“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia…” (QS. al-Baqoroh [2]: 102)
Bencana…. bencana… bencana… itulah satu-satunya kata yang paling pantas mendampingi sihir dan segala hal yang berkaitan dengannya, karena dimana ada sihir, maka di situ bencana pasti terjadi. Dan ketahuilah bahwa “hanya setan-setanlah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia…”
Ya, setan-setanlah pada awalnya yang mengajarkan sihir kepada manusia. Merekalah sumber bencana sihir yang saat ini melanda dunia.
Dalam Tafsir al-Imam al-Baghowy (beliau adalah seorang ‘Ulama madzab Syaafi’i) berkaitan dengan ayat 102 QS. al-Baqoroh ini beliau menukil dua pendapat, yang pertama yakni dari al-Kalby sebagaimana berikut:
“Kisah ayat ini adalah bahwa setan menuliskan sihir dan mantra-mantranya melalui mulut Aashif bin Barkhiya, dimana dia (Aashif) ini dikala itu tidak mengetahui bahwa Nabi Sulaiman adalah sebagai raja. Kemudian mereka memendam tulisan tersebut di bawah tempat ibadah Nabi Sulaiman, hingga Alloh mencabut kerajaan dan nyawa Nabi Sulaiman , namun Nabi Sulaiman tidak mengetahui tentang hal ini.”
Ketika Nabi Sulaiman meninggal, maka mereka mengeluarkan kitab sihir tersebut, dan mengatakan kepada manusia, “Sesungguhnya Sulaiman, dengan kitab sihir ini lah Sulaiman itu merajai atau menguasai kalian. Maka ketahuilah hal tersebut.”
Adapun para ‘Ulama dari kalangan Bani Isro’il dan orang-orang sholih di antara mereka, maka mereka mengatakan, “Kami berlindung kepada Alloh (tidak meyakini) bahwa (Kitab Sihir) yang demikian itu adalah bagian dari ilmu Alloh.”
Sedangkan orang-orang jahil (bodoh) di kalangan Bani Isro’il, mereka itu mengatakan, “Inilah ilmunya Sulaiman.”
Sehingga kemudian mereka pun mempelajarinya dan menolak Kitab para Nabi mereka, lalu tersebarlah ketercelaan (kedustaan) atas Nabi Sulaiman…” [Tafsir al–Imam al–Baghowy” Jilid I/126-127]
Kemudian dalam Tafsir al–Imam al–Baghowy selanjutnya beliau menjelaskan pendapat yang kedua yakni pendapat al–Imam as–Suddy sebagai berikut:
“Bahwasanya setan itu naik ke langit untuk mencuri perkataan malaikat tentang apa yang akan terjadi di bumi, baik berupa kematian ataupun selainnya. Kemudian setan itu mendatangi para dukun, sembari mencampur-adukkan apa yang mereka dengar tadi dengan 70 (tujuh puluh) kedustaan. Kemudian mereka memberitakannya kepada para dukun tersebut, sehingga setelah tertulis maka tersebarlah di tengah-tengah Bani Isro’il bahwa jin mengetahui perkara yang ghoib.”
Oleh karena itu, maka Nabi Sulaiman pun mengutus pada orang-orang, kemudian mengumpulkan Kitab-Kitab tersebut dan menyimpannya di dalam kotak serta memendamnya di bawah kursinya, seraya mengatakan, “Aku tidak ingin mendengar seorang pun mengatakan bahwa setan mengetahui perkara yang ghoib, kecuali akan aku penggal lehernya.”
Dan ketika Nabi Sulaiman meninggal dan para ‘Ulama Bani Isro’il yang mengetahui tentang perkara Nabi Sulaiman dan pemendaman Kitab-Kitab (Sihir dan Mantra) ini meninggal; lalu bergantilah generasi dimana setan menyerupai sebagai seorang manusia dan mendatangi sekelompok kaum Bani Isro’il seraya berkata, “Maukah aku tunjukkan kepada kalian pendaman yang berharga yang kalian belum pernah menikmatinya selama ini?”
Mereka (Bani Isro’il) menjawab, “Ya.”
Maka pergilah setan bersama mereka dan diperlihatkannyalah tempat di bawah kursi Nabi Sulaiman tersebut, lalu mereka pun menggalinya dan Bani Isro’il pun berkata kepada setan, “Mendekatlah engkau (kemari).”
Tetapi setan menjawab, “Aku tidak akan datang (kesitu), akan tetapi jika kalian tidak menemuinya (tidak menemukan Kitab tersebut), maka bunuhlah aku.” (Hal ini dikatakan setan demikian, karena tidak ada satu setan pun yang mendekat pada kursi Nabi Sulaiman, melainkan dia akan terbakar.
Akhirnya kaum Bani Isro’il menggali dan mengeluarkan Kitab-Kitab itu, dan setan pun berkata kembali, “Sesungguhnya Sulaiman menguasai jin, manusia, setan dan burung adalah dengan (Kitab) ini.”
Kemudian menghilang (berlalu) lah setan itu dari mereka, dan tersebarlah pada Bani Isro’il bahwa Nabi Sulaiman adalah seorang penyihir; kemudian mereka mengambil Kitab-Kitab (Sihir & Mantra) tersebut serta menggunakannya.
Kebanyakan sihir ditemukan di kalangan Yahudi dan ketika Nabi Muhammad datang, maka Alloh membersihkan fitnah ini dari Nabi Sulaiman.” [Tafsir al-Imam al-Baghowy, Jilid I/128]
Jadi demikianlah, sesungguhnya Iblislah yang menurunkan ajaran sihir dan mantra-mantra itu kepada setan dan kemudian setan menurunkannya kepada Bani Isro’il, mula-mula melalui kitab (catatan) yang ditulis oleh Aashif bin Barkhiya, lalu pada akhirnya sampai kepada Bani Isro’il. Dan setan memfitnah Nabi Sulaiman dengan menyatakan bahwa dengan Kitab Sihir itulah Nabi Sulaiman [alayhis] menguasai manusia, burung, jin dan setan. Fitnah ini berlangsung terus-menerus hingga diturunkannya Nabi Muhammad untuk membersihkan keyakinan yang keliru tersebut dari jiwa-jiwa manusia, dan menjelaskan bahwa Nabi Sulaiman berlepas diri dari hal tersebut dan beliau tidaklah kafir (tidak mempelajari ilmu Sihir), melainkan setanlah dedengkot dari kebathilan tersebut.
(Red-HASMI/IH/Ganjar Wijaya)