Berdasarkan prinsip asasi , kita dapat menilai bahwa Islam yng benar hanyalah satu , maka di antara yang banyak itu , hanya satu Islam yang benar-benar Islam dan murni yang berada diatas sirotulmustaqim.
Hal ini sebagaimana yang Allah Subhanahu wa ta’ala telah tegaskan bahwa jalan-Nya hanyalah satu, dan bukan banyak jalan. Sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah Subhanahu wa ta’ala yang artinya“Dan bahwa yang Kami perintahkan ini adalah Sirotulmustaqim jalan-Ku yang lurus , maka ikutilah jalan ini , dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain , karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Demikianlah wasiat Allah kepada kalian agar kalian bertakwa .” [QS . al-An’am (6): 153]
Selain Islam yang benar dan murni , maka tidak akan dapat menyampaikan kepada keridhoan Allah Subhanahu wa ta’ala. Semakin bertambah ketidakmurnian keislaman seseorang , maka semakin bertambah pula kejauhannya dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Ini semua terjadi ketika kekurangmurnian keislaman seseorang masih dalam lingkaran umum Islam. Tetapi ketika ketidakmurnian terus melebar, hal ini bisa mengan-tarkan seseorang kepada kekafiran.
Umat ini akan terpecah menjadi banyak golongan. Dan memang sudah terpecah! Namun hanya satu yang benar, dan yang lain salah! Hanya satu yang akan selamat dari api neraka, sedangkan yang lain akan memasuki neraka terlebih dahulu! Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya:
“Sesungguhnya umatku akan berpecah-belah men-jadi 73 golongan . Satu golongan di dalam surga dan 72 golongan di dalam neraka . Ditanyakan kepada beliau: ‘Siapakah mereka (yang satu golongan) itu wahai Rasulullah?’ , maka beliau menjawab: ‘al-Jama’ah .”(HR . Ibnu Majah , Ibnu Abi ‘Ashim dan al Lalika’i)
Dari penjelasan ayat-ayat dan hadits tadi, maka gugurlah teori Pluralisme di dasar Jahannam yang paling dalam! Sebab teori pluralisme membenarkan setiap ajaran, padahal al-qur’an dan hadits secara jelas dan tegas mengatakan bahwa yang benar hanya satu! Maka dari itu sangatlah wajib bagi kita untuk mempelajari kebenaran tersebut dan menghindar dari yang lainnya! Dan sebelum kami jelaskan kesesatan-kesesatan kelompok yang kini semakin banyak, maka alangkah baiknya kita memahami terlebih dahulu definisi dari perpecahan dan sejarah perpecahan itu sendiri.
Perpecahan dalam bahasa arab disebut dengan iftiroq, dan yang dimaksud perpecahan atau iftiroq dalam konteks ini adalah meninggalkan garis lurus sirotulmustaqim dan mengikuti garis-garis sesat yang banyak dan bercabang-cabang .
Dengan kata lain, iftiroq berarti memilih jalan-jalan lain dalam memahami dan menerapkan Islam selain dari jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya.
Mereka “menolak” manhaj ittiba’, yaitu jalan pengikutan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, baik sengaja ataupun tidak .
Dan jika kita teliti, Sebab utama dari perpecahan Ummat dari jalan yang benar adalah karena hawa nafsu dan kebodohan .
Adapun Sejarah Awal Perpecahan dalam islam sendiri telah terjadi di akhir massa khulafa’urrasyidin , yakni empat Khalifah yang mendapat petunjuk, namun sebenarnya bibit-bibit perpecahan sudah mulai bersemi sebelum kekhilafahan ‘Ali bin Abi Thalib , akan tetapi munculnya golongan sesat pertama yang mengkristal sebagai sebuah kelompok , baru terjadi pada zaman kekhilafahan ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu.
Dimana sejarah singkatnya , Ketika itu terjadilah perselisihan pendapat tentang cara penyelesaian kasus pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu , akhirnya ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu sebagai Khalifah berselisih pendapat dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu ‘anhu sebagai gubernur Syam , dan tentu kita tidak berhak mencampuri apa yang terjadi di antara mereka , bahkan kita harus mendoakan kebaikan bagi mereka semua . Perselisihan tersebut akhirnya bertambah runcing hingga terjadi peperangan di antara kedua pihak . Akan tetapi di akhir pertempuran itu terjadilah perundingan antara pendukung ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu dan pendukung Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu, Maka dari setiap pihak diangkat seorang hakim untuk menerapkan hukum Allah Subhanahu Wata’ala dalam menyelesaikan masalah yang pelik ini. Di sinilah muncul firqoh sesat pertama yang keluar dari jalan Sunnah dan keluar dari Jama’ah kaum muslimin. Firqoh ini dinamakan Khowarij, yang berarti orang-orang yang keluar.
Khowarij keluar dari Sunnah dan Jama’ah, mereka tidak lagi bagian dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah, sebab golongan Khowarij ini memahami dalil al-Qur’an bukan dengan manhaj Ahlus Sunnah. Sehingga Mereka menyatakan bahwa dengan mengangkat seorang hakim, berarti ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu telah memberi hak membuat hukum kepada makhluk, yang berarti suatu kesyirikan yang nyata.
