Kesetaraan gender, itulah narasi besar yang diusung kaum feminisme saat ini. Gaung tersebut berisi seruan untuk menyamakan harkat dan martabat kaum wanita sejajar dengan kaum laki-laki dalam segala hal. Kepemimpinan (qowwam) kaum laki-laki sebagaimana Alloh [swt] firmankan dalam al-Qur’an adalah bentuk ketidakadilan terhadap wanita dalam prespektif penggiat feminisme. Allahu musta’an.
Kesetaraan yang Mengangap hukum Alloh Tidak Adil
Sungguh keberanian luar biasa anggapan rancu tersebut mereka sebarkan. Mereka menganggap diri mereka lebih adil daripada Alloh Dzat Yang Menciptakan mereka dan Menghidupkan mereka. Isu “kesetaraan gender” (KG) kini menggema luar biasa di Indonesia. Berbagai program digelar untuk mensosialisasikan proyek gerakan KG. Upaya pembenarannya dengan ayat-ayat al-Quran dan hadits pun dicari. Sehingga muncul istilah “pembangunan berwawasan gender”, “politik berwawasan gender”, “pendidikan berwawasan gender”, “fiqih berwawasan gender”, “tafsir berperspektif gender,” dan sebagainya. Seolah-olah, selama ini kaum wanita mundur karena ditindas oleh laki-laki. Lalu, kaum wanita disuruh bergerak untuk melawan apa yang mereka katakan sebagai ”hegemoni” laki-laki.
Entah mengapa, negara-negara Barat dan juga LSM-LSM mereka, kini sangat aktif mendanai berbagai proyek penelitian dan gerakan KG. Bahkan, sasaran paham ini sudah semakin spesifik. Ada yang khusus menggarap gadis ABG, para remaja wanita, pesantren, perguruan Tinggi, dan sekolah-sekolah. Baru-baru ini saja muncul sebuah film dengan judul “Perempuan Berkalung Sorban”. Kesimpulan dari film tersebut cenderung memberi persepsi salah kaprah tentang lingkungan Islami dan ajaran Islam yang dianggap mengekang wanita.
Sepertinya, film tersebut memang secara sengaja dan tanpa fakta diangkat untuk memberi gambaran negatif betapa ajaran Islam tidak memihak kaum wanita. Beberapa kampus negeri dan swasta pun mendirikan lembaga ”Pusat Studi Wanita” atau yang semisalnya yang bertujuan menuntut keadilan dan pembebasan perempuan dari kungkungan agama, budaya, dan struktur kehidupan lainnya.
Menurut mereka, sifat laki-laki dalam konsep feminisme bisa juga dimiliki oleh kaum hawa. Gender adalah perbedaan perilaku (behavioral differences) antara laki-laki dan perempuan, yakni per-bedaan yang bukan kodrat atau bukan ketentuan Tuhan, melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang. Oleh karena itu, gender berubah dari masa ke masa. Tuntutan itu berkembang sampai pada tingkatan maskulinitas, yaitu kesetaraan antara perempuan dengan pria dalam segala hal.
Lahirnya Gerakan Feminisme
KG adalah isu yang diusung oleh gerakan feminisme yang sudah tua, namun baru tahun 60-an dianggap sebagai lahirnya gerakan itu. Gerakan feminisme itu muncul di Amerika sebagai bagian dari kultur radikal hak-hak sipil (civil rights) dan kebebasan seksual (sexual liberation). Buku Betty Friedan yang berjudul The Feminist Mystique (1963) laku keras. Setelah itu berkembang kelompok feminis yang memperjuangkan nasib kaum perempuan memenuhi kebutuhan praktis, seperti pengasuhan anak (child care), kesehatan, pendidikan, aborsi, dan sebagainya. Lantas, gerakan itu menular ke Eropa, Kanada, dan Australia yang selanjutnya kini telah menjadi gerakan global dan mengguncang Dunia Ketiga.
Pada tahun 1975 PBB mengumumkan international decade of women, terjadi beberapa peristiwa penting bagi kaum perempuan. Tahun 1979 PBB mengeluarkan resolusi untuk menghentikan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Jadi, konsep feminisme berasal dari agama dan budaya non-Islam (kafir).
Dalam bukunya, yang berjudul Membiarkan Berbeda?, (1999), pakar Ilmu Gizi IPB, Dr. Ratna Megawangi, menyebutkan, ide KG bersumber pada paham Marxis, yang menempatkan perempuan sebagai kelas tertindas dan laki-laki sebagai kelas penindas. Institusi keluarga yang mendiskriminasi perempuan harus dihilangkan atau diperkecil perannya apabila masyarakat komunis ingin ditegakkan, yaitu masyarakat yang tidak ada kaya-miskin, dan tidak ada perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan.
Agenda feminis mainstream, semenjak awal abad ke-20, adalah bagaimana mewujudkan KG secara kuantitatif, yaitu laki-laki dan perempuan sama-sama berperan, baik di luar maupun di dalam rumah. Tidak ada bedanya laki-laki dan perempuan. Urusan rumah tangga dan anak adalah urusan sama-sama. Mereka percaya, bahwa perbedaan peran berdasarkan gender adalah karena produk budaya, bukan karena perbedaan biologis atau hal yang nature (fitri).
