LIBYA – Sejak Februari lalu, kondisi di Tripoli, Libya, tidak kunjung membaik. Di beberapa sudut kota masih terdengar suara rentetan peluru, hasil bentrokan antara pasukan pemerintah dan pemberontak. Warga sipil yang tidak berdaya terjebak di tengah-tengah baku tembak, termasuk di antaranya adalah 19 warga negara Indonesia yang memilih tinggal di ibukota.
Duta Besar Indonesia untuk Tunisia, Muhammad Ibnu Said, mengatakan ke 19 orang ini adalah para tenaga kerja Indonesia yang tidak ingin dievakuasi kembali ke tanah air. Mereka sempat terlupakan. Jika saja staf kedubes di Tunisia tidak menanyakan apakah masih ada yang tertinggal, kemungkinan 19 orang ini tidak pernah diketahui keberadaannya.
“Mereka ini sisa-sisa, yang tercecer yang belum diketahui keberadaannya sebelumnya,” kata Saud ketika dihubungi pada hari selasa 23 Agustus 2011.
Wanita 18 orang, dan pria satu orang. Mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga, sementara yang pria bekerja sebagai tukang kebun. Mereka tinggal di pemukiman elit yang tersebar di Tripoli. “Kalau bukan orang kaya, tidak akan mampu menyewa pekerja Indonesia,” kata Said.
Berbagai alasan dikemukakan kenapa mereka tidak ikut serta dalam evakuasi warga negara Indonesia sejak Februari lalu. Padahal, evakuasi dilakukan dalam tiga gelombang. Direktur Perlindungan TKI Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Tatang Razak, mengatakan sampai saat ini telah 926 WNI yang berhasil dipulangkan. Sebanyak 646 di antaranya difasilitasi Kemlu, sementara sisanya adalah swadaya perusahaan tempat mereka bekerja.
Said mengatakan bahwa kebanyakan para WNI mengaku tidak ingin pulang karena belum diberikan gaji oleh para majikan mereka. Selain itu, mereka juga diiming-imingi bonus besar jika rela tinggal sampai akhir Idul Fitri. Said menjelaskan bahwa kebanyakan dari majikan mereka telah keluar Libya untuk berlindung, sementara para TKI ditinggal untuk mengurusi anak, orang tua, maupun menjaga rumah.
“Saya sudah katakan kepada mereka ‘uang bisa dicari, nyawa itu cuma satu’ tapi mereka tetap memilih untuk tinggal.” Kata Saud.
Alasan sebagian lainnya karena mereka sudah merasa kerasan dan tidak ingin kembali ke tanah air. Hal ini disebabkan majikan mereka cukup royal memberikan mereka gaji yang besar. Mereka termasuk yang beruntung dari jutaan TKI lainnya yang tersebar di seantero dunia.
Sementara itu sebagian kecil lainya memutuskan untuk tidak pulang karena banyak masalah di tanah air. “Mereka punya masalah di kampung, punya hutanglah, apalah,” kata Said.
.:: TKI Ilegal
Ke 19 orang TKI ini juga disinyalir ilegal. Said mengatakan bahwa mereka sebenarnya dikirim untuk bekerja di Mesir, Dubai, atau di Yordania. Namun dari situ, para penyalur mereka malah membawanya ke Libya. “Saya katakan ini sebagai human trafficking, karena mereka dipindahkan secara ilegal. Selain itu, Libya bukan merupakan salah satu tempat tujuan tenaga kerja Indonesia.” Kata Said.
Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, Maret lalu. Dia mengatakan bahwa sebagian besar TKI di Libya adalah profesional dan tidak ada TKI ilegal. Menurut catatan Kemlu, WNI yang tercatat di Libya adalah 875 orang. Sebanyak 550 di antaranya bekerja di sektor formal, 130 mahasiswa, dan sisanya adalah WNI yang bekerja di sektor informal. Namun, nyatanya yang dipulangkan ke tanah air lebih dari 900.
Said mengatakan KBRI di Tunis, Tunisia, terus melakukan komunikasi yang intens dengan para TKI. Beberapa orang TKI menceritakan bahwa mereka ketakutan lantaran bunyi pertempuran dan tembakan senjata di mana-mana. Said pun menghimbau mereka untuk tetap di dalam rumah dan waspada, serta tidak mendekati kerumunan massa.
“Namun dari semalam pukul 12 malam (23 Agustus) komunikasi terputus, karena belakangan jaringan di Libya sedang rusak.” Jelas Said.
.:: Pulang, Bukan Perkara Gampang
Said mengatakan lima dari 19 orang WNI tersebut akhirnya memutuskan untuk pulang kampung, karena situasi dinilai semakin menakutkan. Namun, perjalanan pulang mereka ke tanah air bukannya tanpa kendala.
Kendala pertama, ujar Said, adalah tidak diketahuinya lokasi pasti kediaman majikan tempat para TKI tinggal. Untuk itulah, dia mengandalkan Muhammad, warga Libya yang bekerja di KBRI Tripoli, untuk menjemput para TKI.
