MUI Himbau Perusahaan Agar Terbuka Tentang Masalah Kehalalan Produk

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Ma'ruf Amin, menegaskan, data yang dipergunakan untuk penetapan fatwa itu harus jelas dan terang. 

Ia mengimbuhkan bahwa MUI tidak dapat menetapkan fatwa dengan data yang tidak valid. Sebab hal ini pertanggungjawabannya sangat berat baik kepada Allah maupun umat dan masyarakat luas. 

“Karena ketetapan fatwa itu sendiri diantara fungsinya adalah untuk memperjelas status hukum, halal ataukah haram," jelas Ma'ruf Amin, dikutip  laman HalalMui, Selasa (25/01).  
 
Dari 27 perusahaan yang dibahas dalam Sidang Komisi Fatwa (KF) belum lama ini, hanya 25 perusahaan yang produknya ditetapkan status halalnya oleh Fatwa Halal MUI.

Sementara 2 perusahaan belum ditetapkan statusnya, karena masih ada data yang dianggap belum jelas oleh para pengkaji di MUI. Satu dari perusahaan tersebut menggunakan bahan dari binatang, dalam hal ini adalah bekicot. 

Tentang binatang itu sendiri, kata Ma'ruf, belum ada ketetapan maupun fatwa oleh para ulama, apakah boleh ataukah tidak boleh dipergunakan atau dikonsumsi oleh umat Muslim. Untuk itu, akan dirancang kajian dan pembahasan khusus oleh para ulama KF MUI tentang status hukum binatang ini.

Sedangkan satu perusahaan lainnya yang produknya belum ditetapkan status halalnya dalam sidang itu, karena menggunakan asam lemak. Namun tidak jelas asal-usul asam lemak yang dipergunakannya, apakah dari bahan nabati, ataukah hewani. Kalaupun dari hewan, berikutnya perlu diperjelas pula, apakah dari hewan yang halal ataukah yang diharamkan dalam Islam. 

Lebih dari itu, meskipun dari hewan yang halal, apakah disembelih sesuai dengan syariat Islam ataukah tidak.

Oleh karena itu, lanjut Ma'ruf, pihak perusahaan yang diaudit produknya juga harus kooperatif mau membuka dan memberikan data yang jelas tentang segala hal yang berkaitan dengan produk yang dihasilkannya. seperti bahan baku, bahan pembantu, dan alat-alat pemrosesan yang dipergunakan. 

Kalau pihak perusahaan enggan menjelaskannya, berarti informasi dalam proses sertifikasi dan fatwa menjadi tidak jelas pula. Sehingga jika demikian, kata Ma'ruf, maka tentu MUI tidak dapat memberikan fatwa atas kejelasan status produk tersebut. 

Olehnya itu, tegas Ma'ruf, fatwa itu adalah untuk memperjelas status hukum. Maka ia pun mengharapkan agar pihak perusahaan dapat memahami landasan maupun kaidah yang sangat penting ini. (Redaksi HASMI/hidayatullah)

Check Also

Hadirilah..!! TABLIGH AKBAR & LIQO SYAWAL Ahad, 14 Mei 2023

Hadirilah..!! TABLIGH AKBAR & LIQO SYAWAL Dengan Tema : 🌷 “Tarbiyah Romadhon Melahirkan Mujahid Dakwah” …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot