Kepastian tepatnya kedatangan Lailatul Qadar sengaja dirahasiakan oleh Alloh subhanahu wata’ala, agar menggugah para hamba untuk senantiasa merindukan dan mencari kemuliaan di sisi Alloh subhanahu wata’ala.
Ubadah bin Shomit rodhiyallohu’anhu berkata bahwa Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam keluar untuk mengabarkan kedatangan Lailatul Qadar, namun pada waktu itu ada dua orang yang berdebat sengit, maka Nabi shollallohu’alaihi wasallam bersabda:
(( خَرَجْتُ ِلأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ القَدَرِ، فَتَلاَحَى فُلاَنٌ وَفُلاَنٌ فَرُفِعَتْ، وَعَسَى أَنْ يَكُوْنَ خَيْراً لَكُمْ، فَالتَمِسُوْهَا فِيْ التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالخَامِسَةِ ))
“Aku keluar untuk mengabarkan kepada kalian tentang malam Lailatul Qadar, tapi ada dua orang berdebat hingga tidak bisa lagi diketahui kapan kedatangannya; mungkin ini lebih baik bagi kalian. Carilah malam tersebut pada malam-malam 29, 27, dan 25.”
(HR. al-Bukhari)
Tanda-Tanda Lailatul Qadar
Lailatul Qadar mempunyai beberapa tanda, baik pada malamnya maupun setelah terjadinya (esok harinya).
Adapun tanda-tanda pada malamnya, di antaranya:
- Sinar cahaya sangat kuat pada malam Lailatul Qadar dibandingkan dengan malam-malam lainnya.
Tanda ini pada zaman sekarang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang tinggal di tempat yang jauh dari sinar listrik atau sejenisnya.
- Thuma’nīnah.
Yaitu ketenangan hati dan kelapangan dada yang dirasakan oleh orang-orang yang beriman lebih kuat dari malam-malam yang lainnya.
- Angin dalam keadaan tenang pada malam Lailatul Qadar, tidak berhembus kencang dan tidak ada guntur.
Hal ini berdasarkan hadits dari Jabir bin Abdillah rodhiyallohu’anhu: “Sesungguhnya Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:
(( وَهِيَ لَيْلَةٌ طَلْقَةٌ بَلْجَةٌ، لاَ حَارَةَ وَلاَ بَارِدَةَ ))
“(Lailatul Qadar) adalah malam yang cerah, tidak panas dan tidak dingin.”
(HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dishahihkan keduanya)
- Terkadang Alloh subhanahu wata’ala memperlihatkan malam Lailatul Qadar kepada seseorang dalam mimpinya.
Sebagaimana hal ini pernah terjadi pada diri para sahabat Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam.
Abu Sa’id al-Khudri berkata:
“Kami i’tikaf bersama Nabi shollallohu’alaihi wasallam selama sepuluh hari pada pertengahan bulan Romadhon. Dan tatkala pagi hari tanggal 20, kami pulang dan tidur, lalu aku bermimpi melihat Lailatul Qadar, kemudian aku dilupakannya. Ketika hari menjelang malam, Nabi duduk di atas mimbar, berkhutbah kepada manusia dan menyebutkan kejadian itu, seraya berkata: “Barangsiapa yang beri’tikaf bersama Nabi shollallohu’alaihi wasallam, maka hendaklah ia kembali ke tempat i’tikafnya.” (HR. Ibnu Khujaimah, hasan)
- Kenikmatan beribadah dirasakan oleh seseorang pada malam Lailatul Qadar lebih dari malam-malam lainnya.
Alloh subhanahu wata’ala berfirman:
“Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”
(QS. al-Qadar [97]: 5)
Adapun tanda setelah terjadi (besok pagi harinya) di antaranya; matahari terbit pada pagi harinya dalam keadaan tidak terik sinarnya dan tidak menyilaukan, berbeda dengan hari-hari biasanya.
