Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin –rahimahullah– pernah ditanya tentang hukum orang yang puasa namun meninggalkan shalat?
Beliau pun menjawab bahwa shaum yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat telah melakukan bentuk kekafiran dan kemurtadan.
Dalil bahwa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala dalam Qur’an Surat At Taubah : 11 yang berbunyi,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
yang artinya ”Jika mereka bertaubat mendirikan sholat dan menunaikan zakat/maka mereka itu adalah saudara-saudaramu seagama Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.”
kemudian sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa “Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.”
dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda “Perjanjian antara kami dan mereka yaitu orang kafir adalah mengenai shalat Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”
Pendapat yang mengatakan bahwa meninggalkan shalat merupakan suatu kekafiran adalah pendapat mayoritas sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan pendapat tersebut adalah ijma’ atau kesepakatan para sahabat. ‘Abdullah bin Syaqiq –rahimahullah– seorang tabi’in yang sudah masyhur mengatakan “Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amalan yang apabila seseorang meninggalkannya akan menyebabkan dia kafir selain perkara shalat.”
Oleh karena itu, apabila seseorang shaum namun dia meninggalkan shalat shaum yang dia lakukan tidaklah sah atau tidak diterima, Amalan shaumnya pun tidaklah bermanfaat pada hari kiamat nanti.
Oleh sebab itu, kami katakan “Shalatlah kemudian tunaikanlah shaum”. Adapun jika engkau shaum namun tidak shalat amalan shaummu akan tertolak karena telah kafir dengan sebab meninggalkan shalat dan secara umum ibadah dari dirinya tidak diterima ( fatwa ini diambil dari kitab Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin )