Fikih Puasa Syawal – Puasa sunnah Syawal adalah puasa yang disunnahkan untuk dilakukan di bulan Syawal setelah mengerjakan puasa Ramadhan selama enam hari.
رَوَى مُسْلِمٌ عَنْ أَبِى أَيُّوبَ الأَنْصَارِىِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ « مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ »
Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Ayyub al-Anshari radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian melanjutkannya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa selama setahun penuh.” (HR. Muslim No.2758, Abu Daud No.2433, Tirmidzi No.759, dan Ibnu Majah No.1716)
Para ahli fiqih madzhab Hambali dan asy-Syafi’i menegaskan bahwa puasa enam hari bulan Syawal selepas mengerjakan puasa Ramadhan setara dengan puasa setahun penuh. Karena penggandaan pahala secara umum juga berlaku pada puasa-puasa sunnah.
Imam al-Nawawi berkata dalam kitab al-Majmu menjelaskan bahwa menurut ulama Mazhab asy-Syafii, puasa enam hari di bulan Syawal disunnahkan berdasarkan hadits tersebut. Disunnahkan melakukannya secara berturut-turut di awal Syawal. Jika tidak berturut-turut atau tidak dilakukan di awal Syawal, maka itu boleh. Seperti itu sudah dinamakan melakukan puasa Syawal sesuai yang dianjurkan dalam hadits. Sunnah ini tidak diperselisihkan di antara ulama Mazhab asy-Syafii. Begitu pula hal ini menjadi pendapat Imam Ahmad dan Daud.”
عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ « مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا) »
Diriwayatkan dari Tsauban, bekas budak Rasulullah shallallahu ‘laihi wa sallam bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah Idul Fitri, maka ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh. Karena siapa saja yang melakukan kebaikan, maka akan dibalas sepuluh kebaikan semisal.” (HR. Ibnu Majah)
Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin menjelaskan sebagaimana dalam kitab Majmu Fatawa Wa Rasail al-Utsaimin bahwa setiap orang perlu memerhatikan bahwa keutamaan puasa Syawal ini tidak bisa diperoleh kecuali jika puasa Ramadan telah dilaksanakan semuanya. Oleh karena itu, jika seseorang memiliki tanggungan qadha Ramadhan, hendaknya dia bayar dulu qadha Ramadan-nya, baru kemudian melaksanakan puasa 6 hari di bulan Syawal. Jika dia berpuasa Syawal sementara belum meng-qadha puasa Ramadhan-nya maka dia tidak mendapatkan pahala keutamaan puasa Syawal, tanpa memandang perbedaan pendapat, apakah puasanya sebelum qadha itu sah ataukah tidak sah.
Dari penejelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa puasa sunnah Syawal adalah puasa yang disunnahkan untuk dilakukan di bulan Syawal setelah mengerjakan puasa Ramadhan selama enam hari. Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fitri, namun tidak mengapa jika diakhirkan selama masih di bulan Syawal. Puasa Syawal boleh dilakukan secara berurutan dan tidak mengapa jika dilakukan tidak berurutan. Diusahakan untuk menunaikan qadha puasa terlebih dahulu agar mendapatkan pahala puasa setahun penuh.
Ibadah puasa sunah Syawal juga bisa mendatangkan kecintaan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal ini dikarenakan seorang hamba mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan ibadah-ibadah sunnah. Berkaitan dengan hal ini, Imam al-Bukhari meriwayatkan hadits dari jalur Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang beliau riwayatkan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah Sunnah hingga Aku mencintainya.” (No.6502)
Baca juga artikel Zakat Adalah Rukun Islam
Disusun oleh: Abu Mujahidah al-Ghifari, Lc., M.E.I.