Ubay bin Ka’ab rodhiyallohu’anhu berkata: “Sungguh Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam mengabarkan kepada kami:
(( أَنَّهَا تَطْلُعُ يَوْمَئِذٍ لاَ شُعَاعَ لَهَا ))
“Sesungguhnya matahari terbit pada hari itu dalam keaadaan tidak bersinar kuat.” (HR. Muslim)
Adapun tanda yang menyebutkan bahwa tidak ada atau sedikitnya gonggongan anjing pada malam Lailatul Qadar adalah tidak benar, karena terkadang dijumpai pada 10 malam terakhir di bulan Ramadhan anjing dalam keadaan menyalak atau menggonggong dan memang tidak ada dalilnya juga.
Semua tanda ini merupakan petunjuk Nabi mengenai Lailatul Qadar, tapi tidak bisa kita memastikan waktunya tersebut, kapan terjadi? Tanda ini tidak berulang-ulang, karena malam Lailatul Qadar selalu berbeda-beda cuacanya di berbagai negara dan berbeda pula waktunya. Ia mungkin dijumpai di negara yang tidak putus hujannya. Kemungkinan pula di negara lain yang sedang kemarau panjang. Karena setiap negara berbeda temperatur panas dan sejuknya.
Menggapai Lailatul Qadar
Lailatul Qadar hanya ada di bulan Romadhon dan lebih ditekankan mencarinya pada sepuluh malam terakhir darinya, dan pada malam-malam ganjil lebih dikhususkan lagi. Pendapat yang benar bahwa Lailatul Qadar tersembunyi, tidak ada seorangpun mengetahui dan menentukan hari kedatangannya secara pasti.
Malam Lailatul Qadar berpindah-pindah harinya pada setiap tahun. Lailatul Qadar terkadang pada tahun ini di tanggal 29 Romadhon, dan pada tahun lainnya di tanggal 27 Romadhon atau kemungkinan lainnya. Sungguh Alloh subhanahu wata’ala telah menyembunyikan malam itu dari hamba-hamba-Nya, tiada lain agar mereka bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Mereka meperbanyak shalat, doa, menangis, dan membaca al-Qur’an pada malam-malam sepuluh terakhir dari bulan Romadhon karena berharap untuk menggapai Lailatul Qadar. Lailatul Qadar bagaikan waktu mustajābah pada hari Jum’at, adanya pada jam berapa? Tidak ada seorangpun yang mengetahui kepastiannya. al-Baghawi berkata, “Secara keseluruhan, Alloh menyamarkan malam Lailatul Qadar pada umat ini agar mereka bersungguh-sungguh dalam ibadah pada malam-malam Romadhon sebagai bentuk keseriusan dalam pencariannya.”
Dahulu Nabi shollallohu’alaihi wasallam mencari Lailatul Qadar dan menyuruh para sahabatnya agar mencarinya juga. Dan Nabi shollallohu’alaihi wasallam membangunkan keluarganya pada malam-malam sepuluh terakhir dari bulan Romadhon dengan harapan agar mereka menggapai Lailatul Qadar. Nabi shollallohu’alaihi wasallam pada malam-malam itu mengencangkan ikat pinggangnya, yaitu menjauhi istri-istrinya untuk sementara waktu agar fokus ibadah.
Wahai kaum Muslimin dan Muslimat yang jujur dan takut pada adzab Robbnya serta ingin lari dari api neraka yang menyala-nyala, mari kita bangun (shalat) pada malam-malam itu, beri’tikaf sesuai kemampuan kita sebagai peneladanan terhadap Nabi Muhammad shollallohu’alaihi wasallam. Malam-malam itu hanya sepuluh hari, kemudian selesai dengan berakhirnya bulan penuh berkah dan kebaikan. Malam-malam itu terbatas dengan hitungan jari, dan tamu mulia ini akan pergi dengan segala kebahagiaan dan kerinduan, pergi dengan kesedihan dan kecintaan.
Hendaknya semua kaum Muslimin dan Muslimat melaksanakan shalat tarawih dan tahajjud dengan berjama’ah di rumah-rumah Alloh subhanahu wata’ala (masjid), mengharap rahmat-Nya dan takut adzab-Nya. Sebagaimana seorang yang semangat dalam mengumpulkan harta kekayaan. Sepuluh hari itu adalah penutup bulan Romadhon, dan ukuran kebaikan seseorang adalah pada amal perbuatan di akhirnya. Semoga kita semua mendapatkan malam Lailatul Qadar dalam keadaan berdiri shalat menghadap Robb alam semesta, dan Alloh subhanahu wata’ala mengampuni dosa-dosa kita semua yang lampau.
Hendaknya setiap Muslim menganjurkan keluarganya, memberikan semangat, memotivasi mereka untuk bangun malam dan memperbanyak ibadah, ketaatan dan kebaikan. Abu Hurairah rodhiyallohu’anhu berkata bahwa Nabi shollallohu’alaihi wasallam bersabda:
“Telah datang kepada kalian bulan Romadhon. Bulan yang penuh berkah. Alloh subhanahu wata’ala mewajibkan atas kalian puasa di bulan itu. Di bulan tersebut pintu-pintu surga di buka. Pintu-pintu neraka di tutup, setan-setan dibelenggu. Dan di dalamnya terdapat malam Lailatul Qadar yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa diharamkan kebaikannya, maka ia benar-benar telah diharamkan.”
(HR. Ahmad, an-Nasa’i, dishahihkan al-Albani)
Ubadah bin Shamit rodhiyallohu’anhu berkata:
“Telah datang kepada kalian bulan Romadhon, bulan yang penuh berkah. Alloh subhanahu wata’ala menurunkan padanya rahmah, menghapus kesalahan-kesalahan, mengabulkan doa, dan Alloh subhanahu wata’ala membanggakan kalian di hadapan para malaikat-Nya, maka perlihatkanlah kepada Alloh kebaikan dari diri-diri kalian. Sesungguhnya orang yang celaka adalah orang yang diharamkan padanya rahmat Alloh.”
(HR. ath-Thabarani)
Wahai para pembaca yang budiman, berlomba-lombalah kalian dalam ketaatan dan peribadatan kepada Alloh subhanahu wata’ala. Hindarilah terjatuh dalam dosa dan kemaksiatan.
Alloh subhanahu wata’ala berfirman:
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya me-lainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir.”
(QS. Qaf [50]: 18)
Berikut ini beberapa kiat untuk menggapai Lailatul Qadar:
- Memberi buka puasa bagi orang yang berpuasa, baik dengan mengundang mereka untuk buka bersama di rumah atau di masjid, atau dengan mengirim makanan.
Dengan ini kita mendapatkan pahala puasa Romadhon yang banyak.
Karena sabda Nabi shollallohu’alaihi wasallam:
(( مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا، كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا ))
“Barangsiapa yang memberi buka orang yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang diberinya buka tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun.”
(HR. at-Tirmidzi, dishahihkan al-Albani)
Apalagi jika amal ini bertepatan dengan Lailatul Qadar, maka akan berlipat-lipat lagi pahalanya.
- Berdoalah selalu agar mendapatkan Lailatul Qadar ketika anda sedang mengerjakan amal shaleh.
- Bersedekah di malam-malam yang diduga Lailatul Qadar.
Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa bersedekah seharga sebutir kurma dari penghasilan yang baik (halal), sedangkan Alloh tidak menerima kecuali yang baik, sesungguhnya Alloh akan menerima dengan tangan kanan-Nya, lalu memeliharanya untuk pemiliknya sebagai-mana salah seorang di antara kalian memelihara anak kuda, sehingga menjadi sebesar gunung.”
(HR. al-Bukhari)
- Berbakti kepada orang tua.
Jika orang tua kita masih hidup, maka dekatilah mereka dengan senyuman dan perkataan baik, penuhi kebutuhan mereka dan berbukalah bersama mereka.
Jika orang tua sudah meninggal, maka kita dapat ber-bakti kepada mereka dengan mendoakan kebaikan kepada mereka. Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:
“Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu: (1) sadekah jariyah; (2) ilmu yang bermanfaat; dan (3) anak shaleh yang berdoa untuknya.”
(HR. Muslim)
- Membaca dzikir pagi dan petang.
Dzikir pagi dan petang sangat penting bagi kaum Muslimin, di antaranya adalah untuk menjaga dirinya dari berbagai godaan setan, yang akan menyebabkan ma-nusia lalai dari ibadah dan mengingat Alloh , sehingga malam Lailatul Qadar pun terlewatkan dengan sia-sia. Oleh karena itu, hendaklah kita membiasakan dzikir pagi dan petang dengan rutin setiap hari, lebih-lebih pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.
Abu Hurairah berkata: “Seorang laki-laki datang menghadap Rosululloh sambil berkata: “Wahai Rosullalloh, kemarin saya disengat kalajengking”, maka Rosullalloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:
(( أَمَّا إِنَّكَ لَوْ قُلْتَ حِيْنَ أَمْسَيْتَ أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ، لَمْ تَضُرَّكَ ))
“Seandainya ketika sore hari engkau membaca: a’ūdzu bi kalimātillāhit tāmmāti min syarri mā khalaq (aku berlindung dengan perantara kalimah-kalimah Alloh yang sempurna dari kejahatan makhluk-Nya), niscaya engkau tidak akan di-sengatnya.”
(HR. Muslim)
Di antara makhluk Alloh subhanahu wata’ala yang paling jahat dan ganas adalah setan, dimana ia telah berjanji kepada Alloh untuk menjerumuskan manusia ke dalam jurang api neraka jahannam.
- Melaksanakan i’tikaf di masjid.
Islam tidak mengenal pola hidup biarawan atau menutup mata dari dunia sepanjang hidup dengan mengucilkan diri ke tempat-tempat ibadah. Akan tetapi Islam mensyariatkan sebagai gantinya satu bentuk ibadah khusus, di tempat khusus dan pada waktu yang khusus pula. Di situ seorang Muslim dapat berkonsentrasi untuk melakukan ketaatan, murāqabah, muhāsabah (evaluasi), menyucikan jiwa, menghidupkan hati dan tafakkur. Inilah yang di sebut dengan i’tikaf.I’tikaf secara bahasa berasal dari kata ‘akafa yang berarti menahan, menghalangi atau ketekunan. Kata ini telah disebutkan dalam al-Qur’an.
Adapun i’tikaf menurut istilah syar’i, ada beberapa definisi yang beragam dan saling menguatkan. Di antara definisi yang tepat adalah:
“Menetap di masjid untuk beribadah kepada Alloh subhanahu wata’ala yang dilaksanakan oleh orang tertentu dengan sifat yang tertentu pula.”
I’tikaf (berdiam) di masjid merupakan satu cara yang bermafaat dalam menyambut kedatangan Lailatul Qadar. Dengan berdiam di masjid dapat terhindar dari beberapa penghalang ibadah seperti menonton televisi, melihat berbagai kemungkaran di sekitar rumah dan jalan raya. Dengan berdiam di masjid kita tersibukkan dengan membaca al-Qur’an, shalat berjama’ah, shalat sunnah dan tahajjud. Di masjid pula kita dapat melihat pemandangan yang tidak terlihat di rumah; yaitu melihat orang mengaji, belajar dan shalat yang hal ini dapat memberikan se-mangat untuk beribadah.
Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:
“Dan tidak ada satu kaum yang berkumpul di rumah dari rumah-rumah Alloh, membaca dan mempelajari al-Qur’an di antara mereka, kecuali turun kepada mereka sakīnah (ketenangan), rah-mat meliputi mereka, malaikat mengelilingi me-reka dan Alloh menyebut mereka di kalangan para malaikat yang ada di sisi-Nya. Dan barangsiapa memperlambat amal (shaleh)nya, maka nasabnya tidak dapat menolongnya.” (HR. Muslim)