Jumawa Membawa Nista
Di dunia ini banyak sekali jiwa-jiwa sombong di berbagai lini kehidupannya. Mereka berlaku jumawa karena merasa memiliki kelebihan kekuatan, kekayaan, kekuasaan, atau banyaknya pengikut. Tidak henti-hentinya mereka berlaku zholim kepada siapa saja yang mereka anggap rendah.
Alloh subhanahu wata’ala telah memotret di dalam Al-Qur’an berbagai realita kejumawaan yang berujung kepada kenistaan. Kisah-kisah mereka Alloh subhanahu wata’ala abadikan untuk menjadi ibroh bagi generasi setelahnya. Tidak ada satupun dari mereka yang tersisia di balik keangkuhan dan kejumawaannya. Semua sirna ditelan ajal yang Alloh subhanahu wata’ala tentukan kepadanya. Kesombongan yang mereka banggakan ternyata tak mampu menyelamatkan mereka dari kehancuran dan kematian.
Potret Buram Kejumawaan
Berikut ini beberapa potret kejumawaan yang Alloh subhanahu wata’ala abadikan di dalam Al-Qur’an.
1. Kejumawaan Iblis
Potret kesombongan iblis Alloh gambarkan di dalam firman-Nya berikut ini.
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
“Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam,” Maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Ia enggan dan sombong. Iblis termasuk golongan orang-orang yang kafir.”
(QS. Al-Baqoroh:34)
Iblis membangkan perintah Alloh subhanahu wata’ala karena ia enggan dan sombong. Kesombongan iblis dilatarbelakangi oleh analoginya yang salah kaprah. Ia menyangka bahwa peciptaannya lebih mulia daripada penciptaan Adam alaihissalam. Alloh subhanahu wata’ala berfirman:
“Iblis berkata, “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan Adam Engkau ciptakan dari tanah.”
(QS. Shod :76)
Merasa dirinya lebih baik dari Adam alaihissalam inilah yang menjadikan iblis jumawa. Ironisnya, betapa sering rasa semacam ini muncul di dalam hati kita tatkala kita bergaul di masyarakat. Terkadang kita merasa bahwa kita keturunan ningrat, paling perkasa, paling gagah atau cantik, paling cerdas, paling terkenal, paling rajin atau paling sholih dan lain sebagainya. Sehingga, benih-benih kesombongan pun memenuhi hati kita. Oleh karena itu, segeralah kembali mengingat Alloh subhanahu wata’ala; al-Mutakabbir, Dzat Yang Maha Jumawa saat benih-benih kesombongan memenuhi hati kita. Sungguh, kesombongan itu hanya layak disandang Alloh subhanahu wata’ala pemilik segala-galanya.
2. Kejumawaan Fir’aun, Qorun, dan Haman
Kesombongan tiga tokoh ini memenuhi bumi Mesir di zaman nabi Musa . Fir’aun jumawa karena kekuasaannya. Sampai pada batas yang ekstrem, ia berani mengklaim bahwa dirinya adalah Tuhan sebagaimana firman Alloh subhanahu wata’ala berikut ini:
“Fir’aun berkata, “Akulah Tuhanmu yang paling tinggi”.
(QS. An-Nazi’at: 24)
Adapun Qorun, ia adalah milyader yang jumawa karena fitnah harta. Kekayaan Qorun Alloh subhanahu wata’ala gambarkan di ayat berikut ini:
“Sesungguhnya Qorun adalah termasuk kaum Musa. Maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat. Iingatlah ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri”.
(QS. Al-Qoshos: 76)
Limpahan harta yang Alloh subhanahu wata’ala berikan padanya justru menjadikan ia lupa daratan. Ia menyangka bahwa kekayaan tersebut diperoleh dari ilmu yang ia miliki. Alloh subhanahu wata’ala berfirman:
“Qorun berkata, “Sesungguhnya aku diberi harta itu, hanyalah karena ilmu yang ada padaku”. Apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Alloh sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
(QS.al Qoshos :76)
Sedangkan Haman ia adalah orang yang diuji dengan kecerdasannya. Ia merupakan arsitek yang handal sehingga Fir’aun mempercayainya untuk membangun menara mercusuar agar Fir’aun bisa melihat Alloh subhanahu wata’ala. Alloh subhanahu wata’ala berfirman,
“Fir’aun berkata, “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Wahai Haman bakarlah untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia Termasuk orang-orang pendusta”.
