Awas ada gosip..!! Setelah ngaji ngegosip. Ketika ke warung belanja ketemu friend dijadikan ajang seminar ngobrolin tetangga. Ngobrolin tetangga yang suaminya poligami, ngobrolin tetangga yang sedang pengantin baru, hang out di kantin sekolah atau kampus ngobrolin si A dan si B, si anu jadian sama si ini, dosen A killer, guru B jutek dll. Dimana ada kumpul-kumpul disitu ada gosip. Disini ada gosip, disana ada gosip, dimana-mana ada gosip. Tentu tidak semua muslimah masuk pada judul di atas, apalagi muslimah shalihah. Hanya muslimah yang kurang kasih sayang berupa taushiyah berkesinambunganlah yang senantiasa harus diingatkan.
Tentunya gosippun bukan hanya berlaku pada perempuan saja, atau tidak melulu 100 % dilakukan oleh kaum hawa. Karena tidak sedikit kaum laki-lakipun, senang ‘bergosip jama’i’. Ketika di kantor tidak produktif, maka ngegosiplah sebagai pengisi waktu kosongnya. Ketika sedang tugas luar bareng team pun selalu ada bumbu gosip. Siapapun bisa terkena wabah gosip. Gosip bisa menjadi candu. Semakin pintu gosip meluas, semakin haus untuk dibahas dan diperbincangkan. Karena ada pribahasa, gosip itu ‘semakin di gosok, akan semakin sip.’
Setan memang selalu memberikan bisikan-bisikan berbahaya. Mengaburkan kebenaran supaya takut untuk dikerjakan, mengaburkan kejahatan agar bisa dilakukan. Kebaikan dihiasi seakan berat dan keburukan dihiasi seakan indah. Pelacuran dikemas dengan bahasa yang menarik seperti lokalisasi, PSK dan yang lainnya. Nah, GHIBAHpun di kemas menjadi kabur, beralih bahasa menjadi GOSIP.
Lidah dan kemaluan memang tidak bertulang, bisa bergerak kesana dan kemari. Akan tetapi justru sesuatu yang kelihatannya hanya secuir daging, menjadi penentu seseorang masuk surga atau neraka. Dari kedua daging yang tidak bertulang ini, bisa menimbulkan bencana massal dan kemanusiaan. Sebagaimana dalam hadits Nabi saw, “Barangsiapa yang bisa menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya (lisan) dan yang ada diantara kedua pahanya (kemaluan) maka aku akan menjaminnya masuk Surga.” (HR. Bukhari-Muslim)
Keterjagaan lisan seseorang dari keburukan kemaksiatan, akan Alloh jadikan sebagai salah satu barometer beriman kepada Alloh dan hari akhir. Dengan lisannya seseorang bisa menjadi mulia dan celaka. Bisa beruntung dan merugi. Bisa mengkayakan dan juga bisa memiskinkan. Nabi saw bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir, maka hendaknya ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari-Muslim).
Perkataan yang baik yang diisi penuh dengan dzikir, nasihat pengingat dan berdakwah, maka akan naik kelangit meninggikan derajat disisi Alloh swt. Ada benarnya plesetan yang sudah pembaca kenal yaitu JANGAN ASBUN, alias asal bunyi. Memang hari-hari seorang muslim adalah hari-hari harap dan cemas. Jangan asal-asalan. Dalam segala hal. Mencari rizki jangan asal, tidak melihat halal haram. Mencari jodoh jangan asal, asal hidup. Beragama jangan asal, gimana nenek moyang. Begitupun dalam berbicara, jangan asal ngomong. Lisan seorang beriman harus dijaga. Penuh dengan manfaat. Tidaklah ucapan yang keluar dari seorang yang beriman, melainkan ucapan yang berisi nilai kebaikan yang orientasinya mengandung pahala ataukah tidak.
Nabi saw memberikan devinisi GHIBAH, adalah “Engkau menyebut-nyebut saudaramu tentang sesuatu yang ia tidak sukai, walaupun yang dikatakannya itu benar, dan jika tidak benar, maka kau telah memfitnahnya”. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits riwayat Muslim.
Para ulama menganggap bahwa ghibah termasuk dosa besar. Mereka berkata, “Barangsiapa yang menggibah seseorang, maka ia harus bertaubat kepada Alloh swt.”
Bentuk-bentuk ghibahpun sangatlah beragam, terkadang berbentuk pembicaraan tentang keadaan jasad seseorang, terkadang tentang nasab seseorang, terkadang tentang pekerjaan seseorang yag dianggap rendah, terkadang tentang akhlak seseorang, terkadang sesuatu yang berkaitan dengan syari’at seperti seseorang disebut tukang ta’adud atau poligami atau suka meninggalkan sholat, terkadang berkaitan dengan urusan dunia seperti seseorang dikatakan banyak tidur tidak sopan dan terkadang ghibah bisa berkenaan dengan sesuatu yang di pake seseorang misalnya dikatakan kacamatanya tebal bajunya lebar dll.
Pembaca yang budiman, yang membenci ghibah. Variasi ghibahpun bermacam-macam. Tidak sebatas ucapan lidah semata saja. Akan tetapi setiap gerakan, isyarat, ungkapan, sindiran, umpatan, celaan, kerlingan, tulisan lewat sms atau dunia maya atau segala sesuatu yang bisa difahami sebagai hinaan, maka itu haram dan termasuk perbuatan ghibah.
