis data internet dan layanan pesan BB kepada pihak berwenang, yang populer dengan sebutan BBM. Seperti di banyak negara, basis data yang mereka pesan para pengguna BB itu tidak bisa diakses oleh operator lokal karena disimpan di server khusus RIM, BlackBerry Enterprise Server (BES), yang berlokasi di Kanada.
Bagi India, akses data itu sangat penting karena menyangkut keamanan nasional. Maka India saat itu memberi waktu bagi RIM untuk memenuhi tuntutan mereka selambat-lambatnya pada akhir Januari 2011.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring juga mengancam RIM terkait pemblokiran akses pornografi. Ia mengancam akan membawa ke jalur hukum jika tenggat waktu yang diberikan tak dipenuhi.
"Kita proses secara hukum kalau nggak juga dua pekan ini. Dua minggu itu sampai tanggal 21 Januari," ujarnya saat ditemui di sela rapat kerja pemerintah, di Balai Sidang Jakarta (JCC) Senayan, Jakarta, Senin (10/1).
Melalui akun Twitter-nya, Tifatul juga memberikan alasan bahwa RIM (Research in Motion), selaku produsen BlackBerry, ditengarai RIM meraup keuntungan sekitar Rp 2,268 triliun setiap tahunnya tanpa membayar pajak kepada pemerintah Indonesia.
"Dengan rata-rata menagih 7 dollar Amerika per orang per bulan, RIM menangguk pemasukan bersih Rp 189 miliar per bulan atau Rp 2,268 triliun per tahun. Uang rakyat Indonesia untuk RIM."
Selain tidak membayar pajak, RIM tak pernah membangun infrastruktur jaringan sedikitpun di Indonesia, dan hanya menumpang pada jaringan yang dimiliki enam operator seluler di sini.
Menurut Tifatul, pemerintah telah lama meminta pemblokiran, tepatnya sejak Ramadhan tahun lalu. Padahal, sejumlah provider lain sudah mematuhi instruksi tersebut. Ia menekankan bahwa peraturan serupa juga harus berlaku bagi perusahaan asing. (Redaksi HASMI/hidayatullah)