Ia seorang hafidz al-Qur’an yang kuat dan termasuk ‘ulama dari kalangan sahabat. Termasuk di antara orang-orang yang pertama kali masuk ke dalam naungan keimanan, tidak terdahului kecuali oleh Khodijah [ranha], beliau masuk Islam dalam usia yang sangat muda. Hidup dalam lingkungan kenabian, meneguk anggur keimanan, dan memahami ayat-ayat al-Qur’an. Nama Aslinya, Ali Bin Abi Tholib, Amir al-Mu’minin Abu al-Hasan al-Quroisyi al-Hasyimi.
Adalah Ali [ranhu], putra paman Rosululloh [saw], dinikahkan dengan putri-nya, Fathimah az-Zahra [ranha] tokoh wanita Islam. Ali [ranhu] adalah khulafaur Rosyidin yang ke empat. Bapak dari dua anak yang sangat mulia, yaitu Hasan dan Husain [ranhum], tokoh pemuda ahli surga. Ali [ranhu] adalah salah satu yang termasuk di antara sepuluh orang yang dijamin masuk surga, putra pertama Bani Hasyim. Ibunya, Fathimah binti Asad, termasuk di antara orang yang hijrah dan wafat pada masa nabi [saw].
Beliau adalah seorang pahlawan pemberani selama memegang panji perjuangan dan turut serta dalam seluruh peperangan bersama Rosululloh [saw], kecuali perang tabuk, karena beliau diperintahkan oleh Rosululloh [saw] untuk menggantikan posisi Nabi [saw] di Madinah. Sikapnya sangat tegas dan jelas dalam kisah-kisah kepahlawanannya. Rosululloh [saw] pun memberinya bendera kepemimpinan pada banyak peperangan, terutama peperangan Khoibar.
Kehidupan Ali [ranhu] yang serumah dengan Nabi [saw], merupakan bekal yang sangat berharga dalam proses pembentukan pribadi Ali . pribadinya kuat, cerdas, pantang menyerah, namun lembut kepada sesama muslim. Beliau langsung dididik oleh Nabi [saw]. Beliau menyaksikan bagaimana Rosululloh [saw] ketika sedang menerima wahyu dari Alloh [swt].
Beliau adalah orator dan penyair besar, terkenal adil dan bijak. Peng-hafal al-Qur’an dan tahu seluk-beluk syari’at, cerdik dan pandai, juga mengetahui sastra, sya’ir, dan ahli bahasa. Ia sahabat yang paling adil, hingga Umar pun berkata, “Ali adalah orang yang paling adil diantara kami.”
Ali Sangat Peduli Akan Kemurnian Sumber Hukum Islam
Ali [ranhu] mengungkapkan kekhawatirannya jika mendengar hadits secara tidak semestinya, atau menghafalnya secara keliru sehingga salah dalam menyampaikan dan mengucapkan berita yang bersumber dari Rosululloh , “Soal berita dari Rosululloh, lebih baik aku dilemparkan dari langit daripada mengatakan apa yang tidak beliau katakan,” papar Ali bin Abi Tholib [ranhu]. [Shohih Bukhori, juz 2 hlm. 531, Kitab al-Manaqib, Bab ‘Alamat an-Nubuwwah, no. hadits 3611; Kitab al-Istitabah, Bab Qatl al-Khowarij wa al-Mulhidin Ba’da Iqamah al-Hujjah ‘alaihim, no. hadits 6930].
Ali [ranhu] menjadi kholifah pada tahun 35 H dan sebelumnya menjadi penasihat kholifah. Beliau terkenal zuhud, waro’ dan dermawan. Menganggap rendah dunia dan selalu beramal untuk akhirat.
Demikianlah pengakuan dan sikap kaum Muslimin kepada manusia mulia Ali [ranhu]. Menempatkan pada posisinya yang mulia sebagai hamba yang sholih, tidak mengagungkannya sampai kepada derajat ketuhanan, begitupun tidak mengkultuskannya.
Ali adalah tetap sebagai manusia, namun Alloh [swt] memuliakannya karena Islam, kedekatannya dengan manusia paling mulia (Nabi [saw]), perjuangan hidup dan matinya untuk Islam, dan menjadi sahabatnya.
Dia adalah mutiara yang terus kemilau, namanya kan tetap wangi dan menjadi sumber inspirasi umat, menjadi obor penerang di setiap zaman yang penuh dengan pekatnya kejahiliyahan. Sekiranya orang-orang Syi’ah tidak terpedaya oleh kebodohannya, yaitu berlebihan mengkultuskan Ali sampai mengangkatnya ke derajat ketuhanan, niscaya mereka akan merasakan sangat indah sekali kehidupan di bawah naungan Islam yang suci-murni. Yang akan mendatangkan ketenangan dan ketentraman yang hakiki, yang bisa mengikis kebencian dan dengki di sanubari yang pasti akan merugi. Allohul musta’an.
(Red-HASMI/IH/Ugun Gunansyah)