“Di Libya itu tidak ada alamat rumah dan nama jalan, hanya mengandalkan patokan. Misalnya, samping masjid atau yang lain. Hanya orang tertentu yang bisa menjangkau tempat tersebut,” jelasnya.
Setelah dijemput, para TKI nantinya akan diantarkan menggunakan taksi ke perbatasan. Ini juga bukan perkara mudah. Said mengatakan akibat banyak eksodus dari Libya, maka stasiun pengisian bahan bakar kebanyakan tutup, menjadikan bahan bakar langka.
“Untuk membeli bahan bakar harus antri 1-3 minggu. Padahal kita harus menempuh perjalanan kurang lebih 160 km selama 4 jam. Selain itu, kita juga harus pastikan situasi aman untuk melakukan perjalanan darat.” Kata Said.
Setelah sampai di perbatasan, ujar Said, dia dan staf KBRI Tunis akan berada di sana untuk memfasilitasi semua keperluan para TKI. Termasuk mengatasi permasalahan yang mungkin timbul.
“Terkadang paspor mereka hilang, tidak punya visa tinggal, atau overstayer. Kita bekerjasama dengan petugas imigrasi Tunisia untuk mengatasi hal ini.” Kata Said.
Tidak sampai disitu saja, jarak dari perbatasan sampai ke ibukota Tunisia masih jauh. Menurut Said, jaraknya sekitar 580 km dengan perjalanan selama tujuh jam. Di sini, lagi-lagi ada kendalanya.
“Rakyat Tunisia masih dalam suasana euforia demokrasi. Jika malam tiba, warga terkadang menutup jalan untuk meminta imbalan. Maka dari itu, kami selalu melakukan perjalanan pada siang hari.” Kata Said.
Setelah tiba di KBRI Tunis, para TKI diusahakan dapat kembali secepatnya ke tanah air. Said mengatakan KBRI Tunis per 7 Agustus kemarin telah memulangkan 629 WNI kembali ke Indonesia.
.:: Tahapan Pemulangan TKI
Pergolakan di Libya mencapai puncaknya pada Maret lalu saat Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi tahun 1973 yang mengatur zona larangan terbang. Resolusi dikeluarkan setelah diyakini Moammar Khadafi menggunakan pasukan udara untuk menggempur para demonstran.
Pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat mulai menggempur berbagai fasilitas militer Libya, terutama hanggar-hanggar jet tempur di seantero negara tersebut. Tidak lama, pasukan NATO ikut serta menghancurkan kekuatan Khadafi. Para pemberontak makin dapat angin. Mereka akhirnya membentuk pemerintahan tandingan dan merekrut tentara mereka sendiri. Situasi Libya semakin genting.
Sebelum situasi semakin membahayakan, Kemlu mengeluarkan perintah evakuasi terhadap 800 lebih warga negara Indonesia. Paling pertama yang dipulangkan adalah sekitar 262 karyawan PT Wika yang tengah membangun sebuah mall di Libya. Perusahaan ini menyewa sebuah pesawat untuk memulangkan seluruh karyawan mereka.
Berangsur-angsur selama akhir Februari hingga awal Maret, proses evakuasi dilangsungkan selama tiga tahap. Juru bicara kemlu, Kusuma Habir, kala itu mengatakan di tahap pertama ada 253 warga Indonesia yang dievakuasi. Tahap kedua 216 WNI dan tahap ketiga, 200 WNI.
Akibat situasi yang semakin berbahaya pulalah Kemlu memutuskan untuk menarik semuahome staff di KBRI Tripoli untuk pulang ke tanah air. Upaya evakuasi dan koordinasi antara WNI dan pemerintah Indonesia diambil alih oleh KBRI di Tunis.
.:: Tidak Menentu.
Atmosfir ketegangan di Tripoli memasuki babak baru saat pada Minggu, 21 Agustus 2011, pasukan pemberontak mengklaim telah masuk ke tengah kota Tripoli dan menguasai sebagian besar ibukota. Gumal Gamaty, perwakilan dari pemberontak Dewan Transisi Nasional, bahkan mengklaim telah menangkap putra Khadafi, Saif al-ISlam. Belakangan, pemberontak memperluas klaim mereka dengan mengatakan telah menangkap tiga putra Khadafi; Saif, Saadi dan Muhammad.
Namun, klaim ini dipatahkan setelah sehari setelahnya, Saif terlihat bercengkerama dengan para pendukungnya di ibukota. Saif membantah dengan keras bahwa dirinya tertangkap oleh pemberontak. Kepada wartawan di hotel Roxio, Tripoli, Saif menegaskan pemerintahan Libya masih kuat dan akan memberantas para pemberontak dari negaranya.
Sementara itu, Khadafi tidak diketahui rimbanya. Namun Saif mengatakan ayahnya masih hidup dan dalam keadaan sehat wal afiat. (Redaksi – HASMI//Viv).
Untuk Melihat Vidionya silahkan klik disini