Maka mulailah mereka mengkafirkan ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu dan para sahabat pendukungnya. Padahal pada hakikatnya kedua hakim yang diangkat oleh Ali dan Mu’awiyah tersebut tidak diberi mandat untuk membuat suatu hukum, tetapi mereka hanya diangkat untuk menghakimi kedua pihak berdasarkan hukum Allah Subhanahu Wata’ala. Sebenarnya masalah pengangkatan kedua hakim tersebut sangat sederhana dan dapat dipahami dengan mudah.
Oleh karena itu, selain karena kebodohan yang nyata pada mayoritas kaum Khowarij pada waktu itu, disinyalir pula ada niat buruk dari sebagian pemimpin mereka yang menggerakkan keluarnya mereka dari jama’atul muslimin .
Adapun di antara kesalahan yang termasyhur dari manhaj Khowarij adalah pengkafiran para pelaku dosa besar. Kemudian Sebagai reaksi dari kesalahan Khowarij ini, muncullah pemahaman yang menolak hubungan antara amal dan kekufuran. Manhaj ini dinamakan manhaj irja’, penganutnya dinamakan Murji’, pluralnya adalah Murji’ah, Golongan Murji’ah ini menyatakan bahwa iman seseorang tidak berkaitan dengan amal.
Jadi bagaimanapun buruknya perbuatan seseorang, orang itu tidak akan menjadi kafir selama di dalam hatinya masih ada kepercayaan dan lisannya masih mengucapkan dua kalimat syahadat. Pemahaman ini adalah kebalikan dari pemahaman Khowarij . Dan Kedua kelompok tadi enggan mengikuti manhaj sahabat , padahal para shahabat waktu itu banyak yang masih hidup, maka sesatlah Khowarij dan Murji’ah.
Lalu Pada waktu bersamaan dengan munculnya Khowarij , ternyata benih-benih Syi’ah sebenarnya sudah ada. Bahkan penggagas firqoh Syi’ah, ‘Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam, sudah bekerja di bawah tanah dengan gigih di masa khilafah ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘anhu. Yahudi inilah yang menjadi pemimpin gerakan pembunuhan terhadap ‘Utsman Radhiyallahu ‘anhu.
Firqoh Syi’ah yang dicetuskan oleh ‘Abdullah bin Saba’ adalah firqoh sesat yang kesesatannya sampai pada taraf kesyirikan, yaitu dengan menuhankan ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Sedangkan firqoh-firqoh Syi’ah yang pada akhirnya seakan-akan berkembang dengan merayap, pada mulanya hanya terbatas pada sikap mengutamakan ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu atas Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu dan ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu. Hal ini bertentangan dengan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menetapkan urutan afdoliyah atau keutamaan mereka sama persis seperti urutan kekilafahan mereka.
‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu sendiri sebagai salah satu pelopor Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak menyetujui tentang lebih diutamakannya beliau atas Abu Bakar dan ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu, bahkan beliau akan menghukum cambuk orang-orang yang berpendirian demikian. Syi’ah pada waktu itu hanya sebagai suatu kelompok politik yang mendukung Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib.
Arti kata Syi’ah sendiri adalah pendukung . Tetapi kesalahan pemahaman yang kelihatannya sepele ini kemudian mulai mengembang sampai pada kesesatan yang sangat mengerikan bahkan pada banyak kelompok-kelompok Syi’ah, ada yang sampai pada kekufuran yang nyata sekali .
Kemudian setelahnya, bermunculanlah firqoh-firqoh sesat lain yang menyandarkan manhaj mereka kepada produk-produk akal mereka dan filsafat Yunani serta menjauhkan diri dari manhaj sahabat yang mulia .
Di waktu yang sama, yakni di akhir kekhalifahan Ali bin Abi thalib, ketika munculnya pepecahan, maka para sahabat dan para pengikut mereka yang setia pun senantiasa gigih mendakwahkan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan memperingatkan kaum muslimin dari kesesatan. Sehingga Tidak ada satu pun dari sahabat yang masuk ke dalam salah satu firqoh-firqoh sesat tersebut. Dan ketika firqoh-firqoh yang meninggalkan manhaj Sunnah dan keluar dari Jama’ah mulai bermunculan, maka Salafusshalih pun memakai nama Ahlus Sunnah wal Jama’ah sebagai identitas resmi dan nama bagi firqotunnajiyah atau golongan selamat, yakni golongan yang senantiasa komitmen dalam mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya.
Inilah kurang lebih sejarah munculnya perpecahan di tubuh ummat Islam, sekaligus sejarah munculnya Istilah Ahlussunah wal Jama’ah sebagai golongan selamat yang terbebas dari kesesatan. Dan sebenarnya Sebab utama dari penyimpangan kelompok sesat pada waktu itu berakar pada dua hal, yaitu :
Tidak mengikuti metode sahabat dalam memahami al-Qur’an dan as-Sunnah . Dan Berpedoman kepada sumber-sumber lain selain kepada al-Kitab dan as-Sunnah dalam mengambil hukum-hukum Islam, seperti bersandar kepada akal, mimpi, filsafat dan lain-lainnya. Kedua sebab tersebut dilahirkan oleh hawa nafsu dan kebodohan, sehingga dengan sebab-sebab tersebut, muncullah kelompok-kelompok sesat lainnya dan berkembang pesat hingga saat ini.
Maka dari itu, tidak ada jalan lain untuk menghindari kesesatan selain kembali kepada sumber yang murni yakni al-Qur’an dan as-Sunnah, dan memahami sumber-sumber tersebut sesuai dengan pemahaman para shahabat nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. (Redaksi-HASMI)
.:: Wallahu Ta’ala ‘Alam ::.