Perusak Keikhlasan
“Maukah aku tunjukkan sesuatu yang lebih aku takuti kepadamu dari pada Masihi Dajjal? Yaitu syirik yang tersembunyi: Seorang berdiri mengerjakan shalat lalu ia menghiasinya karena ada yang melihatnya”
(HR. Ibnu Majah, hadits ini hasan)
Alloh subhanahu wata’ala telah menurunkan syariat ini dengan sangat sempurna. Tidak ada satu ajaranpun yang tertinggal atau bahkan terlupakan. Untuk itu, bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa tidak ada alasan untuk berpaling dari ajaran yang sempurna ini. Ibadah maupun muamalah, semuanya telah dijelaskan oleh Alloh subhanahu wata’ala baik melalui Al Qur’an maupun Sunnah Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam.
Akan tetapi dalam melaksanakan syariat itu semua tidaklah semudah yang dibayangkan. Tentunya banyak aral melintang yang menjadi penghalang tercapainya peribadatan yang ikhlas kepada Alloh subhanahu wata’ala. Tokoh utama penghalangnya adalah syaitan la’natulloh ‘alaih yang senantiasa tidak senang melihat manusia beribadah kepada Alloh subhanahu wata’ala dengan ikhlas. Maka, dengan segala tipu dayanya syaitan pun mulai menyebarkan virusnya, diantaranya adalah virus riya dan ujub.
Riya merupakan penyakit kronis yang mengendap dalam jiwa seseorang yang sulit untuk dihindarkan dan dihilangkan kecuali bagi mereka yang betul-betul mengikhlaskan ibadahnya kepada Alloh subhanahu wata’ala. Penyakit ini mampu menyelusup pada semua amal perbuatan dan membatalkannya, penyakit yang sangat tersembunyi dan lebih halus dari rambatan semut serta tak seorang pun yang dapat mendeteksinya. Hal ini termasuk jebakan syetan yang paling besar dan berbahaya yang berupaya terus menerus untuk memalingkan hamba-hambanya yang mukhlisin.
Riya berasal dari kata Ru’yah (melihat). Orang yang Riya’ adalah menampakkan ibadah dengan niat mencari pandangan manusia, sehingga pelakunya akan dipuji. Dia mengharapkan pujian serta pengagungan dan takut kehilangan hal itu.
Riya terbagi kepada beberapa macam, diantaranya:
- Riya badan, yaitu dengan menampakkan tubuh yang kurus, berkuning-kuningan, pucat agar dilihat sebagai ahli ibadah yang sangat rajin, terlalu takut pada akhirat, merendahkan suara, mencekungkan kedua mata, atau dengan menampakkan kekurusan badan untuk menunjukkan bahwa dirinya rajin beribadah.
- Riya dalam berpakaian, seperti: membuat tanda sujud di kening, dan memakai baju tertentu agar manusia mengira sebagai orang yang alim.
- Riya dengan ucapan, kebanyakan terjadi pada orang yang mengkhususkan diri dalam agama dengan cara memberikan nasihat, peringatan, menghafal nash-nash dan atsar-atsar dengan maksud untuk berdebat.
- Riya dengan perbuatan, seperti orang yang shalat dengan memanjangkan berdiri, memperpanjang bacaan, memanjangkan ruku dan sujud, menampakkan kekhusyuan, dll.
- Riya teman dan orang-orang yang berkunjung kepadanya, seperti memamerkan kedatangan ulama atau ahli ibadah agar dikatakan: dia telah di kunjungi fulan, sehingga orang-orang datang kerumahnya dan meminta berkah kepadanya.
Itulah riya, musuh dalam selimut yang senantiasa mengincar siapapun orangnya. Tidak mengenal muda ataupun tua, ustadz ataupun santri. Semuanya jika tidak berhati-hati akan tergelincir pada perbuatan tersebut.
Ujub, merupakan salah satu penyakit hati. Sifat ini akan selalu melekat pada diri manusia, meskipun ia tinggal seorang diri di muka bumi. Yang dimaksud dengan ujub “Rasa Bangga” merupakan rasa besar hati karena mempunyai kelebihan atau keunggulan daripada orang lain dalam hal keturunan, ilmu pengetahuan, kekuatan maupun harta. Orang ini mengira bahwa dirinya mempunyai kelebihan dikarenakan usahanya sendiri. Ia lupa bahwa Alloh subhanahu wata’ala yang telah memberikan nikmat itu kepadanya, sehingga ia mampu melakukan hal yang tidak mampu dilakukan oleh orang lain.
Bahkan, seseorang bisa saja mempunyai `rasa bangga` karena ketekunannya beribadah kepada Alloh subhanahu wata’ala. Ketika orang lain menganggapnya sebagai orang yang khusyu` dalam beribadah dan taat kepada Alloh subhanahu wata’ala, iapun menganggap dirinya sebagai satu-satunya manusia yang doanya didengar oleh Alloh subhanahu wata’ala.
Saat ia mendapatkan kedudukan yang cukup tinggi dan banyak orang lain yang kedudukannya lebih rendah, ia pun merasa sombong. Jika ia dikaruniai otak yang cemerlang, sehingga dengan pendapatnya banyak orang yang terkesan, kemudian ia menjadi orang yang congkak.
Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya:
“Tiga sifat yang dapat menghancurkan seseorang; kikir yang selalu diikuti, hawa nafsu yang selalu dituruti, dan merasa bangga terhadap dirinya sendiri.”
(HR. Thabrani)
Itulah diantaranya perusak-perusak keikhlasan yang tentunya sangat berbahaya bagi keberlangsungan keislaman kita. Tentunya kita harus senantiasa berdo’a kepada Alloh subhanahu wata’ala agar dapat terhindar dari penyakit berbahaya ini. Selain itu, kita pun harus mencoba mengistiqomahkan setiap amal sholeh kita, dan melawan rasa was-was dengan keyakinan kepada Alloh subhanahu wata’ala.
Pertarungan dengan iblis belumlah berakhir. Ini hanyalah sebagian makar dari mereka, masih banyak lagi trik-trik dan virus lainnya. Semoga kita dapat terhindar dari semua tipudaya mereka. Amin.