Tentu saja, yang menjadi sasaran utama kaum feminis tersebut pada saat ini tiada lain adalah lebih banyak ditujukkan kepada wanita Muslimah. Sampai-sampai mereka membenci Islam karena Islam mereka anggap telah merendahkan martabat wanita dengan menganjurkan wanita berada di rumah, mewajibkan mereka memakai jilbab, mewajibkan mereka melayani suami, diterimanya persaksian dua orang wanita sedangkan laki-laki cukup seorang saja, hak waris wanita separuh dari hak laki-laki. Itu yang mereka anggap sebagai perilaku yang merendahkan martabat wanita, padahal jika mereka mau menelitinya lebih dalam lagi dengan melihat realita yang ada, tentu semua tuduhan busuk itu hanyalah akan kembali pada diri mereka. Atau yang sering dijadikan alasan ketidak-senangan mereka adalah hanya disebabkan Islam membolehkan seorang laki-laki ta’addud (poligami/ beristeri lebih dari satu). Padahal dengan dibolehkannya poligami justru mengangkat martabat wanita.
Bagaimanapun, seorang wanita yang bersuami lebih baik daripada wanita yang hidup sebagai perawan tua, hidup menjanda, atau bahkan bergelimang dengan dosa lagi menghinakan diri dengan hidup melacur. Bahkan, ada wanita yang jahat dan zholim yang sudah terasuki virus feminisme mengatakan kepada suaminya, “Lebih baik engkau berzina/melacur daripada aku dimadu.” Na’udzu billaahi min dzalik.
Islam Memuliakan Wanita Sejak Lahir Ke Dunia
Apa yang mereka tuduhkan terhadap Islam, tentu sangatlah kejam dan hanya bersumber dari kebencian semata tanpa mau melihat realita yang ada, karena sesungguhnya, di muka bumi ini, tidak ada agama yang sangat memperhatikan dan mengangkat martabat kaum wanita selain Islam. Islam memuliakan wanita dari sejak ia dilahirkan hingga ia meninggal dunia.
Di antara penghargaan Islam kepada wanita adalah bahwasanya Islam memerintahkan kepadanya hal-hal yang dapat memelihara, menjaga kehormatannya dan melindunginya dari lisan-lisan murahan, pandangan mata pengkhianat dan tangan-tangan jahat. Maka dari itu, Islam memerintahkan kepadanya berhijab dan menutup aurat, menghindari perbuatan tabarruj (berhias diri untuk umum), menjauh dari perbauran dengan laki-laki yang bukan mahramnya dan dari setiap hal yang dapat menyeret kepada fitnah.
Apabila wanita menikah, maka diikat dengan kalimatulloh dan perjanjian yang kokoh. Ia tinggal di rumah suami dengan pendamping setia dan kehormatan yang terpelihara, suami berkewajiban menghargai dan berbuat baik (ihsan) kepadanya dan tidak menyakiti fisik maupun perasaannya. Alloh [swt] juga memerintahkan kepada suami agar menafkahinya, mempergaulinya dengan baik, menghindari perbuatan zholim dan tindakan menyakiti fisik atau perasaannya.
Jika kita membaca al-Qur’an, Kitab yang disucikan oleh umat Islam, maka dapat kita simak banyak kisah para wanita yang dimuliakan. Seperti kisah Hawa, Asiyah istri Fir’aun, Maryam bin Imran.
Termasuk penghargaan Islam kepada wanita yang beriman bahwa Alloh menjanjikan kehidupan yang baik dan ganjaran melebihi amal yang mereka lakukan sebagaimana diberikan kepada lelaki yang beriman. Dan masih banyak lagi penghargaan yang Alloh berikan kepada kaum wanita yang tidak akan habis dituliskan dalam puluhan bahkan ratusan halaman yang menjadi bukti akan kemulian dan tingginya martabat wanita dalam Islam.
Oleh karenanya, sejatinya umat Islam harus cerdas dan kritis dalam menyikapi masuknya konsep dan agenda asing dalam kehidupan mereka. Islam memiliki konsep yang paling baik dalam mengatur korelasi hubungan lelaki dan wanita. Islam tidak melarang wanita aktif di luar rumah, dengan izin suami. Muslimah yakin, aktivitas di dalam maupun di luar rumah, jika dilakukan dengan benar dan sesuai dengan konsep syariat Islam, maka itu bagian dari ibadah kepada Alloh dan akan memberikan rasa aman dan tentram. Islam tidak membangun dendam dan semangat permusuhan terhadap kaum laki-laki. Islam telah menempatkan tugas utama seorang perempuan sebagai Ibu dan pengelola rumah tangga.
Seorang perempuan yang tekun mendidik anaknya dan mengelola rumah tangganya dengan baik, tidak lebih rendah martabatnya ketimbang yang aktif dalam politik atau aktivitas publik lainnya. Bahkan bisa jadi lebih tinggi dan mulia di sisi Alloh [swt]. Alloh [swt] adalah pencipta manusia. Dan Alloh [swt] tentu lebih tahu fitrah manusia. Alloh [swt] lebih tahu mana yang baik dan mana yang akan merusak perempuan. Upaya untuk mengubah hukum-hukum Alloh [swt] pasti akan merusak tatanan masyarakat itu sendiri.
(Red-HASMI)