(QS. Al-Qoshos: 38)
Begitulah kesombongan mereka. Kekuasaan, harta dan kecerdasan telah menjadikan mereka jumawa dalam hidupnya. Pertanyaannya, adakah sifat kejumawaan ini bersemayam di dalam diri kita?
3. Kepongahan Abrohah
Raja Abrohah adalah seorang penguasa Yaman yang beragama Nasrani. Kebenciannya terhadap Islam menjadikan ia bertekad untuk menggempur Ka’bah. Dengan penuh kesombongan, ia berangkat dari negeri Yaman menuju Mekkah dengan pasukan bergajah. Namun, sebelum sampai ke Mekkah kejumawaan mereka hancur di hadapan pasukan Alloh subhanahu wata’ala. Hanya dengan mengutus burung yang berbondong-bondong (Thoiron Ababil) serta melempar batu dari langit tentara bergajah tumbang laksana dedaunan yang termakan ulat. Alloh subhanahu wata’ala mengabadikan kenistaan tentara Abrohah di dalam surat al-Fil.
4. Kejumawaan kaum Ad, Tsamud, Luth
Kaum Ad (kaum Nabi Hud ), kaum Tsamud (kaum Nabi Sholih), dan kaum Nabi Luth adalah contoh bangsa yang dimusnahkan karena kejumawaan mereka.
Kaum Ad adalah penduduk Irom yang menempati al Ahqof (bukit-bukit pasir) di wilayah Hadramaut, Yaman. Mereka memiliki bangunan-bangunan megah yang belum pernah dibangun peradaban sebelumnya. Tatkala nabi Hud berdakwah kepada mereka, mereka justru sombong menantang azab Alloh subhanahu wata’ala. Alloh subhanahu wata’ala berfirman:
“Mereka berkata, ‘Apakah kamu datang kepada Kami, agar Kami hanya menyembah Alloh saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami?’ Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada Kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar.”
(QS. Al-A’rof: 70)
Itulah kesombongan mereka yang berani menantang datangnya adzab Alloh. Akhirnya, mereka dibinasakan dengan angin kencang yang menghancurkan negeri mereka selama tujuh malam delapan hari. Merekapun binasa seolah mayang-mayang kurma yang tumbang berserakan.
Tidak jauh beda dengan kaum Ad adalah kaum Tsamud dan kaum Nabi Luth. Mereka juga dimusnahkan akibat pendustaan dan kejumawaan mereka terhadap syariat Alloh subhanahu wata’ala. Sungguh, tidak ada makhluk yang juwa melainkan akan sirna.
Apa Yang Pantas Kita Sombongkan?
Jika kita renungkan, manusia hanyalah setetes mani yang hina. Ia juga penuh dengan dosa dan kekurangan. Sehebat apapun yang dimiliki manusia hanyalah setitik dari luasnya perbendaharaan Alloh subhanahu wata’ala. Oleh karena itu, tak ada yang pantas disombongkan dari manusia. Harta, tahta, wanita, kecerdasan dan semua yang kita miliki akan sirna. Perhatikanlah firman Alloh subhanahu wata’ala berikut ini.
“Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.”
(QS. Al-Isro’: 37)
Berkaitan dengan ayat tersebut Imam Qurthubi berkata:
هَذَا نَهْي عَنْ الْخُيَلَاء وَأَمْر بِالتَّوَاضُعِ
“Ayat tersebut berisi larangan bersifat sombong dan anjuran berlaku tawadhu”
Pembaca yang budiman, betapa buruknya ketika sifat jumawa bersemayam di dalam dada manusia. Tidaklah setitik kesombongan bercokol di dalam hati manusia melainkan akan menghancurkan dan menyeret kepada kenistaan. Semoga Alloh subhanahu wata’ala jauhkan kita dari sifat jumawa yang membawa nista. Amin.
Oleh: Abu Azzam Hawari, Lc., M.E.I.