Agar Menuntut Ilmu lebih Bermakna

ilmu006aMenuntut ilmu merupakan salah satu amalan besar dalam Islam. Karena, Islam sangat menghargai akan ilmu. Bahkan Alloh  sendiri melalui Al Qur’an menerangkan bahwa orang-orang yang berilmu derajatnya lebih tinggi dibanding orang-orang awam beberapa derajat.

Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Alloh Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah: 11)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman dan berilmu, maka Alloh  akan tinggikan  derajatnya hingga beberapa derajat. Jelas ini adalah sebuah kemuliaan.

Selain itu, Nabi Muhammad  juga sangat menghargai orang-orang yang berilmu. Dalam salah satu sabdanya, Rosululloh  mengatakan bahwa “Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR. Abu Dawud)

Seorang ‘alim juga lebih tinggi dari pada seorang ahli ibadah yang sewaktu-waktu bisa tersesat karena kurangnya ilmu. Nabi  bersabda: “Keutamaan orang ‘alim atas orang ahli ibadah adalah seperti keutamaan diriku atas orang yang paling rendah diantara sahabatku.” (HR At-Tirmidzi)

Oleh karena itu, penting untuk kita ketahui apa saja kiat-kiat agar menuntut ilmu bisa lebih bermakna.

  1. 1.   Meminta pertolongan Alloh

Manusia itu lemah. Tidak ada daya dan kekuatan baginya kecuali dari Alloh . Apabila dia diserahkan pada dirinya sendiri, maka sungguh dia akan hancur dan binasa. Namun kalau dia menyerahkan segala urusannya kepada Alloh  dan meminta tolong kepada-Nya dalam menuntut ilmu, maka Alloh pasti akan menolongnya. Alloh  telah memberikan dorongan untuk berbuat demikian dalam Kitab-Nya yang mulia: Alloh  berfiman: Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan. (QS. Al-Fatihah: 4)

Begitupun Rosululloh  menjelaskan dalam sabdanya, “Kalau seandainya kalian bertawakkal kepada Alloh dengan sebenar-benarnya, niscaya Alloh akan memberikan rizki kepada kalian, sebagaimana Dia memberi rizki pada burung, yakni burung tersebut berangkat pagi dalam keadaan lapar, pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Bukhori – Muslim)

 

  1. 2.   Niat yang Ikhlas Karena Alloh  

Seseorang haruslah mengikhlaskan niat karena Alloh  dalam menuntut ilmu. Bukan menginginkan didengar (orang lain) atau pun ingin terkenal, tidak pula karena kepentingan-kepentingan duniawi. Barangsiapa yang menjadikan niatnya hanya karena Alloh , maka Alloh akan memberikan taufiq padanya serta memberikan pahala atas amalannya tersebut. karena menuntut ilmu adalah ibadah, bahkan termasuk ibadah yang terbesar.

Oleh karenanya, Rosululloh  mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa memanjatkan do’a agar ditetapkan dalam agama Alloh.

يَا مُقَلِّبَ اْلقُلُوْبَ ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلى دِيْنِكَ

Artinya: “Wahai Dzat yang membolak-balikan hati, tetapkan hatiku diatas din-Mu (Islam) ini”. (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

  1. 3.   Serius dan Tidak Main-Main

Menuntut ilmu haruslah dikerjakan dengan serius. Karena jika usaha kita maksimal, maka hasilnya pun akan maksimal.

Menuntut ilmu merupakan salah satu yang ditekankan dalam ajaran Islam. “Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)

Jika kita resapi hadits diatas, maka konsekwensinya adalah keseriusan dan kemaksimalan yang kita kerahkan untuk menuntut ilmu. Berusaha semaksimal mungkin mencari ilmu kepada ahlinya, belajarlah al-Qur’an kepada qurra’ (ahli baca al-Qur’an), belajar tafsir kepada mufassir (ahli tafsir), belajar hadits kepada ahli hadits, belajar fiqih kepada para fuqaha’ dan seterusnya. Jika tidak ditemukan pakar yang ahli dalam masing-masing bidang, maka carilah seorang yang benar-benar kibar (senior) dalam ilmu agama secara umum, sebagai bekal dasar dalam menuntut ilmu. Adapun jika ingin mempelajari ilmu secara lebih luas dan mendalam, maka harus kepada orang yang ahli di bidangnya.

Imam Malik  berkata, “Setiap ilmu harus ditanyakan kepada ahlinya.” (Barnamij ‘amali lilmutafaqqihin, Dr. Abdul Aziz al-Qari’ hal 46, 48). Di dalam kitab “Hilyah Thalib al-’Ilm,” karangan Dr. Syaikh Bakar Abu Zaid disebutkan, “Barang siapa yang memasuki (mempelajari) ilmu tanpa syaikh (guru), maka dia akan keluar dengan tanpa membawa ilmu.” Dikatakan pula, “Barang siapa memasuki suatu ilmu sendirian, maka akan keluar sendirian pula.”

  1. 4.   Menjaga Ilmu

Terus berusaha menjaga ilmu tersebut dari waktu ke waktu, karena tanpa adanya penjagaan terhadapnya, maka ilmu tersebut akan hilang atau terlupakan. Diriwayatkan dari Ibnu Umar , bahwasanya Rosululloh  bersabda, “Sesungguhnya perumpamaan penghafal al-Qur’an adalah seperti pemilik unta yang terikat. Jika dia terus menjaganya, maka unta tersebut akan tetap dia miliki, namun jika dia melepaskannya, maka unta itu akan pergi.”  (HR. Bukhori dan Muslim)

Al Imam Ibnu Abdil Barr tatkala mengomentari hadits ini beliau mengatakan, “Apabila al-Qur’an yang dimudahkan untuk diingat akan hilang jika tidak dijaga, maka bagaimana pendapatmu tentang ilmu-ilmu lainnya yang harus dijaga?”

Tidak diragukan lagi tentunya ilmu-ilmu selain Al-Qur’an tersebut jika tidak dijaga, maka akan cepat hilang atau terlupakan.

  1. 5.   Menjaga Hati

Hati merupakan wadah bagi ilmu. apabila wadah tersebut bagus, maka bisa melindung dan menjaga sesuatu yang ada di dalamnya. Namun apabila wadahnya rusak, maka sesuatu yang ada di dalamnya bisa hilang.

Jagalah hati agar jangan sampai seperti spon (busa) atau bunga karang, yang menyerap cairan apa saja yang ada, tanpa memilih dan memilah antara yang satu dengan yang lain.

Rasulullah  menjadikan hati sebagai dasar bagi segala sesuatu. Beliau bersabda :

“Ketahuilah bahwa dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Apabila segumpal daging tersebut baik, maka baiklah seluruh jasad. Namun jika jelek, maka jasad seluruhnya pun jelek. Ketahulah bahwa segumpal daging tersebut adalah hati.” (HR. Bukhori dan Muslim)

  1. 6.   Pandai Membagi Waktu

Hendaklah pandai-pandai membagi waktu dalam belajar, yaitu dengan menyediakan porsi waktu tersendiri untuk masing-masing kegiatan belajar seperti kapan sebaiknya menghafal, kapan waktu membaca, menghadiri durus (ta’lim) dan lain-lain. Mengenai pembagian waktu belajar ini, al-Imam Ibnul Jama’ah al-Kinani berkata, “Waktu paling baik untuk menghafal adalah waktu sahur (menjelang Subuh-red), waktu terbaik untuk membahas sebuah masalah adalah pagi, waktu terbaik untuk menulis adalah siang dan waktu terbaik untuk muthala’ah dan mengulang pelajaran adalah malam hari.” Kemudian beliau juga menukil ucapan al-Khathib al-Baghdadi yang mengatakan, “Sebaik-baik tempat untuk menghafal adalah di dalam kamar dan tempat-tempat yang jauh dari keramaian.”

Demikianlah enam poin yang perlu diperhatikan dalam menuntut ilmu. Mudah-mudahan jika kita serius dan sungguh-sungguh dalam belajar, maka apa yang kita harapkan berupa ilmu yang bermanfaat niscaya Alloh  akan mudahkan kepada kita. Amin.

 

Check Also

ADA SEBUAH KONSPIRASI

Saat kita menyaksikan sebuah kejadian besar perpolitikan atau sosial kemasyarakatan, sering kita dengar sebuah ungkapan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot