ِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا .
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ ، وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
Kaum muslimin, jamaah sholat jum’at yang berbahagia…..
Pada kesempatan yang mulia ini khotib hendak mengingatkan diri pribadi dan jama’ah sekalian agar tidak lupa untuk mensyukuri semua nikmat yang telah Alloh berikan kepada kita semua dengan cara meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Alloh .
Sholawat dan salam semoga terlimpah bagi Rasululloh yang sudah seharusnya kita jadikan sebagai figur terdepan dalam hidup kita.
Sebagai seorang muslim tentu kita semua telah mengucapkan syahadat karena ia merupakan rukun yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seorang muslim. Dan pada kesempatan ini khotib ingin mencoba sedikit bericara tentang bagian kedua dari syahadat tersebut yaitu ‘WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ROSULULLOH’ . Baik bagian yang pertama atau kedua dari syahadat yang telah kita ikrarkan itu, bukanlah ikrar kosong tanpa ada substansi (isi) dan konsekuensi (kandungan) dari keduanya. Keduanya memerlukan kesungguhan dari pelafalannya dan ketundukan dalam aplikasinya, sehingga pelafalan kedua syahadat itu ketika ia memasuki din ini tidaklah cukup. Apalagi ketika seseorang tidak mengetahui hakekat dan substansi dari apa yang mereka ucapkan. Oleh karena itu Alloh mengingkari ucapan orang-orang Arab badui waktu itu yang baru memasuki Islam dan berkata “kami telah beriman”.
Alloh berfirman:
“Orang-orang arab badui berkata, ‘Kami telah beriman’, katakanlah, ‘Kalian belum beriman akan tetapi katakanlah,’Kami telah memeluk Islam’ dan belum masuk ke dalam hati-hati kalian keimanan.” (QS. Al-Hujurat [49]: 14)
Kaum muslimin rahimakumullah….
Dari ayat ini bisa kita lihat bersama bahwa standarisasi (ukuran) beriman tidaknya seseorang bukanlah dengan sebuah pengakuan dan ucapan belaka, akan tetapi seagaimana yang diyakini dan menjadi aqidah ahlu sunnah waljama’ah bahwa iman adalah keyakinan di dalam hati, pengucapan dengan lisan dan amal perbuatan dengan anggota badan. Sehingga ketika kita sudah bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Alloh subhanahu wata’ala, disana ada konsekuensi lain yang harus dimunculkan dalam bentuk perbuatan kita sehari-hari.
Di antara konsekuensi-konsekuensi tadi adalah:
- Membenarkan semua berita yang shahih yang dibawa oleh Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam dari sisi Alloh . Ketika kita sudah meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah hama dan utusan Alloh , maka ketika Beliau memberitakan tentang suatu masalah baik yang lampau, yang saat itu terjadi atau sesuatu yang akan terjadi di masa depan, maka kita wajib meyakini bahwa berita itu sumbernya dari Alloh karena pada dasarnya hadits-hadits beliau adalah wahyu dari Alloh yang redaksinya dari beliau sendiri dan kita wajib membenarkan apa yang beliau kabarkan tadi. Disamping itu kita juga harus yakin bahwa apa yang beliau bawa ini adalah penyempurna dari semua syariat yang ada sebelumnya, karena kita tahu bahwa Nabi kita Muhammad adalah penutup para nabi sehingga tidak ada lagi nabi setelah beliau dan siapapun yang mengaku sebagai nabi setelah beliau wafat adalah DZAJJALUUN dan KADZABUUN (para pendusta yang telah Rasululloh kabarkan dalam hadits beliau. Dan dikarenakan beliau adalah pengemban wahyu terakhir, maka syariat ini akan tetap relevan sampai akhir zaman karena itu merupakan bagian dari kesempurnaan dari dinul Islam yang hanif ini.
- Mentaati perintah Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam dan menjauhi larangan-laranganya. Alloh berfirman:
﴿ !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù ﴾
“…Dan ambillah apa-apa yang datang dari Rasul dan jauhilah apa-apa yang dilarang olehnya….” (QS. Al-Hasyr [59]: 7)
Seorang muslim wajib mentaati Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam, karena ketika kita mentaati Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pada hakekatnya kita sedang melakukan ketaatan pada Alloh subhanahu wata’ala. Alloh berfirman:
“Barangsiapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah”. (QS. An-Nisaa’ [4]: 80)
Mentaati Rasulullah memiliki dua sisi penting:
Sisi pertama, taat dalam menjalankan semua perintahnya. Sisi kedua, menjauhi semua larangan Rasulullah . Dua sisi penting ini merupakan hal yang sangat perlu untuk diperhatikan dan dijadikan kaidah dalam hidup kita yaitu tidaklah Rasululloh memerintahkan sesuatu kecuali perintah itu adalah sebuah kebaikan dan tidaklah Rasululloh melarang sesuatu kecuali hal tersebut pasti mengandung keburukan.
Semoga kita semua bisa menjadi pengikut Rasululloh yang bisa mewujudkan keimanan kita pada beliau dalam bentuk amal perbuatan nyata dengan melaksanakan apa yang beliau perintahkan termasuk sunnah yang beliau anjurkan.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْﺁنِ الْعَظِيْمِ وَ نَفَعَنِي وَ إِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلاۤيَاتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ .أَقُوْلُ قَوْلِي هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَ لِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH KEDUA
إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ، نَحْمَدَهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئاَتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Adapun konsekuensi terakhir dari Syahadat Muhammad Rasulullah adalah kita harus siap untuk menjadikan Beliau shollallohu ‘alaihi wasallam sebagai HAKIM (pengambil keputusan). Artinya apapun syariat yang telah Rasul tentukan wajib untuk kita ambil sebagai aturan hidup kita.
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sehingga mereka menjadikanmu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 65)
Jamaah Jum’at rahimakumullah…..
Semoga kita bisa menjadi hamba-hamba Alloh yang taat atas semua aturanNya dan aturan Rasululloh sehingga kita bisa mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akherat.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍّ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي اْلأُمُوْرِ، وَنَسْأَلُكَ عَزِيْمَةَ الرُّشْدِ، وَنَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي اْلأُمُوْرِكُلَّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ اْلآخِرَةِ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لََعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.