Basyir bin Muhajir menuturkan bahwa pada suatu saat, ketika dia duduk di samping Rosululloh , tiba-tiba seorang wanita dari kabilah Ghomid datang menemui beliau. Setelah dipersilahkan duduk, wanita itu berkata, “Ya Rosululloh, aku telah berzina. Jatuhkan padaku hukuman, agar aku dapat mensucikan diriku yang kotor ini!” Nabi dan para sahabat sangat terkejut.
“Pulanglah ke rumahmu!” Rosululloh tidak menanggapinya secara serius. Wanita tersebut pamit dan meninggalkan rumah Rosululloh. Esoknya, ketika Rosululloh dan para sahabatnya berkumpul, wanita itu menemui Nabi lagi dan mengulangi permintaannya. Nabi tidak menanggapinya dan lagi-lagi menyuruhnya pulang. Dengan rasa kecewa, wanita itu pulang ke rumahnya.
Pada hari ketiga, ia datang lagi. “Ya Rosululloh, demi Alloh, aku telah berzina dan kini aku sedang mengandung anak haram,” akuannya. Sekarang pulanglah dan datanglah kemari setelah bayimu lahir!” jawab Nabi . Beberapa bulan kemudian lahirlah bayi yang dikandungnya. Wanita itu segera menemui Rosululloh . “Bayiku telah lahir,” ujarnya memberi tahu. “Pergilah dan susuilah bayimu hingga disapih!” perintah Nabi. Wanita itu pun pergi. Bulan berganti bulan dan selesailah tugas wanita itu menyusui bayinya. Ia kemudian datang menghadap Rouslulloh sambil menggendong bayinya. Seraya menunjuk anaknya yang sedang menggenggam sepotong roti, wanita itu berkata, “Lihatlah, kini anakku tidak menyusu lagi! Ia sudah bisa makan roti.” Pada saat itu Rosululloh menyerahkan anak tersebut kepada seorang muslim untuk dipelihara.
Kemudian Rosululloh menyuruh beberapa orang menggali lubang. Tubuh wanita itu dipendam, kecuali leher dan kepalanya. Setelah itu Rosululloh menyuruh orang-orang muslim menghukumnya (hukum rajam), karena ia telah berbuat zina muhshon (zina yang dilakukan oleh orang yang beristri atau bersuami). Wanita itu dihukum mati, setelah melakukan taubatnya.
Hikmah dan tuntutan moral dari kelanjutan cerita di atas adalah ketika seorang sahabat bernama Khalid bin Walid melemparkan sebuah batu ke kepala wanita tersebut sambil mengumpatnya.
Ketika melihat hal itu, Rosululloh bersabda, “Jagalah dirimu! Demi Alloh yang jiwaku berada ditangan-Nya, wanita itu telah bertaubat dengan sebenar-benarnya.” Setelah pelaksanaan rajam usai, Rosululloh melakukan sholat jenazah di hadapan jasad wanita itu dan turut menguburkannya.
Syukurilah Kejelitaanmu!
Di jantung kota suci Islam, Makkah Al-Mukarramah…
Seorang wanita yang sangat jelita tengah duduk bersama suaminya di rumah mereka. Wanita itu sedang mematut wajahnya di cermin. Duhai betapa jelitanya aku. Ia berbisik sendiri sembari tersenyum. Ada kebanggaan yang luar biasa dahsyatnya yang tiba-tiba mengalir dalam dadanya. Ia tak kuasa memendamnya. Hingga akhirnya ia menengok kepada suaminya, dan mengatakan,
“Wahai suamiku, coba engkau lihat wajahku ini, betapa jelitanya.”
Suaminya tersenyum.
“Tentu, istriku. Wajahmu begitu menawan…”
“Menurutmu, dengan kejelitaan wajahku ini, adakah pria yang tak tergoda saat memandangnya??” Tanya wanita itu pada sang suami.
Pria itu terdiam sejenak. Tapi tidak lama.
“Ada, istriku,” jawabnya.
“Apa??! Engkau mengatakan ada orang yang tidak akan tergoda melihat wajahku ini??!” Tanya sang istri penuh keterkejutan. Bagaimana mungkin, pikirnya.
“Iya, istriku. Ada seorang pria yang tak akan tergoda oleh kejelitaanmu itu…”
“Sssiapakah dia, Kanda?”
Pria itu adalah ‘Ubaid bin ‘Umair[1]…” jawab sang suami.
Tampak sekali sebuah kegelisahan menggelayuti wajah wanita jelita itu. Ia gelisah karena tidak habis pikir. Bagaimana mungkin?? Tapi tiba-tiba ia menerima sebuah bisikan. Bisikan setan yang menunggangi ketakjubannya pada kecantikannya sendiri…
“Suamiku, apakah engkau mengizinkan aku untuk menggodanya??” pintanya tiba-tiba.
Entahlah apa yang ada dalam pikiran pria itu mendengar permintaan istrinya. Tapi…
“Baiklah, aku mengizinkanmu untuk menggodanya, “jawabnya.
Wajah wanita cantik itu seketika berubah cerah. Cerah bercampur aroma kenakalan seorang wanita.
Keesokan harinya…
Wanita cantik itu telah siap menjalankan rencananya. Ia bergegas berjalan menuju Masjidil Haram. Di sana ia akan menemui ‘Ubaid bin ‘Umair. Ia akan berpura-pura seolah-olah ingin bertanya dan meminta fatwa darinya. Dan setelah itu, “Engkau rasakan jebakanku!!” ujar wanita itu pada dirinya sendiri.
Tidak sulit untuk menemui ‘Ubaid bin ‘Umair. Saat itu ia sedang duduk berdzikir di salah satu sudut masjid dan tidak duduk di halaqoh pengajiannya. Wanita itu mendekatinya. Dengan nada yang sangat sopan, ia mulai berbicara…
“Maaf, Tuan. Bolehkah aku menanyakan beberapa masalah kepada Anda??”
“Oh, iya, tentu saja. Tanyakanlah…,” jawab ‘Ubaid bin ‘Umair tanpa curiga sedikitpun.
Tapi tiba-tiba saja, wanita itu menyingkap wajahnya. Nampaklah kejelitaan dan kecantikannya memancar bak rembulan. ‘Ubaid bin ‘Umair terkejut…
“Wahai Amatulloh[2] tidakkah engkau takut pada Alloh ? Mengapa Engkau menyingkap wajahmu seperti itu?” ujarnya.
“Tuan, aku sungguh tergoda dengan Anda…,” kata wanita “jalang” itu. “Lakukanlah apa saja yang Anda inginkan pada diriku…,” lanjutnya semakin menggoda.
‘Ubaid bin’Umair terkejut luar biasa, ia tidak tahu harus berbuat apa, sampai akhirnya Alloh menolongnya.
“Baiklah. Sebelum aku memenuhi permintaanmu, aku ingin engkau menjawab pertanyaanku. Jika engkau mengiyakan semua pertanyaanku, aku akan penuhi keinginanmu,” kata ‘Ubaid.
“Baiklah.” Kata wanita itu. kemudian Ubaid berkata; Katakan padaku, jika saja saat ini Malaikat maut hadir untuk mencabut nyawamu, apakah engkau masih senang melakukan keinginanmu tadi bersamaku??”
Wajah wanita itu berubah. Ia terkejut. “Ttte…ntu…tti..dak, Tuan.” Jawabnya.
“Jika kau dimasukkan ke dalam kuburmu, apakah engkau masih berfikir untuk melakukan keinginanmu?
Saat kita semua berkumpul di padang mahsyar untuk mempertanggungjawabkan amal perbuatan kita, masihkah terpikir untuk melakukan keinginanmu?
Sekarang bayangkan, ketika engkau hendak menyebrangi jembatan yang melintas di atas neraka, engkau tak tahu apakah engkau akan selamat melewatinya atau tidak. Di saat itu, masihkah kau ingin melakukan keinginanmu??
Ketika timbangan amal telah dihadirkan, lalu amalanmu pun dihadirkan, dan saat itu engkau tak tahu apakah kebaikanmu yang berat atau justru kejahatanmu. Masihkah terpikir untuk melakukan keinginanmu??
Dan yang terakhir, renungkanlah saat engkau berdiri di hadapan Alloh seorang diri. Engkau akan ditanya. Masihkah terpikir untuk melakukan keinginanmu?”
Lantas, wanita itu menjawab… “Tuan.., tidak mungkin aku melakukan itu,” jawab wanita itu. Dan matanya telah memerah. Ia tak sanggup lagi menahan butir-butir air mata yang sejak tadi tertahan…
“Kalau begitu, takutlah kepada Alloh , wahai Amatulloh!! Lihatlah, betapa Alloh telah mengaruniakanmu semua nikmat ini!!” ujar ‘Ubaid bin ‘Umair sembari membalikkan badannya, dan membiarkan wanita jelita itu menangis tersedu-sedu sendiri.
Ia benar-benar tak menyangka sedikitpun, ternyata petuah sang ‘alim yang zuhud itu “menusuk” hati nuraninya yang paling dalam.
Dan wanita itu pun melangkah pulang ke rumahnya… Entah apa yang terjadi nanti… ia berubah menjadi wanita layaknya rahib yang hari-harinya sibuk dengan beribadah kepada Alloh .
Begitulah kisah singkat tentang seorang wanita jelita yang mencoba menggunakan kecantikannya untuk menggoda dan merayu lawan jenisnya. Ia lupa bahwa kecantikannya itu adalah berupa ujian dari Alloh . Wahai para Amatulloh yang ada di muka bumi ini, kasihinilah dirimu jika kejelitaanmu tak membuat dirimu bersyukur kepada Dzat yang mengaruniaimu keindahan itu… □