Jika kita ingin menghirup semerbak wewangian keimanan, maka hiruplah dari taman kehidupan para sahabat . Puaskanlah dahaga ibroh dengan meneguk air teladan dari telaga sejarah mereka. Semoga hati yang mati menjadi hidup dengan mengingat keteladanan mereka.
Di antara penghias taman-taman keimanan dan telaga keteladanan tersebut adalah Majza’ah bin Tsaur as-Sadusi [ranhu].
Ia adalah seorang pahlawan besar. Seorang pemimpin Bani Bakar yang ditaati kaumnya. Pahlawan yang sangat diperhitungkan ketangkasannya dalam berjihad fi sabilillah, baik oleh lawan maupun kawan. Ia seorang yang amat berani, cerdas, petarung ulung dan perenang yang hebat.
Di antara kisah kepahlawanannya adalah apa yang terjadi pada masa kekholifahan ‘Umar bin Khoththob [ranhu]. Tepatnya di saat utusan kholifah datang ke markas besar pasukan Muslimin yang berada di Kufah untuk menyampaikan perintah agar pasukan pimpinan Abu Musa al-Asy’ari [ranhu] berangkat dan bergabung dengan pasukan dari Bashroh untuk kemudian berangkat menuju Ahwaz.
Dalam perintah tersebut, ada pesan khusus dari Kholifah ‘Umar bin Khoththob [ranhu] kepada panglima Abu Musa al-Asy’ari [ranhu]: “Sertakan penunggang kuda bernama Majza’ah bin ats-Tsaur as-Sadusi dalam pasukanmu!”.
Pasukan Abu Musa dari Kufah yang telah bergabung dengan pasukan dari Bashroh langsung bertolak menuju Ahwaz, salah satu daerah kekuasaan Persia. Tibalah pasukan Muslimin di kota Tustur. Sebuah kota pertahanan Hurmuzan yang terakhir setelah sebelumnya ia terus bergerak mundur.
Tustur adalah salah satu permata terindah yang dimiliki Persia. Dibangun dengan sangat cerdas di atas sebuah dataran tinggi yang memiliki sungai besar bernama Dajla, sedangkan di atas sungai dibangun bendungan hasil karya Kaisar Shapur. Tak hanya megah, Tustur juga dikelilingi benteng yang menurut ahli sejarah adalah benteng terkuat yang pernah ada. Benteng yang kokoh tersebut semakin sulit ditembus dengan adanya parit lebar yang telah digali oleh Hurmuzan mengelilingi tembok benteng. Pertahanannya semakin diperkuat dengan penjagaan ketat oleh pasukan elit Persia.
Keadaan benteng tersebut menyulitkan pasukan Muslimin untuk menyerang. Selama delapan belas bulan mereka melakukan penge-pungan. Namun, tak sedikitpun mampu mendekat. Hari demi hari hanya dilalui dengan perang tanding duel satu lawan satu sebelum akhirnya terjadi peperangan yang sesungguhnya.
Di sinilah Majza’ah mulai menunjukkan jati dirinya. Ia telah menewaskan banyak jagoan musuh dalam duel. Seratus orang dari jagoan Persia tewas di ujung pedangnya oleh Singa Islam ini. Kini, barulah Abu Musa dan pasukannya menyadari mengapa Amirul Mukminin berpesan agar mengikutsertakan Majza’ah bin Tsaur di dalam pasukan.
Pada akhir pertempuran, pasukan Muslimin menyerang dengan semangat tinggi dan penuh kesungguhan. Pasukan Persia mundur ke benteng-benteng mereka melalui jembatan-jembatan darurat yang dibangun di atas parit. Secepat kilat mereka memasuki kota dan menutup gerbang-gerbang yang kokoh. Itulah awal ujian berat yang harus diterima pasukan Muslimin. Kini musuh mengandalkan para pemanah mereka untuk menembaki pasukan Muslimin dari atas benteng. Mereka juga melemparkan sejenis rantai dengan kait-kait tajam yang telah dipanaskan hingga merah membara. Siapapun yang berani mendekat, kait-kait itu akan merobek dan mencincang dagingnya.
Saat itu, pasukan Islam hanya mengharap pertolongan dari Alloh [swt]. Mereka berdoa sungguh-sungguh agar segera lepas dari bencana tersebut dan mendapatkan kemenangan atas musuh-musuh Alloh [swt].
Di saat yang genting tersebut, tiba-tiba sebatang anak panah melesat dari benteng yang berisi sebuah surat. Abu Musa segera membaca surat tersebut yang isinya bahwa sang pengirim surat bisa menunjukkan jalan rahasia agar kaum Muslimin mampu menembus benteng dan masuk ke kota. Namun, mereka yang menyusuri jalan rahasia haruslah orang yang berani, cerdas dan mampu berenang. Syaratnya, ia dan keluarganya diberi jaminan keamanan. Abu Musa pun menyetujui dengan membalasnya melalui anak panah. Lelaki itu pun turun dengan diam-diam lalu menceritakan keadaannya.
Kemudian Abu Musa memanggil Majza’ah dan meminta satu orang dari kaumnya yang pandai berenang untuk ikut bersama orang asing tersebut. Ternyata, Majza’ah mengajukan diri sendiri untuk mengemban tugas tersebut. Abu Musa pun menyetujui dan memerintahkan agar ia fokus pada misi untuk mencari celah dan tidak melakukan hal lain.
Dengan bantuan orang Persia tersebut sebagai penunjuk jalan, Majza’ah bisa sampai di pusat kota, tempat di mana Hurmuzan tinggal. Ia segera kembali ke camp pasukan Muslimin sebelum fajar menyingsing.
Hari berikutnya, Abu Musa memilih 300 tentara terkuat untuk menerobos kota bersama Majza’ah. Majza’ah berpesan pada pasukannya agar mereka mengenakan pakaian yang ringan serta tidak membawa senjata apapun selain pedang yang diikatkan pada pakaian. Bersamaan dengan itu pasukan Abu Musa berangkat menuju gerbang yang direncanakan bakal dibuka dari dalam.
Pasukan Majza’ah yang semula berjumlah 300 pasukan tersebut, 220 orang gugur saat melewati lorong bawah tanah. Kini, pasukannya tinggal 80 orang saja. Namun, mereka pantang menyerah. Begitu menginjak kota, Majza’ah dan pasukannya langsung melumpuhkan penjaga-penjaga pintu benteng sambil bertakbir. Takbir mereka disambut takbir oleh pasukan Abu Musa yang telah menunggu dan hendak merangsek ke dalam. Perang pun mendadak pecah dengan dahsyatnya. Gerbang dibuka dan pasukan Islam menyerbu ke dalam.
Dari kejauhan, Majza’ah melihat Hurmuzan. Dengan penuh keberanian, ia mendekat dan langsung berduel dengannya. Masing-masing berusaha menghantam lawannya dengan pukulan maut. Namun, sabetan pedang Majza’ah meleset, justru Hurmuzan yang berhasil merobohkannya. Ia gugur di medan perang menyambut syahadah yang ditetapkan Alloh atasnya.
Perang pun berakhir dengan kemenangan kaum Muslimin dan sang raja serta panglima besar Persia, Hurmuzan, berhasil ditawan. Pasukan Islam pulang membawa berita gembira atas kemenangan mereka diiringi berita duka yang mendalam atas syahidnya pahlawan Islam sejati Majza’ah bin Tsaur as Sadusi [ranhu]. Seorang pahlawan yang berjasa besar dalam perjuangan membebaskan kota demi kota dari kesyirikan dan penyembahan kepada sesama hamba.
(Red-HASMI)