Seorang ‘abid yang zuhud dan mujahid yang berwibawa
رُبَّ اَشْعَثَ اَغْبَرَ مَدْفُوْعٍ بِاالْأَبْوَابِ لَوْ اَقْسَمَ عَلَى اللهِ لَاْبَرَّهُ
“Boleh jadi ada orang yang kusut rambutnya, berdebu kakinya, (dia) ditolak di setiap pintu-pintu rumah, akan tetapi jika ia bersumpah kepada Allah (yakni meminta kepada Allah agar Dia melakukan sesuatu), niscaya Allah penuhi permintaannya.” (HR. MUSLIM).
Yazid bin Muhallab bin Abi Sufrah, salah satu pedang Islam yang terhunus dan Gubernur daerah Khurasan yang kuat, bergerak cepat bersama pasukannya yang berjumlah seratus ribu orang, ditambah para simpatisan yang ingin mencari syahid dan pahala.
Target serangan tersebut adalah merebut daerah Jurjan dan Thabaristan. Di barisan terdepan tampak seorang Tabi’in utama bernama Muhammad bin Waasi’ Al-Azdi dari Bashrah yang dikenal dengan sebutan Zainul Fuqahaa (hiasan para ahli fiqih), sering pula dipanggil ‘Abid Bashrah dan merupakan murid utama Anas bin Malik Al-Anshari Radiyallahu ‘Anhu,juga sahabat dan pelayan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Panglima perang Ibnu Muhallab beserta pasukannya bermarkas di Histan, yang didiami oleh orang-orang Turki yang kuat dan perkasa. Benteng-benteng kokoh dan setiap hari menyerang kaum Muslimin. Bila kepayahan atau merasa terdesak dalam pertempuran, mereka mundur ke lembah-lembah di daerah bergunung-gunung, lalu berlindung di balik benteng mereka yang kokoh .
Meski tubuhya kurus dan usianya lanjut, Muhammad bin Waasi’ memegang posisi yang cukup penting dalam pasukan Islam. Pasukan merasa terhibur oleh cahaya Iman yang terpancar dari wajahnya yang cerah dan makin bersemangat bila mendengar nasihat-nasihat yang keluar dari lidahnya yang lembut serta menjadi tenang karena do’a-do’anya yang mustajab dalam setiap kesulitan. Bila panglima memerintahkan untuk menyerbu, dia berseru, “Wahai pasukan Allah, majulah !!!” (sebanyak tiga kali). Begitu mendengar suaranya, segenap prajurit siap memasuki musuh bagaikan macan kumbang yang ganas. Mereka bergerak maju dengan semangat tinggi layaknya orang yang kehausan yang menyongsong air dingin di bawah terik matahari yang menyengat.
Suatu ketika saat terjadi pertempuran yang sangat dahsyat, majulah seorang jagoan dari barisan musuh untuk perang tanding satu lawan satu. Belum pernah orang-orang melihat badan tinggi kekar seperti dia. Belum lagi ketangkasannya, kekuatan, dan keberaniannya. Dia bertempur dalam barisan hingga berhasil mendesak barisan pasukan Muslimin dan menimbulkan rasa gentar di hati mereka. Kemudian dia menantang duel satu lawan satu dengan congkak dan sombongnya. Hingga Muhammad bin Waasi’ tak tahan lagi ingin menghadapinya. Saat itulah semangat pasukan kaum Muslimin kembali bangkit. Seorang pemuda mencegah Syaikh tua itu melayani tantangan musuh dan meminta agar dirinya diizinkan untuk menghadapi tantangan musuh itu. Syaikh itu menuruti permintaannya dan mendo’akan kemenangan baginya.
Dua orang prajurit berdiri berhadapan, masing-masing ingin membunuh lawannya dengan segala cara. Kemudian mereka beduel seperti dua ekor Singa yang kalap. Mata dan hati kedua belah pihak pasukan berpusat pada kedua orang itu.
Kedua bilah pedang berkelebat, masing-masing dari mereka mengayunkan pedangnya secara berbarengan, ternyata pedang prajurit Turki itu mengenai topi baja prajurit Muslim, sementara pedang prajurit Muslim mendarat tepat di dahi prajurit Turki hingga terbelah menjadi dua.
Prajurit Muslim itu kembali menuju barisan kaum Muslimin dengan membawa kemenangan. Sebuah pemandangan yang belum pernah dilihat oleh mereka, sementara pedang prajurit iu berlumuran darah. Tentara Muslimin sangat terharu melihat peristiwa yang tiada bandingannya itu. Lalu menyambutnya dengan penuh kegembiraan, dengan takbir, tahmid dan tahlil.
Yazid bin Muhallab takjub melihat kilatan pedang dan senjata di tangan orang itu lalu bertanya, “Alangkah hebatnya, siapa dia…?” orang-orang menjawab, “Dia adalah orang yang mendapat berkat do’a dari Muhammad bin Waasi’.
Maha benar Allah yang telah berfirman :
إنْ يَنْصُرْ كُمُ اللهُ فَلَا غَا لِبَ لَكُمْ . وَإِنْ يَخْذُ لْكُمْ فَمَنْ ذَاالّذِى يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ
“Jika Allah menolongmu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkanmu; dan jika Allah membiarkanmu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolongmu selain dari Allah sesudah itu…?” (QS. Ali-Imran : 160).
Dan juga berfirman :
فَلَمْ تَقْتُلُوْهُمْ وَلَكِنَّ اللهَ قَتَلَهُمْ
“Maka (sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka,”(QS. Al-Anfal : 17)
Perbandingan kekuatan-pun mulai berbalik setelah tewasnya prajurit Turky yang tinggi dan besar tersebut. Rasa gentar mulai menjalar di hati kaum Musyriqin, bagaikan api yang menjalar di atas rumput kering. Sebaliknya, semangat juang kaum Muslimin menyala seketika, lalu mereka menggempur musuh-musuh Allah laksana arus air, mengepung dengan ketat seperti lingkaran kalung yang melilit leher. Mereka mampu memblokir jalan air minum dan logistic musuh.
Maka tak ada pilihan lain bagi Raja Kaum Musyrikin itu melainkan berdamai. Oleh karena itu, mereka menawarkan perdamaian kepada kaum Muslimin dan akan menyerahkan seluruh kekayaan negerinya asalkan keluarga dan harta mereka aman.
Tawaran itu disetujui Yazid. Mereka diharuskan membayar 700.000 dirham secara bertahap. Pertama kali harus membayar 400.000 dirham, kemudian menyerahkan 400 ekor Unta bermuatan Za’faran (kunyit) dan 400 orang yang setiap orangnya membawa satu gelas perak, memakai topi dari sutera dan beludru serta mengenakan mantel seperti yang dikenakan oleh istri-istri mereka.
Perangpun usai. Yazid bin Muhallab berkata pada bendaharanya, “Sisihkan sebagian ghanimah itu untuk kita. Berikan imbalan jasa kepada yang berhak”. Ghanimah-pun dihitung, karena tak mampu,akhirnya ghanimah itu dibagikan secara sukarela…
Wallahu ‘Alam