Metodologi Sesat Dalam Memahami Islam

Metodologi Sesat Dalam Memahami Islam

Sesungguhnya benarnya pemahaman terhadap nash-nash syari’at Islam merupakan faktor utama untuk berdalil dengan benar. Seseorang tidak akan mampu mengetahui apa yang dimaksud oleh Alloh [swt] dan Rosul-Nya [saw] yang tersirat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, kecuali jika itu telah benar pula metode dalam memahami keduanya. Kesesatan-kesesatan yang banyak tersebar hingga saat ini dikarenakan kesalahan dalam memahami nash-nash tersebut.

Dan tidak diragukan lagi bahwa pemahaman terbaik dalam memahami al-Qur’an dan as-Sunnah adalah pemahaman para sahabat Nabi [saw] yang mulia dan orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka dengan baik. Karena tidak ada yang lebih memahami agama ini selain mereka yang merupakan generasi terbaik dari umat ini.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah [rahimahu] mengatakan: “Barangsiapa menafsirkan al-Qur’an akan tetapi menyimpang dari tafsiran sahabat dan tabi’in, sungguh dia telah berbuat kesalahan pada dalil dan objek dalil (madlul) secara bersamaan.” (Manhaj At-Talaqqi wal Istidlal baina Ahlissunnah wal Mubtadi’ah, hal. 47)

Saudaraku kaum Muslimin..!!

Di saat yang sama, banyak sekali metode sesat dalam memahami al-Qur’an dan as-Sunnah yang semuanya bermuara kepada kesesatan. Berikut ini adalah me-tode-metode yang digunakan un-tuk menyesatkan kaum Muslimin, di antaranya:

Kaidah-Kaidah Filsafat

Filsafat menurut Al-Jurjani (816 H/1413 M) adalah, “Usaha untuk menyerupai Tuhan dengan menggunakan kemampuan (akal) manusia untuk memperoleh ke-bahagiaan yang abadi.”

Dari pengertian ini, sangat je-las sekali bahwa kaidah filsafat ini dilandasi dengan kekufuran dan kesyirikan besar yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam.

Saat seorang muslim menggunakan metode filsafat, maka yang ada adalah kegelisahan, kegama-ngan dan kebingungan. Bukan kebahagiaan!. Padahal Islam telah memiliki pegangan yang kuat sehingga tidak membutuhkan ka-idah-kaidah filsafat produk orang-orang kafir. Alloh [swt] berfirman:

“Telah sempurnalah kalimat Robb kalian (yaitu Al-Quran) se-bagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya. Dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-An’am: 114-115).

Ibnu Katsir [rahimahu] berkata tentang tafsir ayat ini:

“Setiap khobar yang disam-paikan-Nya adalah kebenaran yang tidak mengandung keraguan atau kegamangan. Setiap perintah yang diberikan-Nya adalah keadilan yang tidak ada lagi tandingan selain-Nya. Setiap yang di-larangan-Nya adalah kebatilan, karena Dia tidak melarang sesuatu kecuali pasti di dalamnya meng-andung kerusakan…”

Tafsir Hermeneutika

Penafsiran ini adalah suatu “alat” untuk meliberalkan pemi-kiran yang berasal dari tradisi pe-nafsiran Injil/Bible. Maka tidak heran ketika ada yang berpaham Islam liberal, mereka dapat menghalalkan nikah beda agama, me-ngatakan jilbab tidak wajib, atau khomr halal, yang itu semua berdasarkan penafsiran liberal mereka itu.

Tafsir ini tidak mempunyai standar tertentu, murni hanya logika (Ro’yu) dan hawa nafsu be-laka. Kemana saja keduanya me-ngarah, ke sanalah tafsir tersebut mengarah. Nabi [saw] bersabda:

مَنْ قَالَ فِي اْلقُرْانِ بِرَأْيِهِ اَوْ بِمَا لا يَعْلَمُ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barangsiapa yang berka-ta mengenai al-Qur’an de-ngan pendapatnya sendiri atau dengan sesuatu yang tidak diketahui maka siap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka.”  (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasai)

Tafsir Ganda

Yaitu tafsir yang memiliki dua sisi penafsiran untuk ayat-ayat al-Qur’an, yaitu tafsir zhohir (nyata) dan tafsir batin (tersembunyi). Taf-sir zhohir adalah pemahaman dan penerapan Rosululloh [saw]. Sedang-kan tafsir batin adalah pemaha-man dan renungan serta praktek para pimpinan golongan mereka yang mereka namakan sebagai wali-wali Alloh [swt], yang pada ha-kikatnya adalah wali-wali setan!

Menurut Ahlussunnah, meto-de yang benar dalam menafsirkan al-Qur’an adalah dengan cara me-nafsirkan ayat dengan ayat yang lain, kemudian jika tidak didapati pada ayat yang lain maka hendak-lah menafsirkannya dengan meng-gunakan as-Sunnah, jika dalam keduanya juga tidak ada, maka perhatikanlah perkataan para sa-habat, bagaimana mereka menaf-sirkan ayat-ayat al-Qur’an, karena mereka lebih mengetahui tentang hal itu. Mereka memiliki pema-haman yang sempurna, ilmu yang shohih, dan amal yang shohih.

Abdulloh bin Mas’ud [ranhu] ber-kata: “…Tidaklah turun satu ayat pun dari Kitabulloh, melainkan aku mengetahui berkaitan dengan siapa ayat itu turun, dan di mana ayat itu diturunkan..” (Tafsir at-Thobari 1/80).

Apabila tidak didapati tafsir dalam al-Qur’an, as-Sunnah atau perkataan sahabat, maka keba-nyakan dari para imam merujuk kepada perkataan para tabi’in.

Memahami Islam Dengan Cara Menolak Hadits

Al-Qur’an tidak akan mungkin dapat dipahami dengan benar ke-tika hadits-hadits Nabi [saw] ditolak. Baik penolakannya secara keseluruhan atau hanya sebagiannya saja, seperti menolak hadits ahad sekalipun hadits tersebut shohih, atau menolak hadits kecuali yang hanya diriwayatkan oleh Ahlul Bait saja atau hanya menerima hadits yang dibawa oleh guru-gurunya saja.

Perlu diketahui, bahwa menolak satu bagian dari hadits sohih saja, sama halnya menolak satu bagian dari  al-Qur’an yang mulia. Karena keduanya sama-sama tu-run dari Alloh [swt]. Rosululloh [saw] bersabda:

((أَلاَ إِنِّيْ أُوْتِيْتُ اْلكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ))

 “Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan al-Kitab (al-Qur’an) dan wahyu yang semisal dengannya (yaitu al-hadits).” (HR. Abu Da-wud dan Tirmidzi).

Berkata Abu Bakar ash-Shiddiq [ranhu]: “Sungguh aku sangat takut, jika aku meninggalkan se-suatu yang diperintahkan oleh Ro-sululloh [saw], maka aku akan me-nyimpang (sesat).”  (HR. Bukho-ri).

Saudaraku kaum Muslimin..!!

Sesungguhnya pemahaman yang benar dan niat yang baik me-rupakan salah satu nikmat yang paling agung yang diberikan oleh Alloh [swt] kepada para hamba-Nya. Bahkan seorang hamba tidak di-beri karunia setelah Islam yang lebih utama dan lebih bernilai dari keduanya. Dengan keduanya se-orang hamba akan selamat dari jalan orang-orang yang dimurkai, yaitu orang-orang yang rusak niat mereka, dan selamat dari jalan orang-orang yang sesat, yaitu orang-orang yang rusak pemahamannya. [Red/HASMI]

Wallohu A’lam

Check Also

IMRAN BIN HUSHAIN/Seperti Malaikat

IMRAN BIN HUSHAIN Seperti Malaikat   Pada tahun Perang Khaibar, ia datang kepada Rasulullah ﷺ …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot