“Dan gunung-gunung sebagai pasak bumi”
(QS. An-Naba: 7)
Secara umum yang dimaksud dengan gunung adalah bagian permukaan Bumi yang lebih tinggi dari daerah sekitarnya. Pada beberapa ketinggian gunung bisa memiliki dua atau lebih iklim, jenis tumbuh-tumbuhan, dan kehidupan yang berbeda. Dan gunung adalah salah satu makhluk dari sekian banyak makhluk ciptaan Alloh –Subhanahu wa Ta’ala-.
Anda pasti sudah sering melihat gunung, terlebih bagi anda yang tinggal di dataran tinggi. Jika kita perhatikan fenomena yang terjadi saat ini banyak manusia yang tidak terlalu peduli dengan keberadaan gunung, mereka menganggap gunung hanyalah sebongkah batu besar yang sama sekali tidak penting. Tetapi di sisi lain banyak pula manusia yang berlebihan, mereka menganggap gunung adalah tempat suci yang begitu sakral dan Istimewa. Misalnya saja orang Jepang yang begitu menyakralkan gunung Fuji. Orang Yunani berkeyakinan dewa-dewi mereka tinggal di gunung Olympus. Begitupun Pegunungan Himalaya yang dianggap sebagai tempat tinggal dewanya orang India dan Tibet. Gunung Agung juga dianggap sebagai tempat dewanya orang Bali. Gunung Merapi pun dianggap angker oleh mayoritas masyarakat Yogyakarta, bahkan sebagian penduduk di sekitar gunung Merapi yakin bahwa puncak Merapi adalah istananya mahluk halus, sehingga banyak orang yang berkunjung ke sana untuk ngalap berkah dan tolak bala, tentunya dengan membawa sembelihan sebagai sajen. Fenomena apa ini? Semua orang baik di dalam maupun luar negri mengaitkan gunung pada fungsi mistik supranatural.
Lalu bagaimanakah sikap kita sebagai ummat Islam dalam menyikapi keberadaan gunung? Inilah yang akan coba kita ulas pada edisi kali ini.
Penetrasi Idiologi
Sebagai seorang muslim tentu kita tak akan dibingungkan dengan fenomena di atas, karena kita telah mengirarkan dua Kalimat Syahadat, maka berarti kita meniadakan semua sesembahan yang berhak untuk disembah selain Alloh –Subhanahu wa Ta’ala-. Dan kita pun memiliki pedoman hidup yakni Al-Qur’an. Alloh –Subhanahu wa Ta’ala- melalui kitab-Nya Al-Qur’an telah mementahkan keyakinan sesat mereka itu. Dalam Al-Qur’an kita temukan kata gunung sebanyak 49 kali, dan tak satu pun ayat Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa gunung memiliki kekuatan mistis supranatural. Gunung hanyalah makhluk Alloh yang tidak berbeda dengan makhluk lainnya, bahkan makhluk Alloh yang bernama manusia lebih mulia dibandingkan makhluk selainnya termasuk gunung. Begitupun keyakinan adanya makhluk halus maupun dewa-dewi yang menghuni gunung atau penguasa gunung, semuanya hanyalah keyakinan khurofat alias Syirik. Padahal semua yang di langit dan di bumi adalah ciptaan Alloh –Subhanahu wa Ta’ala-, dan Alloh pula yang berkuasa terhadap ciptaan-Nya. Alloh –Subhanahu wa Ta’ala- ber-firman:
وَللَّهِ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلأَرْضِ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Kepunyaan Alloh-lah kerajaan langit dan bumi, dan Alloh Maha Perkasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran:189).
Semua sesembahan yang mereka sembah selain Alloh tidaklah bisa memberi manfaat, Alloh –Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:
“Mereka menyembah selain Alloh apa yang tidak memberi manfa’at kepada mereka dan tidak (pula) memberi mudharat kepada mereka. Adalah orang-orang kafir itu penolong (syaitan untuk berbuat durhaka) terhadap Tuhannya.” (QS. Al-Furqan: 55).
Kitapun wajib meyakini bahwa tidak ada yang mengetahui hal-hal ghaib kecuali Alloh, Alloh berfirman:
قُل لاَّ يَعْلَمُ مَن فِي ٱلسَّمَٰوٰتِ وٱلأَرْضِ ٱلْغَيْبَ إِلاَّ ٱللَّهُ
Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Alloh” (QS. An-Naml: 65). Dengan demikian jelaslah kesesatan aqidah para pengagung makhluk ghaib penghuni gunung.
Namun hal ini tidak berarti kita meniadakan sama sekali keistimewaan dari makhluk Alloh yang satu ini (gunung) atau menganggapnya hanya bongkahan batu besar yang tak berarti. Namun ternyata gunung pun memiliki fungsi, bahkan jika kita renungkan dan tafakkuri keindahan dan keistimewaan gunung maka hal tersebut dapat menambah keimanan kita ke-pada Alloh –Subhanahu wa Ta’ala-.
Fungsi Gunung
Di dalam Al-Qur’an kita bisa membaca sekitar 22 ayat yang menyebutkan fungsi gunung sebagai pasak atau tiang pancang. Diantaranya adalah QS. An-Naba: 7. Pasak atau paku besar adalah benda yang menancap ke dalam. Artinya, kepala pasak yang tampak di luar selalu jauh lebih pendek dibanding panjangnya batang yang terhujam. Kenyataan ini tidaklah diketahui oleh siapapun di masa ketika Al Qur’an diturunkan. Nyatanya, hal ini baru saja terungkap sebagai hasil penemuan ilmu geologi modern, tepatnya Baru 20 tahun yang lalu para ahli geofisika menemukan bukti bahwa kerak bumi berubah terus. Ketika itu baru ditemukan teori lempeng tektonik (plate tectonics) yang menyebabkan asumsi bahwa gunung mempunyai akar yang berperan menghentikan gerakan horizontal lithosfer. Menurut penemuan ini, gunung-gunung muncul sebagai hasil pergerakan dan tumbukan dari lempengan-lempengan raksasa. Ketika dua lempengan bertumbukan, lempengan yang lebih kuat menyelip di bawah lempengan yang satunya, sementara yang di atas melipat dan membentuk dataran tinggi dan gunung. Lapisan bawah bergerak di bawah permukaan dan membentuk perpanjangan yang dalam ke bawah. Ini berarti gunung mempunyai bagian yang menghujam jauh ke bawah yang tak kalah besarnya dengan yang tampak di permukaan bumi, seolah fisik gunung itu berbentuk pasak/paku. (General Science, Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 305).
Dengan akarnya yang menghujam jauh ke dalam dan puncaknya menjulang tinggi ke atas permukaan bumi, maka gunung-gunung tersebut dapat menggenggam lempengan-lempengan kerak bumi yang berbeda, layaknya pasak. Sebagaimana yang kita tahu bahwa kerak bumi terdiri atas lempengan-lempengan benua. Lempengan kerak bumi itu senantiasa dalam keadaan bergerak mengapung di atas lapisan cairan kental magma perut bumi yang begitu panas dengan temperatur yang berkisar antara 1.000- 4.300°C di setiap lapisannya. Fungsi pasak dari gunung ini adalah mencegah guncangan dengan cara memancangkan kerak bumi yang memiliki struktur sangat mudah bergerak. Fungsi pemancangan dari gunung dijelaskan dalam tu-lisan ilmiah dengan istilah “isostasi“. Isostasi adalah kesetimbangan dalam kerak bumi yang terjaga oleh aliran materi be-batuan di bawah permukaan akibat tekanan gravitasi. (Webster’s New Twentieth Century Dictionary, 2. edition “Isostasy”, New York, s. 975).
Singkatnya, kita dapat menyamakan gunung dengan paku yang menjadikan lembaran-lembaran kayu tetap menyatu. Dan hal itu telah jauh-jauh hari Alloh –Subhanahu wa Ta’ala- jelas-kan dalam Al-Qur’an, tepatnya 14 abad yang lalu. Hal ini senada dengan firman Alloh –Subhanahu wa Ta’ala- :
“Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang ber sama kalian, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kalian mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 15).
Subhanalloh…Bagaimana mungkin Nabi –Shalallahu ‘alaihi wa Sallam- yang ummi dan hidupnya di abad ke-6 M di tengah masyarakat padang pasir bisa mengetahui tantang gerakan horizontal lithosfer bumi yang berfungsi menstabilkan goncangan? Inilah bukti kebenaran Al-Qur’an, bahwa Al-Qur’an bukan-lah perkataan Muhammad –Shalallahu ‘alaihi wa Sallam-, ditambah lagi dalam sebuah hadits, Rasulullah ber-sabda; Tatkala Alloh –Subhanahu wa Ta’ala- menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Alloh pun menciptakan gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya? “Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?” (HR. Ahmad dan Tirmidzi). Dan hadits tersebut kembali membuktikan bahwa tidak lain yang diucapkan oleh Rasulullah adalah wahyu dari Alloh –Subhanahu wa Ta’ala-. Subhanalloh. Namun sebagai seorang muslim, tanpa bukti pun kita wajib beriman dan menerima semua berita yang bersumber dari wahyu dalam bentuk Al-Qur’an dan Hadits.
Semoga Alloh –Subhanahu wa Ta’ala- senantiasa menetapkan kita dalam keta’atan kepada Alloh –Subhanahu wa Ta’ala-. Amin. (Red-HASMI).