Wilayah Turkistan berada di Asia Tengah, dimana bagian timur berbatasan dengan Cina dan Mongolia. Bagian Barat dengan Kaspia dan sungai Ural. Bagian selatan berbatasan dengan Tibet, Kashmir, Pakistan, Afghanistan, Iran, Mongolia Utara dan Siberia. Ada dua penjajah yang bergabung untuk menguasai wilayah ini, yakni Uni Soviet (di masa lalu) dan Republik Rakyat Cina (sampai saat ini) di bawah perjanjian Nerchinsk pada bulan Agustus 1689. perjanjian ini berakhir dengan adanya perjanjian St. Petersburg pada bulan Februari 1981. Wilayah bagian Barat yang (dahulu) dijajah oleh Uni Soviet dikenal dengan nama Turkistan Barat. Sementara itu, bagian Timur dijajah oleh Republik Rakyat Cina dan dikenal dengan nama Turkistan Timur. Turkistan Timur inilah yang saat ini berada di bawah tekanan dan penindasan rezim Sosialis Komunis Cina.
Rezim Sosialis Komunis Cina menyebut Turkistan Timur dengan nama Xinjiang. Daerah ini juga mencakup sebagian besar wilayah Aksai Chin, yang diklaim oleh rezim India sebagai bagian dari negara bagian Jammu dan Kashmir. Xinjiang yang secara harfiah bermakna ‘Perbatasan Baru’ atau ‘Daerah Baru’ menjadi semakin diperebutkan mengingat sumber daya alam dan ekonominya yang sangat luar biasa. Kaum Muslimin lebih suka menyebutnya Turkistan Timur.
Pada tahun 1949, komandan pasukan Cina di Turkistan Timur menaklukan negeri ini dan menyerahkannya ke Mao Tse Tung, pemimpin Partai Komunis Cina. Pasukan Cina Komunis memasuki Turkistan Timur pada bulan Oktober 1949 dan mulailah era rezim Sosialis Komunis Cina, dan ketidak adilan dalam sejarah muslimin Turkistan Timur terjadi terus hingga sekarang.
Turkistan Timur Dibawah Tekanan Rezim Komunis Cina
Rezim Sosialis Komunis Cina telah menistakan kemuliaan Islam dan mereka membuat undang-undang khusus yang melarang siapa pun untuk memeluk dan beriiltizam dengan Islam, melarang ta’lim, mengajar dan mempelajari Al Qur’an , dan memenjarakan mereka yang nekat melakukannya. Sebuah pembantaian dan perang terhadap Islam dan kaum Muslimin saat ini tengah berlangsung di negeri yang dahulu pernah menjadi negeri Islam. Syi’ar-syi’ar Islam dilarang, ribuan mushhaf dan kitab-kitab Islam dibakar. Kumandang adzan dilarang di masjid-masjid. Sungguh sebuah penghinaan dan pelecehan Islam oleh rezim Sosialis Komunis Cina. Sedangkan warga Turkistan adalah kaum Muslim yang senantiasa berpegang teguh dengan agamanya.
Rezim komunis Cina di bawah kepemimpinan Mao Tse Tung telah membantai sebanyak 4,5 juta muslim. Mereka juga mengembargo ekonomi kaum Muslimin di Uighur di Turkistan Timur dan melarang mereka untuk menduduki jabatan pemerintahan serta mencegah mereka dari berhubungan dengan kaum Muslimin lainnya di luar Turkistan, dan juga melarang mereka untuk pergi ke luar negeri. Mereka juga melarang atau menutup masjid-masjid dan sekolah Islam, memaksa perempuan muslimah untuk membatasi kelahiran, bahkan menggugurkan janin di perut ibunya. Mereka juga menangkapi para ulama dan menjebloskan ke penjara tanpa tuduhan apapun kecuali dengan dalih memberantas terorisme.
Lebih sadis lagi, rezim Cina ini berusaha membumi hanguskan kaum Muslimin Turkistan secara sistematis. Mereka, menyebarkan wabah penyakit di antara penduduk Muslim Turkistan, menerapkan kebijakan pembersihan etnis muslim dengan menculik muslimah Turkistan dan memindahkan mereka ke Cina. Tentu saja tindakan biadab ini akan membangkitkan kemarahan kaum Muslimin dan mengobarkan semangat jihad untuk menghilangkan kesewenang-wenangan dan kedzoliman yang dilakukan rezim Komunis Cina.
Turkistan Timur Menjadi Ladang dan Medan Jihad
Adanya gerakan jihad di Turkistan adalah karena panggilan atau kewajiban sebagai muslim Turkistan khususnya untuk menghilangkan tragedi yang diderita muslim Turkistan saat ini, maka para ulama, du’at dan kaum muslimin yang merasa terpanggil berusaha menggelorakan semarak jihad dalam membela agama dan kehormatan kaum muslimin, untuk kemudian mereka melaksanakan dakwah dan bimbingan kepada para pemuda muslim dengan dakwah yang didasari tauhid dan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah menurut Al Qur’an dan As Sunnah.
Maka jama’ah jihad di Turkistan ini pun mulai meretas jalan jihad dan dakwah, I’dad imany dan I’dad askary sebagai bentuk manhaj dalam sebuah jama’ah yang menuju perubahan. Mereka mengatakan bahwa jalan tersebut ditempuh untuk mengembalikan penerapan syari’at Allah di bumi Turkistan dan seluruh negeri Islam. Dalam perjalanan mereka, telah ratusan syuhada, janda, dan anak yatim mereka persembahkan.
Kini, Jama’ah Jihad di Turkistan mengajak seluruh kaum Muslimin untuk memberikan dukungan kepada saudara-saudara se-dien dan se-aqidah, baik berupa nasehat, bimbingan, do’a sholih, dan tentu saja bantuan kongkrit lainnya untuk menyelesaikan problem bagi seluruh umat Islam, khususnya di Turkistan Timur. Mereka memanggil kaum Muslimin dimana pun dengan panggilan jihad untuk membantu mereka, saudara-saudara kita seiman hingga penjajah kafir yang atheis itu hengkang dari negeri kaum Muslimin dan hingga daulah Islamiyyah tegak dengan izin Allah.
Dari perspektif kaum muslimin, mereka harus menganggap hal ini serius dan mengambil bagian dalam persoalan ini dengan jihad. Sayangnya, sebagian besar kaum muslimin masih berada dalam kebodohan dan sedikit yang menganggap pentingnya jihad. Kaum muslimin akan menganggap jihad itu solusi jika syariah dan dakwah sudah menjadi sandaran dan harapan mereka.
Kini, jawaban dan pilihan ada pada kita semua, kaum Muslimin. Akankah kita membantu saudara-saudara Muslim kita yang saat ini sedang didzolimi oleh rezim komunis ? Atau apakah kita akan berdiam diri dan tidak peduli, walau hanya untaian do’a semata. Kita harus mengambil bagian dari jihad kaum muslimin apapun yang bisa kita lakukan.
(Hadist R.Ahmad dan Thabrani)