JAKARTA – Menjelang Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tanggal 20 September 2011, Indonesia harus mengambil peran penting serta ikut memperjuangkan agar negara Palestina menjadi anggota PBB. Demikian yang diungkapkan Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq.
“Indonesia sebagai ketua ASEAN, pelopor Gerakan Non Blok (GNB) dan anggota negara-negara Islam (OKI) harus ambil peran penting dalam memastikan dukungan terhadap keanggotaan Palestina sebagai negara berdaulat,” kata Mahfudz di Jakarta, Sabtu (17/9/2011).
Mahfudz menambahkan, peran Indonesia tersebut merupakan cermin dari kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, yang juga menunjukkan sikap Indonesia sejak era Soekarno yang jelas-jelas tegas mendukung Palestina.
“Ini amanat konstitusi yang anti kolonialisme,” tambah Mahfudz.
Dalam sidang Umum PBB 20 September 2011 nanti, Mahfudz mengatakan bahwa Amerika Serikat (AS) tidak punya alasan lagi untuk tidak mendukung Palestina sebagai anggota PBB.
Lebih lanjut Mahfudz menegaskan bahwa ancaman veto AS harus ditentang karena mengingkari janji-janji Presiden AS Barrack Obama saat pidato di Mesir pada 2009 maupun di Sidang Umum PBB pada 2010. Bila AS tetap ngotot menggunakan haknya untuk memveto Palestina, AS bukan lagi menjadi negara demokrasi dan penganut HAM sebagaimana yang selama ini terjadi.
“Diperkirakan 2/3 negara anggota PBB bersikap mendukung meski bisa berubah akibat tekanan AS dan Israel,” ujar Mahfudz.
Selain itu, pidato Obama yang secara mengejutkan mengatakan “saat kita kembali di tahun depan. Kita dapat menyepakati masuknya anggota baru dari PBB, yaitu Palestina Merdeka, Berdaulat yang berdampingan dengan Israel secara damai”, harus direalisasikan dan bukan hanya sekedar obral janji.
“AS harus malu terhadap dunia jika bersikeras memveto usulan keanggotaan negara Palestina di PBB. Jika benar-benar melakukan ini (veto) akan kehilangan kredibilitasnya sebagai kampiun demokrasi, kebebasan dan HAM,” ujar politisi PKS itu.
Meskipun demikian, kredibilitas AS memang telah lama runtuh dan tak patut (dan pada dasarnya tak bisa) dipercaya janji dan omongannya. Banyak fakta sejarah internasional yang telah mengungkapkan keberpihakan AS terhadap Israel dan ‘perang opini konyol versi AS’ yang menggiring dunia pada opini ‘memerangi teroris’yang telah distandarkan oleh AS itu sendiri. Dan memang begitu lah kenyataannya, tak ada yang bisa diharapkan dari AS. Sebuah negara yang menstandarkan uang sebagai dasar dan tujuan kebijakannya.(Redaksi-HASMI/Ar).