Khadijah Radhiyallahu ‘Anha adalah seorang wanita yang gigih, memiliki semangat yang tinggi, berwawasan luas, dan suka dengan nilai-nilai religius, kebersihan, dan kesucian. Karena itu, ia dikenal dikalangan wanita Quraisy dengan julukan Ath-Thahirah (wanita suci). Dengan sifat ini, ia berada di garis depan orang-orang yang mendambakan keagungan.
Khadijah Radhiyallahu ‘Anha sering mendengar penuturan sepupunya, Waraqah bin Naufal, tentang kisah para nabi dan agama. Dalam kondisi seperti itu, angan-angannya melambung ke angkasa, keutamaan dan kebaikan yang sangat jarang dilakukan oleh siapa pun yang hidup pada masa itu.
Pada satu malam, ketika bintang-bintang seakan-akan enggan menampakkan dirinya dalam gelap gulita menyelimuti dunia, Khodijah duduk di dalam rumahnya setelah thawaf beberapa putaran di sekeliling Ka’bah. Lalu, ia beranjak menuju peraduannya dengan rasa puas dan seuntai senyum yang menghiasi bibirnya. Ia tidak pernah tahu, apa yang sebenarnya sedang bersembunyi di balik perasaannya saat itu. Tidak lama kemudian, dirinya telah terbuai dalam tidur yang tenang.
Di dalam tidurnya, Khadijah Radhiyallahu ‘Anha bermimpi ada matahari besar yang turun perlahan dari langit kota Makkah dan berhenti tepat di atas rumahnya, dengan sinar yang indah. Sinar itu memancar dan menerangi segala sesuatu yang ada di sekitarnya, sehingga menyenangkan hati sebelum menyenangkan mata setiap orang yang memandangnya.
Khadijah Radhiyallahu ‘Anha terkejut dan langsung terbangun. Pandangannya menyapu setiap sudut rumahnya, tapi ternyata malam masih menyelimuti bumi dengan pekat gulitanya. Hanya saja, cahaya terang yang ia lihat begitu indah dalam mimpinya, dan tetap memenuhi perasaan yang terpancar dalam lubuknya.
Keesokan harinya, ketika malam sudah berganti pagi, Khadijah Radhiyallahu ‘Anha meninggalkan rumah di bawah curahan sinar matahari yang baru menyingsing, dan bergegas menuju rumah sepupunya, Waraqah bin Naufal. Ia berharap dapat menemukan penafsiran atas mimpi indah yang dialaminya tadi malam.
Khadijah-pun bergegas masuk ke rumah Waraqah, dan mendapatinya sedang membaca lembaran-lembaran kitab suci al-qur’an yang sangat dia sukai dan selalu ia baca diwaktu pagi dan petang hari. Ketika ia mendengar seruan Khadijah, Waraqah segera menyambutnya dan berkata dengan sedikit rasa kaget , “Apakah itu Khadijah, sang wanita suci…?”. Khadijah menjawab, “Ya, benar”. Waraqah bertanya lagi, “Apa yang membuatmu datang sepagi ini…?”.
Khadijah Radhiyallahu ‘Anha duduk, lalu menceritakan apa yang dilihatnya dalam mimpi. Sedangkan Waraqah mendengarkan dengan seksama, sehingga ia lupa dengan lembaran-lembaran kitab suci yang ada di pangkuannya. Waraqah meraskan ada suatu kekuatan yang menarik perasaannya, sehingga ia terus mendengar penuturan Khadijah Radhiyallahu ‘Anha tentang mimpinya hingga selesai.
Setelah mendengarkan penuturan Khadijah, roman wajah Waraqah menyiratkan rasa bahagia dan seuntai senyum menghiasi bibirnya, seraya berkata : “Berbahagialah wahai sepupuku. Seandainnya Allah benar-benar membuat mimpimu menjadi kenyataan, maka cahaya kenabian akan masuk ke dalam rumahmu. Dan darinya, akan terpancar cahaya risalah Nabi terakhir”.
Allahu Akbar…!!! Apa yang sebenarnya baru saja di dengar oleh Kadijah…? Apakah arti perkataan sepupunya itu…? Khadijah Radhiyallahu ‘Anha hanya bisa diam membisu, untuk beberapa saat. Ada getaran yang merasuk dalam tubuhnya sementara dadanya bergemuruh dengan perasaan yang tidak menentu, antara hasrat, kasih sayang dan harapan.
Sejak itu, Khadijah Radhiyallahu ‘Anha menjalani hari-harinya dengan penuh suka cita dan diliputi semerbak mimpi yang dialaminya. Ia sangat berharap mimpinya menjadi kenyataan, menjadi sumber kebaikan bagi seluruh manusia, dan sumber cahaya yang menerangi dunia. Khadijah Radhiyallahu ‘Anha memiliki kebesaran hati yang menjadi sumber berbagai kebaikan dan pikirannya yang tajam dapat menguasai setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya, serta dapat beradaptasi dengan baik.
Jika ada seorang tokoh Quraisy yang datang melamarnya, maka Khadijah akan mempertimbangkannya sesuai dengan standar mimpi yang di alaminya itu, ditambah dengan penafsiran yang diberikan oleh sepupunya itu, yakni Waraqah bin Naufal. Akan tetapi hingga saat itu, sifat-sifat Nabi terakhir itu tidak terlihat pada orang-orang yang berusaha melamar dan mempersuntingnya. Oleh sebab itu, Khadijah Radhiyallahu ‘Anha menolak mereka dengan baik dan memberi alasan bahwa ia tidak ingin menikah lagi. Khadijah Radhiyallahu ‘Anha merasakan bahwa takdir Allah Subhanahu Wata’ala sedang menyembunyikan sesuatu yang akan sangat membahagiakannya, namun ia tidak tahu, apa bentuk kebahagiaan tersebut. Hanya saja, ia merasakan penantian tersebut memberi ketenangan tersendiri dalam hatinya. […]edit//Redaksi.
..:: WALLAHU A’LAM ::..