Abi..Ummi, Tolong Nikahkan Saya…

Abi..Ummi, Tolong Nikahkan Saya…Abi.. saya sudah menemukan calon istri saya, besok tolong antarkan saya untuk khitbah (melamar) ke rumahnya ya..” pinta Faiz kepada sang Ayah. “Apa.. nggak salah iz.. kamu kan masih baru lulus SMA, masa mau langsung nikah, nanti anak orang mau dikasih makan apa..??” sahut sang Ayah.

D

ialog singkat tersebut bukanlah kisah nyata, tapi barangkali hal tersebut pernah dialami oleh salah seorang diantara orang-orang yang pernah kita kenal. Siapa yang bisa sanggah bahwa zaman sekarang merupakan masa di mana fitnah syahwat telah tersebar di tengah-tengah kaum muslimin. Melalui televisi budaya permisivisme telah dipopulerkan luas ketengah-tengah masyarakat muslim, sehingga pada hari ini banyak wanita yang tidak lagi punya rasa malu memakai pakaian-pakaian yang semakin mini (baca:ketat). Walhasil wanita-wanita model ini diperalat oleh iblis untuk menyebarkan syahwat di tengah-tengah manusia dalam memalingkan manusia dari jalan yang lurus (As-Shirath Al-Mustaqim) melalui syahwat kemaluan. Tinggal para pemudanya yang pusing tujuh keliling saat ia dapati kondisi masyarakat yang mengharuskan ia untuk selalu berusaha “ghaddul bashar”, karena yang ia dapati selalu yang “itu-itu” saja. Selain dari itu pemuda telah diisyaratkan oleh Rosululloh  sebagai fase masa di mana gejolak syahwat lebih susah dikendalikan dibandikan dengan pria yang sudah sampai kepada kedewasaan  dalam usia. Sehingga jika syahwat sudah tidak terkendali maka dua cara yang paling ampuh untuk meredamnya. Pertama adalah dengan cara menikah, adapun yang kedua adalah memperbanyak puasa sunnah.

Penjelasan tentang arti dari Mampu (Al-Ba’ah).

Mampu untuk menikah dalam hadist riwayat Al-Bukhoriy diistilahkan dengan kata “Al-Ba’ah”. Dikatakan bahwa Al-Ba’ah adalah kemampuan dalam bentuk biaya dan ongkos pernikahan, karena pada dasarnya hadits Nabi ini ditujukan kepada ornag yang telah mampu untuk berjima’. Adapun Sayyid Sabiq menyebutkan arti dari Al-Ba’ah dalam hadits ini adalah mampu dalam berjima’.

Kapan Menikah Menjadi Harus ?

Rosululloh  bersabda: “Wahai para pemuda, bagi siapa di antara kamu yang mampu, maka hendaknya ia menikah, karena hal itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Bagi siapa yang tidak mampu, maka berpuasalah karena hal tersebut dapat menjadi perisai baginya.” (HR. Bukhori)

Dengan beristinbath dari hadits ini, Sayyid Sabiq  menyebutkan bahwa kewajiban bagi seorang laki-laki untuk menikah terdiri atas kemampuan untuk menafkahi lahir dan batin, memiliki keinginan kuat, dan kekhawatirannya terjatuh pada perbuatan zina.

Menyegerakan atau Tergesa-gesa ?

Maka bagi orang tua menyikapi hal tersebut tidak usah panik, orang tua harus memahami bahwa permintaan sang anak untuk menikah cepat (jika tidak ada faktor apa-apa, seperti hamil duluan) adalah sebuah keinginan dari sang buah hati agar agamanya tetap terjaga, karena boleh jadi, sang anak sudah tidak sanggup untuk menahan gejolak syahwat yang ada pada dirinya. Karena diantara dari hikmah besar dari menyegerakan pernikahan adalah untuk mempermudah dalam menundukkan pandangan kemudian untuk semakin mampu meredam gejolak syahwat kemaluannya.  Setiap ayah dan ibu semuanya pasti butuh proses untuk mencapai kepada kesempurnaan, jika memang putra-putri mu menginginkan untuk menikah cepat…”siapa takut..”

Refrensi:

1. Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim.

2. Fiqh As-Sunnah, As-Sayyid Sabiq

Check Also

Bahaya Fitnah Kecantikan Wanita

Tampil cantik, itulah yang diinginkan oleh setiap wanita. Tidak jarang untuk bisa tampil cantik sebagian …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot