Bencana letusan Gunung Merapi baru saja menimpa sebagian bumi Yogyakarta pada Rabu(27/10). Luncuran awan panas telah menelan korban tewas dan luka-luka. Penduduk mengungsi demi menyelamatkan diri. Tentu saja musibah semacam ini menuntut kepedulian kaum muslimin untuk mendoakan kebaikan bagi saudara mereka yang tertimpa musibah dan berupaya untuk meringankan musibah yang dialami. Di sisi lain, ada sesuatu yang tidak kalah pentingnya bagi kita semua yaitu memetik pelajaran dari musibah yang telah melanda.
Dalam peristiwa yang sangat cepat itu membuat banyak warga masyarakat yang terjebak dan menjadi korban dalam kepungan awan panas yang menyelimuti kawasan lereng gunung. Salah satu korban yang diketemukan Tim SAR saat melakukan evakuasi dikenali sebagai seorang Juru Kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan. Ia ditemukan dalam rumahnya dengan posisi bersujud dan tubuhnya diselimuti abu.
Kematian mbah Maridjan ini menjadi topik yang hangat di perbincangkan oleh masyarakat. Mereka menganggap si mbah sebagai tokoh pahlawan, padahal ia ditemukan bersujud belum tentu kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala. Semasa hidupnya ia adalah seorang yang dianggap juru kunci gunung merapi. Mana mungkin seorang yang tua renta dapat menjaga gunung yang tangguh. Jika kita telusuri bahwa juru kunci tersebut berperan sebagai mediator antara masyarakat dengan hal-hal gaib yang ada di sekitar gunung merapi. Bukankah hal ini menjurus kepada kesyirikan Akbar.(Redaksi HASMI)