Hakikat Tasamuh Dalam Islam
Tasamuh menurut bahasa berarti murah hati dan memberi penuh kemurahan dan kelapangan. Sedangkan tasamuh yang menjadi istilah memiliki dua pengertian: 1) kedermawanan yang penuh kemurahan hati dan 2) bersikap toleran terhadap orang lain dalam pergaulan sosial.
Ibnu al-Atsir berkata istilah Musamah artinya bertoleransi dan memberikan kemudhan. (Baca: al-Nihayah fii Gharib al-Hadis, Jld. II, h. 398) Imam Ibnu Hajar mendefenisikan kata al-samhah dengan pengertian kemudahan yaitu sesuatu yang berlandaskan kemudahan. (Baca: Fath al-Bary, Jld. I, h. 94)
Di dalam Islam, tasamuh merupakan akhlak utama yang terkandung dalam ajaran-ajarannya. Sikap tasamuh dalam pergaulan sosial sesama muslim maupun kepada orang-orang kafir adalah salah satu ajaran yang harus menghiasi setiap muslim.
Alloh subhanahu wata’ala berfirman:
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian kepada kekafiran setelah kalian beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Alloh mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Alloh Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(Qs. Al-Baqoroh [2]: 109)
Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan bahwa arti fa`fu adalah tidak menjatuhkan hukuman karena satu kesalahan, sedangkan wasfahu adalah menghapus dampak kekesalan yang ada di hati karena kesalahan seseorang.
Ibnu Abbas rodhiyallohu’anhu meriwayatkan:
“Nabi shollallohu’alaihi wasallam pernah ditanya: “Ajaran apa yang paling dicintai Alloh subhanahu wata’ala? Beliau shollallohu’alaihi wasallam menjawab: Ajaran yang lurus hanif lagi tasamuh (toleran penuh kemudahan)”.
Di dalam Kitab Shohih al-Bukhori dicantumkan sebuah hadis Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam yang menyatakan:
أَحبُّ الدِّينِ إلى الله: الحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ
“Ajaran yang paling dicintai Alloh swt adalah ajaran yang lurus lagi mudah penuh toleransi”
Berdasarkan hadits di atas dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama yang toleran dalam berbagai aspeknya, akan tetapi toleransi dalam Islam berlaku pada wilayah muamalah dimana Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda :
« رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى »
“Alloh merahmati atau menyayangi seseorang yang toleran dalam menjual, membeli dan memutuskan perkara”
Imam al-Bukhary memberikan bab pada kata as-Samahah (toleran) dalam hadis ini dengan kata kemudahan, beliau berkata: Bab Kemudahan Dan Toleransi Dalam Jual-Beli. Berkata Ibnu Hajar al-Asqalany ketika mengomentari hadits ini: “Hadits ini menunjukkan anjuran untuk toleransi dalam interaksi sosial dan menggunakan akhlak mulia dan budi yang luhur dengan meninggalkan kekikiran terhadap diri sendiri, selain itu juga menganjurkan untuk tidak mempersulit manusia dalam mengambil hak-hak mereka serta menerima maaf dari mereka.”
Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam adalah contoh utama dalam kesantunan dan pemberian maaf yang sangat murah kepada manusia, baik kawan maupun lawan.
Sikap santun Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam kepada pembantunya
Anas bin Malik rodhiyallohu’anhu berkata: “Demi Alloh, aku telah melayani beliau selama Sembilan tahun, tapi aku belum pernah mendengar beliau berkata tentang sesuatu yang aku lakukan “mengapa kamu melakukan ini? Atau beliau berkomentar tentang sesuatu yang tidak aku lakukan dengan mengucapkan mengapa kamu tidak melakukannya?”
(HR. Muslim: 2310)
Sikap santun Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam kepada para sahabatnya
Anas bin Malik rodhiyallohu’anhu bercerita: Di saat kami sedang berada di Masjid bersama Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam, tiba-tiba seorang Arab pedalaman datang, lalu kencing di salah satu sudut masjid, maka para sahabat Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam berkata: hentikan, hentikan!. Namun Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda: jangan menghardiknya, biarkan dia. Orang-orangpun membiarkannya sampai dia selesai kencing.
Kemudian Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam memanggilnya dan mengatakan kepadanya: “Sesungguhnya masjid-masjid itu tidak patut untuk kencing seperti ini dan tidak patut pula ada kotoran, karena ia adalah tempat berzikir, sholat dan membaca al-Qur`an. Lalu Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam memerintahkan seseorang untuk mengambil setimba air dan menyiramkannya ke bekas kencing tersebut”
(HR. Bukhori dan Muslim)
Sikap santun dan maaf Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam terhadap musuh-musuh beliau
Jabir bin Abdulloh rodhiyallohu’anhu bercerita bahwa beliau pernah ikut dalam peperangan bersama Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam kearah nejed, manakala Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam pulang, beliau ikut pulang, orang-orang beristirahat siang di sebuh lembah yang banyak ditumbuhi pohon-pohon berduri, Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam turun dan orang-orang berpencar mencari naungan pohon.
Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam duduk di bawah sebuah pohon Samurah dan beliau menggantungkan pedang di sana, kami tidur sesaat, tiba-tiba Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam memanggil kami, kami melihat seorang laki-laki Badui di depan beliau, beliau bersabda: laki-laki ini menghunus pedangku kepadaku saat aku sedaang tidur, aku bangun sementara pedang itu terhunus di tangannya, dia berkata kepadaku: siapa yang bisa menghalangiku untuk memebunuhmu? Maka aku menjawab: Alloh, sebanyak tiga kali. Nabi shollallohu’alaihi wasallam tidak menghukum laki-laki itu dan laki-laki itupun duduk tak berdaya. (HR. Bukhori: 2910 dan Muslim: 843)
Agama Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan. Kedalian bagi siapa saja, yaitu menempatkan sesuatu sesuai tempatnya dan memberikan hak sesuai dengan haknya. Begitu juga dengan toleransi dalam beragama. Agama Islam melarang keras berbuat zalim dengan agama selain Islam dengan merampas hak-hak mereka. Alloh subhanahu wata’ala berfirman,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.
“Alloh tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
(QS. Al-Mumtahah: 8)
Syaikh As-Sa’diy rohimahulloh menafsirkan, “Alloh tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung silaturrahmi, membalas kebaikan, berbuat adil kepada orang-orang musyrik, baik dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan.” (baca:Taisir Karimir Rahman hal. 819)
1. Ajaran berbuat baik terhadap tetangga meskipun non-muslim
‘Abdullah bin ’Amru berkata, “Saya mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam berwasiat terhadap tetangga sampai kami khawatir kalau beliau akan menetapkan hak waris kepadanya.” (Irwaul Golil: 891)
2. Bermuamalah yang baik dan tidak boleh dzalim terhadap keluarga dan kerabat meskipun non-muslim
Misalnya pada ayat yang menjelaskan ketika orang tua kita bukan Islam, maka tetap harus berbuat baik dan berbakti kepada mereka dalam hal muamalah. Alloh subhanahu wata’ala berfirman,
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”
(QS. Luqman: 15)
3. Islam melarang keras membunuh non-muslim kecuali jika mereka memerangi kaum muslimin.
Dalam agama Islam orang kafir semisal orang kafir yang mendapat suaka atau ada perjanjian dengan kaum muslimin semisal kafir dzimmi, kafir musta’man dan kafir mu’ahad, maka dilarang keras untuk dibunuh. Jika melanggar maka ancamannya sangat keras.
“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. ”
(HR. An-Nasai)
4. Adil dalam hukum dan peradilan terhadap non-muslim
Contohnya ketika Umar bin Khattab rodhiyallohu’anhu membebaskan dan menaklukkan Yerussalem Palestina. Beliau menjamin warganya agar tetap bebas memeluk agama dan membawa salib mereka. Umar tidak memaksakan mereka memluk Islam dan menghalangi mereka untuk beribadah, asalkan mereka tetap membayar pajak kepada pemerintah Muslim. (Tafsir Al Qurthubi 20: 225)