Seorang pribadi yang beriman harus menjadi mulia, karena Islam telah memuliakannya. Seorang pribadi yang beriman harus terhormat, karena Islam sangat ketat untuk menjaga kehormatan orang-orang yang beriman. Ketika tidak ada kepentingan dan kebolehan dalam syari’at, maka jangan sekali-kali dan jangan terfikir untuk menelanjangi kehormatan saudara muslim dengan mengungkap kekurangan, kecacatan dan aibnya.
Kita berlindung kepada Alloh dari motivasi-motivasi atau pendorong ghibah berupa, kebencian terselubung, sifat dengki yang menggerogoti hati, adanya sifat fasad bergairah melaksanakan kemungkaran, tidak rela terhadap kehormatan dari seseorag, sehingga ingin menunjukan aibnya.
Pembaca yang budiman, para pecinta kemuliaan. Menjaga dan mencegah lebih baik daripada mengobati. Tutuplah semua celah dari semua aktivitas yang bisa menjadi media atau perantara terjerumusnya kita kedalam kemaksiatan. Mencegah dari perzinahan, maka jangan berkholwat, jangan pacaran dan jangan melakukan hal serupa lainnya. Mencegah suami agar tidak berpaling kepada yang lain, maka pandai-pandailah mengurus diri dan penampilan baik lahir maupun batin secara permanen bukan musiman.
Begitupun kita harus menguatkan alasan agar tidak berghibah, mencacati kehormatan kaum muslimin dengan mengumbarnya lewat lisan atau obrolan. Sebagaimana dalam pesan illahi, “Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh maha penerima taubat lagi maha penyayang. “ (QS. Al-Hujurat:12). Tanamkan dalam jiwa sanubari bahwa ketika berghibah atau menggunjing saudara kaum muslimin, maka pada kesempatan tersebut kita sedang menjadi hewan pemakan bangkai manusia. Seburuk-buruk pemandangan dan bernilai minus.
Alloh telah menyerupakan perbuatan ghibah dengan memakan bangkai. Karena orang yang mati tidak tau bahwa tubuhnya dimakan, begitupun orang yang hidup tidak tau dirinya dighibahi.
Ibnu Abbas ra berkata, “Alloh hanya membuat permisalan ini terhadap ghibah, karena memakan daging mayat adalah haram dan menjijikan. Begitupun halnya dengan ghibah, haram hukumnya dalam agama dan dianggap buruk oleh jiwa manusia.”
Jangan menjadi penguping dan konsumen gosip yang selalu nongkrongin berita buruk saudaranya beriman kemudian menyebarkannya. Seandainya kita tahu akibatnya bahwa ketika menggunjing atau mengghibah akan merubah, merusak dan mengotori samudera lautan, tentunya akan menyurutkan langkah, fikir-fikir untuk tidak menggunjing. Sebuah kisah yang sangat menggugah dalam hadits riwayat Abu Daud dan Turmudzi, Dari ‘Aisyah Rdh, ia berkata, “Aku katakan kepada nabi: ”Cukuplah bagi anda bahwa shafiyyah itu orangnya begini begini (orangnya pendek).” Maka Rosululloh bersabda: “Engkau telah mengucapkan suatu kata adaikan dicampur dengan air laut niscaya akan merubahnya.” Dengan kata lain, arti merubahnya adalah mencampurinya sehingga merubah rasa atau bau air dikarenakan bau busuk atau keruhnya yang sangat.
Jika ghibah itu diharamkan atas pembicaranya, maka begitu pula ia diharamkan bagi siapa saja yang mendengarnya, yang diam saja dan rela dengannya padahal ia mampu mencegahnya. Dalam hal ini Nabi saw bersabda, “Barangsiapa yang menolak sesuatu yang menodai kehormatan saudaranya, maka Alloh akan menyelamatkan wajahnya dari api neraka pada hari kiamat.” (HR. Tirmidzi).
Pembaca yang budiman, ucapan lisan kita akan di hisab, baik yang panjang maupun yang singkat. Sebagaimana kalam tertera dalam kalamullah, “Tidak ada satu ucapanpun yang diucapkan, kecuali di dekatnya ada malaikat Roqid ‘atid.” (QS. Qoof: 18).
Sahabat pembaca, sudah saatnyalah kita berhenti dari mengghibah. Bila sudah terlanjur mengghibah maka bertaubatlah kepada Alloh swt. Mari bersihkan dan sucikan hati dengan selalu meningkatkan beribadah yang benar kepada Alloh swt. Bertadabbur al-Qur’an, membaca kisah-kisah para sahabat dan sarana pensuci jiwa lainnya. Serta jangan dilupakan, senantiasalah memohon hidayah ilmu dan amal kepada Alloh swt.
Umar bin Khothob Ra berkata, “Janganlah kalian menyebut-nyebut manusia, sesungguhnya hal itu adalah penyakit, dan hendaklah kalian menyebut-nyebut Alloh karena hal itu adalah obat.” Ya Alloh jauhkan kami dari kebangkrutan dunia dan akhirat, di dunia menjadi pengeruh muamalah, di akherat di pindahkan pahala kepada yang pernah didzalimi, dighibah dan dicela ketika di dunia. Amin. Allohu Almusta’an.