Bangkit dan Mulia Dengan Da’wah
Keruntuhan dan kebangkitan selalu bertukar mengiring zaman. Ketika sebuah kaum runtuh ruhaninya; menyembah tuhan-tuhan yang tak patut disembah, khusyuk dalam ritual bisikan syetan, hidup dibawah hukum karangan manusia, ataupun runtuh dunianya; raga terpuruk, tertindas oleh raja durjana…. di sana selalu ada manusia mulia perintis gerakan kebangkitan. Merekalah pahlawan sejarah. Mereka tampil di pentas dunia mengembalikan laju kehidupan manusia pada rel yang sebenarnya. Merekalah para nabi dan Rosul yang Alloh subhanahu wata’ala utus dalam sebuah misi penyelamatan massal lagi total. Hingga ditutup oleh Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam.
Para nabi dan rosul itu adalah manusia paling mulia di sisi Alloh subhanahu wata’ala. Tidak ada manusia yang lebih mulia dari mereka. Kemuliaan nabi dan rosul bukanlah karena fisiknya, harta kekayaan, nasab ataupun lainnya. Sebab, nabi dan Rosul itu manusia biasa, sama dengan umumnya manusia, agar jalan mereka bisa di-tempuh oleh siapapun yang ada ghiroh menitinya.
Penyebab mereka mulia di sisi Alloh subhanahu wata’ala tidak lain karena mereka menyusuri iklim keterpurukan dengan da’wah, menyampaikan risalah yang mereka bawa. Alloh subhanahu wata’ala berfirman:
“Rosul-rosul mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya kami tidak lain adalah manusia biasa seperti kalian. Akan tetapi, Alloh telah memberikan karunia-Nya kepada siapa saja yang di-kehendakinya di antara hamba-hamba-Nya.”
(QS. Ibrahim: 11).
Ibn Katsir memaknai kalimat ter-akhir, “Akan tetapi, Alloh telah memberikan karunia-Nya kepada siapa saja yang dike-hendakinya di antara-hamba-hamba-Nya,” bahwa mereka diberi karunia berupa nubuwwah dan risalah yang mereka emban. (Tafsir Ibn Katsir).
Ketika titik point utama kemuliaan para nabi dan rosul dicirikan oleh risalah yang diembannya. Lantas, bagaimana kedudukan umat mereka yang mene-ruskan aktivitas mereka yang mulia itu, yakni mengibarkan panji da’wah? Alloh sendiri yang menegaskan:
“Siapakah yang lebih baik perkataan-nya daripada orang yang menyeru manusia menuju Alloh?”
(QS. Fushshilat: 33).
Tidak ada posisi, jabatan, kedudukan, martabat yang lebih tinggi melebihi da’i. Tidak ada yang lebih mulia, lebih terhormat, lebih luhur dari seorang da’i. Ucapannya adalah sebaik-baik ucapan. Tutur katanya adalah seelok-elok perkataan. Lakunya selalu menambah bintang di pundaknya. Menyeru kepada jalan Alloh, serius, penuh kesabaran atas segala cobaan demi pahala yang Alloh subhanahu wata’ala janjikan.
Imam al-Qurtubi menjelaskan, ayat di atas berlaku umum bagi siapa saja yang menyeru manusia ke jalan Alloh (Taf-sîr al-Qurthubi). Mereka, menurut Hasan al-Bashri, adalah kekasih Alloh, wali Alloh, dan pilihan Alloh; mereka adalah penduduk bumi yang paling dicintai Alloh karena da’wah yang diserukannya. (Tafsir Ibn Katsir)
Para pengemban da’wah adalah pewaris sejati para rosul dan para nabi. Merekalah yang mewarisi risalah yang pernah diemban para nabi dan rosul itu. Sebab, para nabi dan para rosul tidak meninggalkan apapun yang diwariskan bagi umat mereka, kecuali risalah yang mereka emban.
Karena itulah, mengapa Rosululloh sholallohu’alaih bersabda:
“Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat.” (HR. at-Tirmidzi).
Sampaikan apa yang kita bisa.
Banyak sekali nas-nas motivasai sekaligus puji dari Alloh dan Rosul-Nya yang ditujukan kepada para pengemban da’wah dan penyampai hidayah. Di antaranya Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam bersabda:
“Siapa saja yang menyeru manusia pada hidayah, maka ia mendapatkan pahala sebesar yang diperoleh oleh orang-orang yang mengikutinya, tanpa me-ngurangi sedikit pun pahala mereka.”
(HR. Muslim).
“Sesungguhnya Alloh, para malaikat–Nya, penghuni langit dan bumi, hingga semut yang di dalam lubangnya, bahkan ikan-ikan, semua bersholawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan pada manusia.”
(HR. Tirmidzi, dengan sanad hasan sahih)
Semua sahabat nabi sangat mema-hami nilai kemuliaan dalam sabda-sabda nabi ini. Wajar sekali jika mereka adalah orang-orang yang tidak pernah mengenal lelah dalam menyampaikan risalah dakwah. Meskipun mereka harus mengorbankan sebagian besar waktu, tenaga, pikiran, harta-benda, keluarga, bahkan nyawa. Merekalah orang-orang yang senantiasa menjadikan da’wah sebagai poros hidupnya.
Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam dan para sahabat adalah orang-orang yang menomor wahidkan da’wah dibandingkan urusan-urusan di luar da’wah. Mereka bukanlah orang-orang yang lebih banyak disibukkan waktunya untuk mencari dunia, kecuali sekadar memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya saja. Mereka juga tidak menghabiskan seba-gian besar waktunya untuk hal-hal yang tidak ada manfaatnya. Mereka bangkit dari keterpurukan sejarah, lalu berdiri gagah mengibarkan panji da’wah. Panji-panji yang sarat nilai kemuliaan. Mereka tancapkan panji-panji itu di puncak tertinggi Himalaya. Hingga semua manusia terpana. Mereka lari kencang, bagai topan, menerjang belantara kejahilan, memulai gerakan kebangkitan, menebar kebaikan di seantero dunia.Jika tidak demikian, mana mungkin mereka berhasil menyebarluaskan Islam di seluruh dunia dalam waktu yang sangat singkat?
Apa yang kita tunggu?….
Kita harus bangkit dari keterpurukan zaman ini dengan mengibarkan panji agung itu, berlomba-lomba meraih sederet kemuliaan yang menggiurkan. Bersama-sama berjuang menyongsong kebangkitan Islam, yang sudah terlihat semburatnya. Berjuang bersama dalam jamaah da’wah Himpunan Ahlussunnah untuk Masyarakat Islami!