Politik Media & Media Politik

Politik Media & Media PolitikTampaknya paradoks media yang berbunyi, “A GOOD NEWS IS A BAD NEWS” tak terbantahkan.  Betapa tidak, fenomena kemunculan para artis dalam bursa calon kepala daerah telah mampu mendominasi lembaran media cetak dan spot tayangan media elektronik. Para konsumen media pun agaknya tak ambil pusing dengan pemberitaan ini. Bahkan mereka menanggapi dengan enteng, layaknya berita-berita lain.

Memang, ada sedikit orang yang terkejut. Pasalnya,  di antara calonnya adalah selebritis yang memiliki track record ‘buram’ secara moral. Hal ini pula yang ditanggapi oleh  Menteri Dalam Negeri  Gamawan Fauzi dengan mengusulkan revisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ia mengusulkan penambahan syarat wajib pengalaman berorganisasi dan tak boleh cacat moral bagi para calon kepala daerah.

Terlepas dari penambahan syarat yang diusulkan Mendagri, yang jelas, sebagian partai politik yang mengambil jalur popularitas artis telah menunjukkan kegagalan kaderisasi pemimpin sekaligus pula menunjukkan bahwa partai politik memang tidak peduli dengan latarbelakang dan bekal keilmuan sang calon. Lebih jauh, inilah representasi demokrasi; ketika  kebanyakan para pemilih adalah kalangan penikmat hiburan maka calon yang cocok adalah para penghibur.

Fenomena artis maju sebagai kepala daerah ini memang bukanlah hal baru. Dalam pemilihan legislatif lalu, dari 68 artis, 17 di antaranya berhasil duduk di kursi dewan. Ini prestasi bagi para artis sekaligus pembuktian ketangguhan media dan pemilih yang “memberi kesempatan” kepada selebritis.

Entah ini yang menjadi inspirasi keterlibatan selebritis dalam pilkada ataupun hal lainnya, namun yang jelas tampak adalah politik media telah sukses menyajikan fenomena apapun sesuai dengan momennya. Di sisi lain, dunia politik pun tak merasa sungkan mengusung selebritis sebagai media yang ampuh memikat para pemilih.

Tendensi duniawi; begitulah motif ajang pemilihan. Apakah kita masih berharap para calon baik dari kalangan artis, pengusaha, maupun politisi mengkampanyekan program akhirat? Semuanya melulu dunia. Bukankah media dan partai politik lebih laku ketika sesuai dengan permintaan masyarakat yang juga cenderung duniawi? Apa faedahnya peningkatan ekonomi, layanan pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana umum dan yang sejenisnya jika akidah umat terpuruk dalam kehinaan dan menjauhkan mereka dari mengingat negeri akhirat? Belum lagi para kandidat pemimpin yang jauh dari kriteria pemimpin yang disyariatkan Islam. Serta hingar-bingar pemilihan yang lekat dengan politik uang, saling cari pengaruh, dan menghalalkan segala cara.  Begitulah sistem demokrasi telah menancapkan kukunya, berusaha menggusur sistem Ilahi, memalingkan umat dari kesejatian penghambaan kepada Allah .

Akhirnya, dengan sedikit harapan, kita berharap agar media tak lagi menebar dosa di tengah-tengah masyarakat, agar partai politik lebih mengkampanyekan program akhirat, agar calon pemimpin takut dengan sabda Rasulullah , “Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi penyesalan.” (HR. Bukhari).

Check Also

Ketika Galau Melanda, Kemanakah Diri Menambal Luka

Ketika Galau Melanda Kemanakah Diri Menambal Luka Tanpa perlu banyak penelitian, sungguh pasti bahwa di …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot