Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Mohon maaf sebelumnya, Saya hendak bertanya mengenai kebenaran dari informasi yang saya terima melalui black berry messanger, yaitu mengatakan tentang beberapa wasiat perkara untuk membersihkan hati diantaranya :
- Jangan buruk sangka thdp sesama muslim
- Jangan memata-matai
- Jangan mengorek-orek aib orang lain
Disitu diterangkan bahwa wasiat untuk membersihkan hati, kata kuncinya adalah wasiat. Pada suatu riwayat diterangkan bahwa Rosulullah [saw] hanya mewasiatkan alquran dan hadist yang harus dipegang seperti menggigit dengan gigi geraham.
Setelah saya coba pelajari bahwa nomor 1,2,3 merupakan uraian surah al hujarrat [49]: 12
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakkan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah seseorang kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al Hujurat [49]: 12).
Penjelasan Global Ayat
Surat yang penuh berkah dan pelajaran ini mengajarkan adab atau sopan santun kepada sesama muslim. Ada tiga hal penting yang harus dijauhui dengan sungguh-sungguh oleh orang yang beriman:
Pertama; Jangan berprasangka buruk terhadap saudaranya seiman, walaupun hanya sedikit.
Kedua; Jangan saling memata-matai, mencari-cari kesalahan sesama orang beriman (tajassus).
Ketiga; Jangan menceritakan aib dan keburukan saudaranya saat mereka tidak bersamanya (ghibah).
Ayat diatas mengatakan sebagian prasangka itu dosa, berarti memang tidak semua prasangka itu mengandung dosa. Karena pada realitanya kita manusia tidak bisa lepas dari berprasangka atau menduga. Jika prasangka atau dugaan itu didasarkan pada indikator yang demikan jalas maka ini tidak termasuk berdosa. Prasangka atau dugaan menjadi berdosa jika tidak ada indiktaor cukup jelas yang mengantarkan seseorang menuju sesuatu yang diharamkan. (Lih. Tafsir Al Misbah, M. Quraish Shihab).
Kesimpulan saya
Tafsir tersebut mencakup point 1,2,3,..didalam Al Hujurat [49]: 12
Dengan demikian berawal dari wasiat Al Quran–>Al Hujurat–>Poin 1,2,3
Pertanyaan :
Apakah bisa dibenarkan apabila hal tersebut dikategorikan kedalam wasiat Rosullulah [saw] karena merupakan bagian dari al-quran ?
– Raden Harya Galih-
***
Wa’alaikumussalam Warahmatullah Wabarakatuh…
Jawaban:
Betul bahwa diantara penyakit hati yang harus menjadi perhatian setiap muslim adalah apa yang tadi disebutkan (berburuk sangka, memata-matai orang lain dan mengorek aib orang).
Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan oleh Alloh di dalam firman-Nya :
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakkan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah seseorang kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. “Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat [49]: 12).
Dalam ayat ini terkandung perintah untuk menjauhi kebanyakan berprasangka, karena sebagian tindakan berprasangka ada yang merupakan perbuatan dosa. Dalam ayat ini juga terdapat larangan berbuat tajassus ialah mencari-cari kesalahan-kesalahan atau kejelekan-kejelekan orang lain, yang biasanya merupakan efek dari prasangka yang buruk.
Namun tadi yang jadi pertanyaan, bolehkah wasiat ini disematkan juga kedalam wasiat Rosululloh [saw].
Jawabannya wallohu a’lam BOLEH. Dengan alasan, beliau dalam berbagai haditsnya juga telah mewanti-wanti umatnya dari berbagai penyakit hati tersebut. Seperti apa yang diriwayatkan oleh bukhori dan muslim, bahwa Rosululloh [saw] bersabda, “Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah seduta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhori Muslim).
Dan juga dikarenakan akhlak dan kepribadian Rosululloh [saw] adalah bentuk pengaflikasian dari kandungan al Qur’an itu sendiri. Dan tak ada seorang pun yang keagungan akhlaknya melebihi keagungan akhlak Rasulullah [saw], sehingga dalam banyak tempat Allah [swt] sering memuji tentang akhlak Rasulullah [saw] ini.
Seorang shahabat pernah bertanya kepada Aisyah [ranha] tentang akhlak Rasulullah [saw], maka dijawab oleh Aisyah [ranha]: akhlak Rasulullah [saw] adalah Al-Qur’an.
Sesungguhnya Allah [swt] menjelaskan bahwa Rasulullah [saw] adalah sebagai seorang yang agung. Allah [swt] berfirman yang artinya:
“Sungguh kamu memiliki akhlak yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)
Allah juga menjelaskan bahwa beliau juga adalah orang yang ramah dan lemah lembut. Allah [swt] berfirman yang artinya:
“Dengan sebab rahmat Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentu mereka menjauh dari sekelilingmu.” (QS. Ali-Imran: 159).
Allah [swt] juga menjelaskan bahwa Rasulullah [saw] adalah orang yang penyayang dan memiliki belas kasih terhadap orang yang beriman. Firman Allah [swt] yang artinya:
“Sesungguhnya telah datang seorang rasul dari kaummu sendiri. Yang berat memikirkan penderitaanmu, sangat menginginkan kamu (beriman dan selamat), amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128)
Inilah akhlak [saw]. Yang beliau sangat jauh sekali dari akhlak-akhlak buruk tersebut dan mewanti-wanti umatnya supaya jauh dari yang demikian. Dan adalah sangat aneh apabila kita yang mengaku pengikut Allah dan Rasul menurut pemahaman salafussoleh tapi memiliki hati kasar, lidah yang kotor dan tidak bisa membedakan mana perkataan yang baik dan mana perkataan yang jelek. Dan adalah lebih aneh lagi apabila kita tidak tahu mana perkataan yang akan menyakiti seseorang mana yang tidak.
Sehingga semua akhlak yang tidak terpuji yang disebutkan di dalam al Qur’an, hal ini juga dijelaskan oleh Rasulullah [saw] di dalam berbagai haditsnya. Wallohu A’lam.. Semoga bisa menjadi sedikit pencerahan.
Dijawab Oleh : (Ust. Faishol, Lc)