Ayat ini menggambarkan pesan Allah Subhanahu Wata’ala di gerbang surga kepada Adam ‘Alaihi Salam dan Hawa yang berarti juga untuk seluruh keturunan-nya, yaitu manusia. Pesan yang berisi untuk meniti dan mengikuti hanya satu jalan, yaitu hidayah-Nya. Hidayah-Nya –menurut para ulama tafsir- adalah kitab-kitab dan rosul-rosul-Nya. (at-Tahrir wa at-Tanwir: 16/330).
Ittiba’ (kesetiaan mengikuti) Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam merupakan sumber berbagai kemuliaan dan kebangkitan sejati di dunia dan di akhirat.k
Hidayah Allah Subhanahu Wata’ala akan didapat dengan ittiba’ kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. (QS. al-Maidah [5]:15-16).
Kesuksesan diraih dengan mengimani Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, mendukung, bersikap loyal dan ber-ittiba’ kepadanya. (QS. al-A’raf [7]: 157).
Keteguhan meniti kebenaran hanya tercapai dengan berittiba` kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. (QS. Ali Imran [3]:173-174).
Begitu pula kemenangan dan kebangkitan peran sebagai khalifah di muka bumi hanya terbukti dengan berittiba’ kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. (QS. al-An’am [6]: 64).
Ini di dunia, lalu di akhirat?
Di akhirat, mereka yang berittiba’ akan berada di dalam barisan orang-orang yang loyal kepada para Nabi dan Rasul Allah Subhanahu Wata’ala. (QS. Ali Imran [3]: 68).
Derajat yang mereka capai di akhirat kelak akan mengucur pula untuk anak cucu keturunan mereka yang beriman bersama mereka. (QS. ath-Thur [52]: 21).
Semua rasa takut dan duka tak mungkin lagi terjangkit di jiwa-jiwa mereka. Semua penuh ketentraman, kedamaian, kemuliaan dan kebaha-giaan tiada tara. (QS. al-Baqarah [2]: 38).
Tak ada satu keselamatan dan kehormatan tanpa pengikutan yang setia kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Semua fenomena kehormatan tanpa kesetiaan mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam akan musnah, sekalipun dibangun dalam waktu yang relatif lama.
Bahkan, sejarah telah membuktikan bahwa kemuliaan dan kejayaan yang sudah dibangun dan digenggam pun ternyata gugur dan hancur, saat ittiba’ mulia luluh lantak dipendam dalam kubur.
Dr. Ahmad Muhammad Shollabi dalam sebuah bukunya yang berjudul “Ad Daulatul `Utsma-niyyah; ‘Awamilun Nuhudh wa Asbabus Suquth” (Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah) menguraikan salah satu sebab utama runtuhnya khilafah penjaga kejayaan dan kemuliaan Islam:
“Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam di masa itu menjadi suatu hal yang sangat aneh, setelah diterpa topan badai bid`ah dengan demikian besar. Manusia bahkan berubah pandangan dengan beranggapan, bahwa bid’ah-bid’ah yang ada itu adalah inti dari agama. Mereka tidak ingin meninggalkannya, na-mun pada saat yang sama mereka telah melalaikan hukum-hukum Islam. Mereka berjuang demi bid’ah-bid’ah itu, bersumpah setia untuknya. Mereka melihat bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebagai pengabdian terhadap agama dan kaum Muslimin”.
Sayangnya keimanan tentang hal ini memudar bahkan hampir membeku mati di tengah-tengah umat Islam. Apa yang bisa diharapkan jika gerakan-gerakan Islam membangun persatuan di atas pemretelan ajaran-ajaran sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam? Cita-cita penegakan khilafah telah mengharuskan para pengusungnya lupa tentang kemurnian ajaran-ajaran yang telah disepakati oleh para sohabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam?
Lihatlah realita di sekeliling umat saat ini, ketika ittiba’ (kesetiaan mengikuti) Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam kosong dalam jiwa dan realita mereka. Bumi pun mengingkari mereka, dunia merendahkan mereka dan mereka terlempar di belakang kafilah kehidupan bangsa.
Ingatlah pesan seorang sohabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang diberi gelar turjumanul Qur`an, Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhu :
“Allah Subhanahu Wata’ala menjamin bagi siapa saja yang membaca al-Qur’an dan berittiba’ dengan seluruh kandungannya, pasti tidak akan sesat di dunia dan tak akan celaka di akhirat.” (Jami` al-Bayan: 16/235). (Admin-HASMI).