Itu adalah kematian pertama yang dilaporkan oleh media asing di Libya sejak pemberontakan terhadap rezim negara itu meletus pada 15 Februari lalu.
"Ali Hassan al-Jaber tewas setelah awaknya diserang di daerah Hawari dekat Benghazi," kata televisi itu, tanpa menyebutkan secara khusus siapa yang berapa di belakang serangan itu atau pada hari apa serangan itu terjadi.
Tapi direktur jendral saluran yang bermarkas di Doha itu, Waddah Khanfar, mengatakan pembunuhan itu menyusul "serangan yang meningkat yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh rezin Libya terhadap Al Jazeera dan stafnya".
Gerakan 17 Februari pemberontak, dinamai sama dengan hari perebutan mereka atas Benghazi, menudingkan kesalahan itu langsung pada rezim pemimpin Libya Muamar Gaddafi.
"Tampaknya ia (Jaber) diikuti karena pemerintah Gaddafi telah menuduhnya," kata Mustafa Gheriani, pengorganisir media di markas pemberontak.
"Gaddafi, tentu saja. Selama dua hari terakhir ia telah memperingatkan bahwa ia akan melakukan sesuatu kira-kira seperti itu. Satu dari teman-teman kami bersama dia (Jaber). Satu dari teman-teman kami bekerja pada Al Jazeera," katanya ketika ditanya siapa yang di belakang serangan itu.
Juga di Benghazi, ribuan warga Libya turun ke jalan untuk menyampaikan penghormatan pada Jaber dan saluran beritanya, yang telah menuduh agen-agen keamanan Libya telah mengganggu sinyalnya, pada gambar yang disiarkan oleh Al Jazeera.
"Darah Ali Jaber yang tewas akan berarti berakhirnya tiran itu," spanduk yang dibawa oleh demonstran terbaca.
Al Jazeera mengatakan Jaber, seorang warga Qatar dalam usia 50-an tahun, dihajar oleh tiga peluru dan "semua upaya untuk menyelamatkan hidupnya gagal," kata wartawan Nasser el-Haddar yang juga terluka "setelah mereka mendapat tembakan senjata tanpa henti.
Al Jazeera berjanji tak akan tinggal diam menghadapi kejahatan itu dan akan terus berusaha untuk membawa pelakunya ke pengadilan" karena pembunuhan tersebut.
Pada Kamis, surat kabar Brazil Estado de Sao Paulo mengatakan seorang wartawannya, Andrei Netto, yang ditahan di Libya sejak 2 Maret lalu telah dibebaskan oleh pasukan keamanan Libya.
Estado de Sao Paulo tidak memiliki informasi, bagaimanapun, mengenai nasib wartawan surat kabar Guardian Inggris, Ghaith Abdul-Ahad. (Redaksi HASMI/ANTARA News)