JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membantah terjadinya praktik intoleransi beragama di Indonesia, sebagaimana disebut dalam sidang tinjauan periodik universal II (Universal Periodic Review – UPR) di Dewan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa.
“Tidak ada intoleransi beragama di Indonesia,” kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Jakarta, Selasa (29/05/2012).
Namun demikian, Said Aqil mengakui, meskipun secara umum toleransi beragama sudah baik, memang ada sejumlah kasus yang mungkin diartikan sebagai bentuk intoleransi. Tetapi itu tidak tepat jika lantas digeneralisasi bahwa tidak ada intoleransi beragama di Indonesia.
“Jika yang disorot adalah kasus pembangunan gereja Yasmin di Bogor yang masih sulit, maka itu tidak bisa lantas dinilai secara umum tidak ada toleransi beragama, kecuali jika di Bogor sama sekali tidak ada gereja,” kata Said Aqil.
Di sejumlah daerah yang mayoritas berpenduduk non-Muslim, pendirian masjid baru juga agak sulit, namun bukan berarti di daerah itu tidak ada masjid sama sekali.
Said Aqil menilai hal itu sebagai pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, dan NU mendorong dilakukannya dialog bersama semua pihak, dengan mengesampingkan kepentingan kelompok masing-masing.
“Mari kita berdialog untuk menyelesaikan permasalahan ini. Dialog bersama yang saling terbuka. Diperlukan dialog antartokoh agama, antarelit, agar permasalahan ini bisa diselesaikan dengan baik,” kata kiai bergelar doktor lulusan Universitas Ummul Qura`, Mekkah, tersebut, sebagaimana dimuat Antara.
Sebelumnya, dalam sidang UPR yang diikuti 49 negara anggota dewan HAM, termasuk Indonesia, sejumlah delegasi negara peserta sidang, seperti Austria, Norwegia, Belanda, Jerman, India, dan Italia, menyoroti seputar persoalan intoleransi dan perlindungan hak-hak minoritas di Indonesia.
Pada Rabu (23/05/2012) Menteri Agama Suryadharma Ali menilai, lembaga swadaya masyarakat (LSM) tega melaporkan dugaan pelanggaran HAM pemerintah RI ke Dewan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
“Saya juga heran, enggak habis pikir ada lembaga di Indonesia yang memberikan informasi yang jelek-jelek ke luar negeri, padahal informasi yang ia sampaikan itu belum tentu seperti apa yang disampaikan,” ujar Suryadharma, di halaman Istana Merdeka.
Dalam akun Twitter Human Rights Watch (HRW) Indonesia disebutkan, Denmark, Inggris, dan Jerman menyampaikan pertanyaan pada Indonesia dalam acara UPR. Dua negara lainnya adalah Norwegia dan Slovenia.
“Jerman bicara serangan terhadap gereja-gereja di Indonesia, langkah kongkrit apa yang dilakukan guna mengatasi meningkatnya serangan?” demikian HRW Indonesia. “Norwegia tanya langkah-langkah apa yang akan diambil Indonesia untuk melindungi kaum minoritas agama-agama?”
HRW Indonesia juga menyatakan dalam akunnya, Belanda dan Swedia memasukkan pertanyaan tambahan. Belanda meminta keterangan dari Indonesia bagaimana melindungi kebebasan beragama dan kaum minoritas. Sedangkan Swedia mengajukan dua pertanyaan terkait dengan jaminan kebebasan beragama kamum minoritas dan pengadilan terhadap aparat pelaku penyiksaan. (Admin-HASMI/HDT/ANTARA).